Braille, Inovasi Abad ke-19 yang Tetap Relevan di Era Digital

Liputan6.com, Jakarta Huruf braille telah menjadi simbol kemandirian dan akses literasi bagi jutaan penyandang tunanetra di seluruh dunia selama lebih dari dua abad. Terlepas dari fakta bahwa metode baca tulis berbasis sentuhan ini awalnya berasal dari gagasan sederhana di abad ke-19, metode ini terus berkembang berkat penggunaan teknologi digital.

Dilansir dari New England College Optometry (NECO), braille telah menjadi sarana penting yang membantu dan mempertahankan literasi bagi jutaan orang di seluruh dunia, sebuah warisan yang terus relevan hingga kini.

Louis Braille, seorang pria asal prancis yang kehilangan penglihatannya sejak usia tiga tahun karena kecelakaan, menemukan sistem ini. Louis dikenal sebagai orang yang cerdas dan gigih meskipun dia hidup dalam kondisi yang sulit. Di Royal Institute for Blind Youth, ia mulai membangun metode untuk memungkinkan orang tunanetra membaca tanpa bantuan penglihatan.

Hasilnya adalah sistem kode dengan enam titik timbul yang dapat diraba dengan jari. Huruf, angka, dan notasi musik diwakili oleh kombinasi titik. Louis terus mengambangkan sistem braille hingga akhir hayatnya, menerbitkan buku pertamanya tentang braille pada 1829.

Meskipun awalnya braille kurang dikenal, ia mulai digunakan di seluruh Eropa dan Amerika setelah kematiannya di pertengahan 1850-an.

Tahun 1916, sekolah-sekolah tunanetra di Amerika mulai mengajarkan braille, dan pada 1932, sistem braille bahasa Inggris resmi distandarisasi. Hampir dua abad kemudian, braille masih digunakan oleh semua orang.

Braille adalah alat baca dan pemberdayaan. Penyandang tunanetra dapat menulis, membaca, dan bahkan mengekspresikan diri melalui sistem enak titik yang dapat diraba.

Kemampuan membaca braille meningkatkan kemandirian. Tulisan braille membantu orang di ruang publik membaca tanda ruangan, tombol lift, label obat, dan kemasan makanan. Dalam kehidupan sehari-hari, Anda bisa mendapatkan dokumen penting seperti surat bank, resep dokter, atau dokumen lain tanpa bantuan orang lain.

Braille sangat penting untuk membangun kemampuan literasi dalam pendidikan. Pelajar tunanetra dapat belajar mengeja, memahami tanda baca, dan menulis dengan struktur yang benar dengan meraba pola titik. Ini adalah pendidikan yang tidak selalu dapat diberikan melalui audio.

Bahkan penggunaan braille dapat memahami simbol, rumus, dan grafik dalam bidang sains dan matematika. Oleh karena itu, siswa tunanetra tidak hanya hanya menjadi pendengar pasif, mereka juga menjadi pembelajar yang memahami konsep dengan baik.

Braille masih tidak dapat diganti meskipun teknologi suara berkembang pesat. Selain mempertahankan hubungan langsung antara bahasa dan pemahaman, sistem ini menanamkan keyakinan bahwa orang tunanetra juga berhak mengakses dunia tulisan tanpa batas.

Braille tidak hanya digunakan pada kertas di era digital. Sistem ini terus dikembangkan untuk menjadi lebih canggih dan interaktif. Saat ini, teknologi bantu digital mengubah cara orang tunanetra berinteraksi dengan dunia luar.

1. Braille Refreshable

yang menampilan teks digital dalam bentuk titik-titik timbul yang dapat berubah setiap kali pengguna menavigasi layar komputer, ponsel, atau tablet. Alat ini memungkinkan penyandang tunanetra untuk membaca email, pesan, bahkan berita online.

2. Braille Notetaker 

Perangkat portable dengan layar titik timbul dan papan ketik braille. Pengguna dapat menulis catatan, menyimpan informasi, dan bahkan mengirim email dengan alat ini. Versi terbaru memiliki kemampuan text to speech, koneksi WIFI, dan cloud storage.

3.Braille e-reader

Yang memungkinkan pengguna membaca buku digital dari perpustakaan daring dalam format braille. Beberapa perpustakaan bahkan mulai menyediakan layanan peminjaman alat ini secara gratis.

4. Talkback (Android) dan VoiceOver (iOS)

Bisa terhubung dengan perangkat braille melalui Bluetooth, memudahkan pengguna menjelajahi media sosial dan situs web dengan sentuhan jari.

Sistem ini terus berkembang dari penemuan Louis Braille hingga integrasinya dengan kecerdasan buatan. Braille adalah simbol inklusi dan kesetaraan akses bagi penyandang disabilitas. Masa depan braille di era kecerdasan buatan memberikan harapan baru bagi penyandang tunanetra untuk hidup lebih terhubung, mandiri, dan setara di masyarakat digital.