Jejak Hubungan Indonesia-Israel dari Dulu hingga Sekarang

3 days ago 18

Liputan6.com, Jakarta - Merangkum sejumlah sumber, diketahui bahwa ide untuk membuka hubungan diplomatik Indonesia dan Israel pernah dilontarkan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat menjabat sebagai presiden periode 1999-2001. Namun, kala itu ia juga mendapat tentangan keras dari sebagian masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

Indonesia hingga saat ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Meski sama-sama terdaftar sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Ini berarti tidak ada kontak dan komunikasi permanen antara kedua negara. Indonesia dan Israel juga tidak saling mengirim diplomat. Alhasil, tidak ada kantor perwakilan atau kedutaan Israel di Indonesia dan sebaliknya.

Kendati demikian, tidak adanya hubungan diplomatik bukan berarti tidak ada hubungan apa-apa antara Indonesia dan Israel.

Laporan VOA Indonesia yang dikutip Jumat (30/5/2025) menyebut bahwa yang paling jelas terlihat adalah terkait wisata reliji. Warga Indonesia, baik yang nasrani maupun muslim kerap berziarah ke Yerusalem, Israel.

Karena tidak ada hubungan diplomatik antara kedua negara, maka pengajuan visa biasanya dilakukan dalam grup oleh agen perjalanan di Indonesia dan disampaikan ke agen lokal di Israel.

Bentuk visa yang diberikan Israel adalah paper visa, lembaran yang tidak ditempel di paspor dan berisi nama-nama orang yang diizinkan berkunjung.

Sementara bagi warga Israel yang ingin berkunjung ke Indonesia, dapat mengajukan visa di Kedutaan Indonesia di negara ketiga, misalnya di Singapura atau Thailand. Biayanya disebut sebesar US$600 atau sekitar Rp9 juta.

Panas Dingin Hubungan Israel dan Indonesia

Hubungan Indonesia dan Israel yang ‘sederhana’ itu sempat menghadapi gejolak pada pertengahan 2018. Indonesia dan Israel sempat saling melarang kunjungan warga negara satu sama lain.

Hal ini bermula ketika pada pertengahan Mei 2018, pemerintah Indonesia tidak lagi memberikan visa dan melarang warga Israel berkunjung, sebagai protes atas tewasnya puluhan warga Palestina oleh tentara Israel di Jalur Gaza.

Sebagai aksi balasan, Israel pun mulai 9 Juni 2018, melarang seluruh pemegang paspor Indonesia berkunjung ke Israel, membuat mereka yang telah memiliki visa untuk berziarah ke Yerusalem, kebingungan.

Juru bicara Kemenlu Israel, Emmanuel Nahshon, pada Rabu 30 Mei 2018, menyebut "Israel telah berusaha mengubah keputusan Indonesia. Namun, langkah yang kami lakukan tampaknya gagal. Hal itu mendorong kami melakukan tindakan balasan.”

Namun, Israel pada Rabu 27 Juni 2018, mencabut larangan kunjungan dan pemberian visa pada warga Indonesia tersebut.

Emmanuel Nahshon mencuit bahwa larangan itu tidak lagi berlaku setelah “pemerintah Indonesia juga mencabut larangan kunjungan bagi turis Israel. Berita bagus.”

Sebelumnya, pelaku industri pariwisata Israel diungkapkan mengkritik kebijakan larangan kunjungan bagi warga Indonesia, karena mengancam pemasukan mereka. Sekitar 30.000 peziarah nasrani asal Indonesia mengunjungi Israel setiap tahunnya.

Sementara di sisi Indonesia, Juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir menegaskan tidak pernah ada “komunikasi rahasia” dengan Israel, terkait pencabutan larangan itu.

"Pemberian visa itu adalah hak masing-masing negara. Soal visa ini adalah isu teknis, bisa ditanyakan langsung kepada instansi terkait yang menangani masalah ini yaitu imigrasi,” tutur Arrmanatha pada akhir Juni.

Jejak Hubungan Masa lalu Israel dan Indonesia

Jika dilihat lebih jauh ke belakang, hubungan Indonesia dan Israel telah terjalin dalam berbagai bentuk.

Dalam bukunya Douglas A-4 Skyhawk : Attack and Close Support Fighter Bomber (2004), Jim Winchester menulis Indonesia pernah membeli pesawat A-4 Skyhawk dari Israel.

