Menlu AS Sebut Lebih dari 300 Visa Dicabut Karena Protes Pro-Palestina

4 days ago 21

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio menyatakan pada Kamis (27/3/2025), pemerintah telah mencabut 300 visa pelajar asing dengan alasan keterlibatan dalam aktivisme pro-Palestina. Kebijakan ini menuai protes karena dianggap mengabaikan proses hukum dan melanggar kebebasan berekspresi yang dijamin Amendemen Pertama Konstitusi AS.

"Jika Anda mengajukan visa pelajar ke AS dan mengaku datang bukan untuk belajar tapi untuk ikut gerakan yang merusak kampus, mengganggu mahasiswa, menduduki gedung atau membuat kerusuhan - visa Anda tidak akan kami beri. Jika Anda berbohong untuk mendapatkan visa, lalu masuk AS dan melakukan aktivitas semacam itu - visa AS Anda akan kami cabut," tutur Rubio seperti dikutip CBS News.

Rubio menambahkan bahwa jika visa seorang pelajar dicabut, "Anda tidak lagi berada di AS secara legal. Dan kami berhak, seperti halnya setiap negara di dunia, untuk mengeluarkan Anda dari negara kami."

Menurut Rubio, setidaknya terdapat 300 pelajar yang visanya telah dicabut.

"Kami melakukannya setiap hari. Setiap kali saya menemukan salah satu dari orang-orang gila ini, saya mencabut visa mereka," ujarnya.

Tidak jelas apakah para pelajar ini diberitahu tentang pencabutan visa mereka sebelumnya.

Pernyataan Rubio ini disampaikan sebagai tanggapan atas pertanyaan mengenai Rumeysa Ozturk, mahasiswi pascasarjana Universitas Tufts asal Turki yang ditahan oleh Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) di Massachusetts pada Selasa (25/3).

Juru bicara Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan Ozturk "terlibat dalam aktivitas mendukung Hamas", namun tidak memberikan rincian tentang apa yang dituduhkan padanya. Ozturk adalah satu dari empat mahasiswa yang tercatat sebagai penulis opini di koran kampus pada Maret 2024 yang mendesak Tufts mengadopsi resolusi pemerintah mahasiswa untuk "mengakui genosida Palestina" dan "melepaskan investasi dari perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan Israel." Artikel tersebut tidak menyebut Hamas.

Ozturk saat ini ditahan di fasilitas detensi federal di Louisiana.

Universitas Tufts menjelaskan bahwa Ozturk ditangkap saat pulang dari acara buka puasa. CCTV menunjukkan dia ditahan oleh enam agen ICE yang mengenakan masker dan pakaian sipil serta mengendarai mobil tanpa tanda.

Seorang mahasiswa doktoral Universitas Alabama asal Iran, Alireza Doroudi, juga ditahan pada Selasa. Hingga Kamis, alasan dan lokasi penahanannya belum jelas.

Baik Ozturk maupun Doroudi berada di AS dengan visa F-1, yang memungkinkan mahasiswa internasional belajar penuh waktu di universitas AS.

Promosi 1

Kasus Mahmoud Khalil

Penahanan Ozturk dan Doroudi menyusul penahanan Mahmoud Khalil, mantan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia yang aktif dalam protes pro-Palestina 2024. Khalil adalah warga Palestina kelahiran Suriah yang memiliki kartu hijau atau green card (izin tinggal permanen), bukan visa pelajar. Pengacaranya, Amy Greer, mengatakan saat penahanan agen ICE menyatakan mereka bertindak berdasarkan perintah Kementerian Luar Negeri AS untuk mencabut visa pelajarnya, tetapi ketika mengetahui Khalil adalah penduduk tetap dengan kartu hijau, mereka juga mencabut statusnya.

Pemerintah kemudian menggunakan pasal langka dalam hukum imigrasi AS untuk membenarkan penahanan dan deportasi Khalil, dengan alasan menteri luar negeri berhak mendeportasi non-warga negara jika kehadiran dan aktivitas mereka dianggap mengancam kepentingan kebijakan luar negeri AS, terkait dugaan dukungan kepada Hamas, kelompok teroris yang ditetapkan AS.

Dalam dokumen pengadilan pekan ini, pemerintah juga menuduh Khalil tidak mengungkapkan keterlibatannya dengan UNRWA (badan PBB untuk pengungsi Palestina), kantor Suriah di Kedutaan Inggris di Beirut, dan kelompok Columbia University Apartheid Divest dalam formulir imigrasinya.

Pemerintah menyatakan klaim pengacara Khalil bahwa penahanannya melanggar Amendemen Pertama sebagai "pengalihan perhatian".

Khalil saat ini ditahan di fasilitas federal di Louisiana.

Rubio menyebutkan setelah penahanan Khalil bahwa pemerintah akan mencabut visa dan kartu hijau "pendukung Hamas di AS agar mereka bisa dideportasi."

Ketika ditanya di acara "Face the Nation with Margaret Brennan" apakah Rubio memiliki bukti keterkaitan dengan terorisme atau apakah Khalil hanya menyuarakan pandangan politik kontroversial, Rubio mengutip rekaman berita, mengatakan "mereka menduduki gedung, merusak kampus."

Rubio mengatakan Khalil "akan pergi — dan begitu juga yang lain."

"Kami akan terus melakukannya," ujarnya tentang pencabutan visa.

Serikat profesor AS menggugat pemerintah pada Rabu (26/3), menuduh penahanan mahasiswa asing melanggar kebebasan berekspresi. Mereka juga menolak ancaman pemotongan dana USD 400 juta untuk Universitas Columbia, yang mereka cap sebagai taktik politik.

Gugatan mereka merujuk pada pernyataan Presiden Donald Trump di media sosial (4/3) yang mengancam akan menangkap peserta "unjuk rasa ilegal". Para penggugat menegaskan bahwa istilah "unjuk rasa ilegal" dalam hukum AS sangat terbatas definisinya, sehingga tidak bisa digunakan secara semena-mena untuk membungkam protes.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |