Liputan6.com, Tokyo - China akan kembali mengimpor makanan laut dari Jepang, setelah melarangnya pada 2023 karena kekhawatiran terhadap pembuangan air limbah yang telah diolah, namun masih mengandung kadar radioaktif rendah dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pertanian Jepang Shinjiro Koizumi.
Koizumi menjelaskan bahwa kesepakatan dicapai setelah pertemuan antara pejabat kedua negara di Beijing dan impor akan kembali dilakukan setelah seluruh proses administrasi diselesaikan.
"Makanan laut adalah komoditas ekspor penting bagi Jepang dan dimulainya kembali ekspor ke China merupakan tonggak penting," kata Koizumi pada Jumat (30/5/2025) seperti dilansir AP.
Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya juga menyambut baik kabar ini dengan mengatakan, "Ini akan menjadi langkah awal besar yang akan membantu Jepang dan China mengatasi sejumlah isu yang masih tersisa antara kedua negara."
Administrasi Umum Bea Cukai China menyatakan pada Jumat bahwa pada Rabu kedua pihak telah menggelar putaran baru pertukaran teknis mengenai isu keamanan produk perairan Jepang dan mencapai kemajuan substansial. Namun, mereka tidak menyebutkan adanya kesepakatan.
Alasan Larangan Impor China
China memblokir impor makanan laut dari Jepang karena mengatakan bahwa pelepasan air limbah yang sudah diolah dan diencerkan, namun masih mengandung sedikit radioaktivitas, dapat membahayakan industri perikanan serta komunitas pesisir di wilayah timur China.
Namun, pejabat Jepang mengatakan bahwa air limbah akan dilepaskan dengan tingkat keamanan yang sesuai atau bahkan melebihi standar internasional, sehingga dampak lingkungannya diperkirakan sangat kecil.
Kementerian Luar Negeri Jepang dalam pernyataannya menyebutkan Tokyo dan Beijing telah mengadakan tiga putaran pembicaraan sejak Maret terkait masalah ini sebelum akhirnya mencapai kesepakatan minggu ini mengenai persyaratan teknis yang diperlukan agar ekspor makanan laut Jepang ke China bisa dilanjutkan. Pihak kementerian tidak menyebutkan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum ekspor benar-benar dimulai kembali.
China Daratan dulunya merupakan pasar luar negeri terbesar bagi makanan laut Jepang, menyumbang lebih dari seperlima dari total ekspor makanan laut Jepang, disusul oleh Hong Kong. Larangan impor menjadi pukulan besar bagi industri perikanan, meskipun dampaknya terhadap perdagangan secara keseluruhan terbatas karena ekspor makanan laut hanya merupakan sebagian kecil dari total ekspor Jepang.
Pemerintah Jepang pun membentuk skema pemberian kompensasi khusus untuk para eksportirnya, terutama petani scallop, dan telah berupaya mencari pasar alternatif di luar negeri.
Tokyo Electric Power Company Holdings, perusahaan yang mengoperasikan PLTN Fukushima Daiichi, menyatakan akan memberikan kompensasi yang layak kepada para pelaku usaha Jepang atas kerugian yang ditimbulkan akibat larangan impor dari China.
Apa Pemicu Limbah Radioaktif Ini?
PLTN Fukushima Daiichi mengalami kerusakan parah pada tiga reaktor setelah terdampak gempa dan tsunami pada 2011. Air yang digunakan untuk mendinginkan inti reaktor telah menumpuk sejak saat itu dan para pejabat mengatakan bahwa stok air limbah yang sangat besar ini menghambat proses pembersihan lokasi.
Air limbah tersebut telah diolah dan diencerkan secara signifikan dengan air laut untuk mengurangi kadar radioaktivitas seminimal mungkin sebelum Jepang mulai melepaskannya ke laut pada Agustus 2023.
Pada September lalu, perdana menteri Jepang saat itu, Fumio Kishida, mengatakan kedua pihak telah mencapai tingkat pemahaman bersama tertentu bahwa China akan mulai berupaya melonggarkan larangan impor dan bergabung dalam pengawasan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) terhadap pelepasan air limbah.
Masyarakat di dalam dan luar Jepang ikut memprotes pelepasan air limbah ini. Kelompok nelayan Jepang menyatakan kekhawatiran bahwa hal ini akan semakin merusak reputasi makanan laut mereka. Kelompok di China dan Korea Selatan juga menyuarakan keprihatinan serupa.