Pembelian pesawat tempur itu dilakukan "secara rahasia" melalui perantara Amerika, karena Indonesia tidak punya hubungan diplomasi dengan Israel.

"Empat belas single-seat dan dua two-seat Skyhawk dikirim pada November 1979," tulis Winchester.

Dan tidak hanya itu, penerbang TNI Angkatan Udara juga dilatih untuk menerbangkan Skyhawk di Israel. Pengalaman ini diceritakan Djoko Poerwoko dalam buku biografinya, Menari di Angkasa (2007).

Djoko menyebut dia dan sembilan perwira lainnya diterbangkan ke Israel untuk berlatih dengan instruktur Israel. Program terkait pembelian pesawat Skyhawk ini kemudian dikenal sebagai Operasi Alpha.

Masih di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, pernah menemui Presiden Soeharto secara diam-diam di kediamannya di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, pada Oktober 1993. Pertemuan itu berlangsung selama satu setengah jam.

Sejumlah media kala itu menyebutkan bahwa PM Israel itu meminta agar Indonesia, sebagai Ketua Gerakan Nonblok, lebih aktif mendorong negara-negara Arab agar mendukung upaya perdamaian Israel-Palestina.

Ada pula yang menuliskan bahwa kunjungan Rabin adalah bentuk upaya negosiasi agar Indonesia mau menjalin hubungan diplomasi dengan Israel, apalagi sebelumnya telah terjadi jual-beli pesawat Skyhawk.

Lebih jauh lagi, pada tahun 2001, Presiden Abdurrahman Wahid, melalui surat keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Luhut Binsar Pandjaitan, mewujudkan hubungan dagang Indonesia-Israel, meskipun tanpa adanya hubungan diplomatik.

Keputusan itu sempat mendapat penolakawan dari lawan-lawan politiknya, terutama dari kalangan kelompok Islam yang menolak hubungan apapun dengan pemerintah Israel.

Jejak Hubungan Dagang Israel dan Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan, selama lima bulan pertama 2018, Indonesia mengekspor lemak, minyak nabati dan hewani ke Israel, dengan total nilai sekitar US$13 juta atau sekitar Rp198 miliar.

Indonesia juga mengekspor alas kaki ke Israel, dengan nilai US$6,4 juta atau Rp97 miliar.

"Nilainya kecil,” tegas Kepala BPS Suhariyanto.

Tidak hanya ekspor, Indonesia sejak awal tahun 2000an juga aktif mengimpor berbagai barang dari Israel.

Meskipun begitu, nilai impor ini terus menurun dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPS, jika nilai impor dari Israel pada 2012 mencapai US$183,9 juta atau Rp2,9 triliun, angkanya turun menjadi US$103,1 atau Rp1,6 triliun pada 2016.

Saat itu disebutkan bahwa kebanyakan yang diimpor dari Israel adalah "produk kimia", seperti gula fruktosa, sirup dan alkohol.

Presiden Joko Widodo sendiri pada Konferensi Tingkat Tinggi OKI, Maret 2016 lalu, tegas menyuarakan boikot terhadap “produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan”.

Pada Maret 2023, Indonesia dibatalkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 karena ada pihak yang menolak kedatangan tim Israel. Sentimen negatif terhadap Israel masih tinggi.

Penentangan untuk menyambut kedatangan tim Israel di Indonesia yang terjadi belakangan ini muncul akibat sentimen negatif terhadap negara tersebut. Kebanyakan orang mengutip rasa solidaritas mereka terhadap rakyat Palestina sebagai alasan penolakan terhadap Israel.

Pada 2024, Indonesia diberitakan menormalisasi hubungan diplomasi dengan Israel demi masuk Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) Lalu Muhammad Iqbal melalui pernyataan tertulisnya, merespons bahwa proses keanggotaan Indonesia untuk OECD akan memakan waktu cukup panjang.

Tahun 2025 ini, Presiden Prabowo membuat pernyataan kontroversial terkait Israel. Ia menyatakan Indonesia siap membuka hubungan diplomatik dengan negara zionis tersebut jika mau mengakui Palestina sebagai negara merdeka. Menurut Prabowo, hal itu sebagai sebuah solusi dua negara atau two state solution.

Read Entire Article