Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan Jepang berhasil mengembangkan menyatakan bahwa teknologi penyuntingan gen mutakhir yang dapat menghilangkan kelebihan kromosom 21 penyebab Down syndrome alias sindrom Down.
Down syndrome adalah jenis disabilitas yang menyebabkan berbagai perbedaan perkembangan dan memengaruhi 1 dari 700 bayi baru lahir. Hal ini terjadi akibat adanya salinan ekstra pada kromosom 21.
Kromosom ekstra ini, juga dikenal sebagai trisomi 21, menyebabkan hiperaktivitas seluler, yang mengganggu berbagai proses di dalam tubuh. Hal ini dapat bermanifestasi dalam ciri-ciri fisik yang khas, kesulitan belajar, dan masalah kesehatan.
Penelitian dari Universitas Mie di Jepang yang dilakukan Ryotaro Hashizume dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknologi modifikasi DNA yang disebut Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR), membuat kelebihan kromosom pada sel yang terdampak dapat dihilangkan.
"Tim peneliti menggunakan teknologi penyuntingan genom CRISPR-Cas9 untuk menargetkan dan menghilangkan kromosom 21 tambahan dengan tingkat keberhasilan hingga 37,5%," seperti ditulis dalam laman resmi Universitas Mie pada 19 Februari 2025.
Dilansir New York Post, CRISPR-Cas9 adalah sistem penyuntingan gen yang memanfaatkan enzim untuk mengidentifikasi sekuens DNA spesifik. Setelah menemukan lokasi yang cocok, enzim akan memotong untaian DNA tersebut.
Peneliti, Ryotaro Hashizume dan rekan-rekannya merancang pemandu CRISPR untuk menargetkan hanya kromosom trisomi 21, sebuah proses yang disebut penyuntingan spesifik alel, yang mengarahkan enzim pemotong ke lokasi yang diinginkan.
Ketika mereka menggunakannya pada sel yang ditumbuhkan di laboratorium, penghilangan salinan gen tambahan tersebut menormalkan cara gen mengekspresikan diri di dalam tubuh — menunjukkan bahwa beban genetik telah dihilangkan.
Penyandang down syndrome memang memiliki keterbatasan, tapi jika dilatih tentunya sebagian dari mereka ternyata bisa berkembang. Salah satunya kedai kopi di Jakarta Selatan yang mempekerjakan penyandang down syndrome sebagai Barista. Berikut Berani B...
Setelah Kromosom Ekstra Dihilangkan
Peneliti juga menemukan bahwa setelah kromosom ekstra dihilangkan, gen yang terkait dengan perkembangan sistem saraf menjadi lebih aktif dan gen yang terkait dengan metabolisme menjadi kurang aktif.
Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa salinan ekstra kromosom 21 mengganggu perkembangan otak selama pertumbuhan awal janin.
Para peneliti juga menguji panduan CRISPR mereka pada fibroblas (sel kulit), yang merupakan sel non-stem dewasa yang diambil dari orang dengan sindrom Down.
Pada sel-sel yang telah berkembang sempurna ini, metode penyuntingan berhasil menghilangkan kromosom ekstra dalam sejumlah kasus. Namun, CRISPR juga dapat memengaruhi kromosom yang sehat, dan para peneliti sedang menyempurnakan program mereka sehingga hanya menempel pada salinan ekstra kromosom 21.
Dirancang untuk Terapi Kelebihan Genetik
Penelitian yang dipublikasikan dalam PNAS Nexus membuktikan bahwa, alih-alih melakukan perbaikan kecil, CRISPR dapat menghilangkan seluruh kromosom.
Hashizume dan timnya berharap bahwa penelitian mereka dapat digunakan untuk merancang terapi dan perawatan regeneratif yang mengatasi kelebihan genetik pada sumbernya.
Para peneliti akan terus menganalisis risiko perubahan DNA dan memantau bagaimana sel-sel yang dimodifikasi berfungsi dari waktu ke waktu dan viabilitasnya dalam pengaturan dunia nyata.
Meski masih dalam tahap uji laboratorium dan belum dapat diterapkan secara klinis, hasil penelitian ini membuka harapan baru dalam pengembangan terapi berbasis gen di masa depan.
"Di masa mendatang, pendekatan ini diharapkan dapat berkontribusi pada pencegahan dan perbaikan berbagai komplikasi yang terkait dengan kondisi ini," seperti tertulis di laman Universitas Mie.
Mengenal CRISPR-Cas9
Mengutip The Scientist, CRISPR-Cas9 adalah teknologi yang memungkinkan para peneliti untuk melakukan penyuntingan yang presisi dan terarah pada genom guna menentukan fungsi gen.
Untuk tujuan ini, para ilmuwan menggunakan RNA pemandu, yaitu rangkaian pendek sekuens RNA yang mengarahkan enzim Cas9 ke wilayah target genomnya. Enzim ini menyebabkan kerusakan DNA untai ganda, yang akibatnya menonaktifkan fungsi gen ketika sel tidak dapat memperbaiki kerusakan tersebut dengan benar.
American Council on Science and Health (ACSH) memaparkan, sistem CRISPR-Cas9 pertama kali diidentifikasi pada bakteri dan dianggap berperan sebagai "sistem imun" sel bakteri.
“Anda mungkin bertanya, mengapa bakteri membutuhkan sistem imun? Karena, seperti kita, bakteri dapat terinfeksi dan dibunuh oleh virus,” mengutip laman acsh.org.
Ketika virus menginfeksi sel bakteri (atau sel apapun), satu-satunya tugasnya adalah memperbanyak diri (replikasi). Biasanya, dalam proses ini, virus membunuh sel inangnya—dalam hal ini, sel bakteri. Untuk bereplikasi, virus memasukkan DNA-nya sendiri ke dalam sel bakteri. Namun, bakteri dapat mengetahui bahwa DNA virus tersebut bukan miliknya sendiri, melainkan milik penyerang asing.
Sistem CRISPR-Cas9 memungkinkan bakteri menghancurkan DNA virus ini dengan memotongnya, sehingga bakteri "terbebas" dari infeksi.
Pada tahun 2012, proses yang dijelaskan di atas dimodifikasi untuk menciptakan alat penyunting gen yang mengarahkan nuklease Cas9 ke mana pun dalam genom hanya dengan menyediakan RNA pemandu ke sel.
Penyuntingan ini bekerja untuk mengatur gen abnormal agar menjadi normal. Misalnya, seseorang memiliki riwayat penyakit Huntington (Htt) dalam keluarga. Saat kecil, orang tersebut menjalani tes genetik dan ternyata memiliki mutasi pada gen Htt.
Temuan mutasi ini menunjukkan bahwa orang tersebut akan mengidap penyakit Huntington saat mencapai usia 30-40 tahun. Huntington adalah suatu kondisi neurodegeneratif yang belum dapat disembuhkan.
Penyakit Huntington menyebabkan gangguan progresif pada kondisi fisik dan mental seseorang. Namun, teknologi CRISPR-Cas9 memungkinkan untuk memotong salinan gen Htt yang bermutasi dan menggantinya dengan salinan gen yang tidak berpenyakit. Dengan begitu, risiko mengidap huntington dapat ditekan bahkan sembuh.
“Hal ini, dengan hadirnya sistem CRISPR-Cas9, bukanlah mimpi yang jauh. Faktanya, ada beberapa perusahaan bioteknologi yang memanfaatkan teknologi ini untuk mengobati penyakit manusia,” jelas ACSH.