Liputan6.com, Jakarta Ada 355 dari 663 siswa penyandang disabilitas yang sekolah di madrasah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah terindikasi mengalami kesulitan fungsional. Mereka tersebar di 19 kecamatan.
Dari jumlah itu, ada 173 anak yang butuh atau belum mempunyai alat bantu dengan berbagai ragam kesulitan. Alat bantu yang dibutuhkan termasuk alat bantu jalan, ortotik, kursi roda, alat bantu dengar, dan lain sebagianya.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kemenag, Nyayu Khodijah, mengatakan bahwa inisiatif ini penting dalam menjawab tantangan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Mereka harus dipastikan tetap mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan kesempatan yang sama untuk berkembang.
“Madrasah mungkin agak terlambat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Namun, dalam praktiknya madrasah sudah inklusif. Misalnya, madrasah menerima siswa tanpa membeda-bedakan, tidak mengenal batasan siswa miskin, tidak mengenal zonasi dan lain sebagainya,” ujar Guru Besar Psikologi Pendidikan UIN Raden Fatah Palembang itu mengutip laman Kemenag, Rabu (30/7/2025).
Ketersediaan dan pemerataan pendidikan inklusif untuk anak difabel jadi perhatian Gubernur Jakarta terpilih, Pramono Anung. Pramono pun membuka peluang untuk membangun Sekolah Luar Biasa bagi anak berkebutuhan khusus dan autistik.
Regulasi Soal Akomodasi Layak di Madrasah
Nyayu Khodijah menambahkan, pemerintah memberikan perhatian khusus dalam meningkatkan layanan bagi penyandang disabilitas.
Baginya, Kementerian Agama menekankan pendidikan yang unggul. “Keunggulan ini tidak memberikan batasan bagi peserta didik dari kelompok-kelompok penyandang disabilitas.”
Ini dibuktikan dengan keberadaan beberapa regulasi, seperti lahirnya Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 1 Tahun 2024 tentang Akomodasi yang Layak.
“Ini tentu memberikan semangat bagi kita bagaimana pendidikan inklusif bisa berjalan secara baik,” sambungnya.
Disambut Baik Pemda Kabupaten Semarang
Nyayu Khodijah menyampaikan bahwa data yang dihasilkan perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak agar semua anak disabilitas bisa menikmati pendidikan selayaknya anak non-disabilitas.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama; bukan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja, bukan pemerintah daerah saja tapi semuanya,” tandasnya.
Mewakili Pemda Kabupaten Semarang, (Plt) Kadis Disdikbudpora Kab. Semarang, M. Taufiqur Rahman, menyambut baik inisiatif Kemenag. Menurutnya, layanan terhadap siswa penyandang disabilitas termasuk program prioritas sangat diperhatikan oleh Bupati Semarang.
Dalam diskusi yang dipandu Staf Ahli Bupati Semarang, Adi Prasetyo, dirumuskan komitmen bersama bahwa anak penyandang disabilitas harus diberikan pelayanan terbaik dan difasilitasi dengan memberikan alat bantu sehingga mereka bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Hal ini didukung oleh perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemda Semarang sesuai dengan kewenangannya.
Advokasi Siswa Disabilitas di Bogor
Ini adalah pembahasan advokasi siswa penyandang disabilitas kedua yang digelar Direktorat KSKK Madrasah. Sebelum di Semarang, KSKK Madrasah telah membahas bersama hal ini dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, tepatnya pada 17 April 2025.
Hasil dari pendampingan 19 Madrasah di Kabupaten Bogor, tim Fasilitator dari Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) Bogor mengidentifikasi 450 peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dengan beragam hambatan dan kebutuhan penunjang yang diperlukan.
Data ini dibahas bersama agar dengan sejumlah pihak, agar persoalan anak penyandang disabilitas di Kabupaten Bogor mendapat solusi, baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, stakeholders pendidikan inklusif dan lainnya. Sehingga, pendidikan anak berkebutuhan khusus berjalan secara optimal.