Jejak Kalashnikov hingga Sukhoi dalam 75 Tahun Hubungan Diplomatik Rusia-Indonesia

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Pada 3 Februari 2025, Rusia dan Indonesia merayakan ulang tahun ke-75 hubungan diplomatik. Selama lebih dari tujuh dekade tersebut, kedua negara telah mengembangkan interaksi bilateral dalam berbagai bidang termasuk politik, ekonomi, pendidikan, dan budaya.

Terkait perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Rusia dan Indonesia, mantan Duta Besar Rusia untuk Indonesia periode September 1999 - Juli 2004 Vladimir Plotnikov berbagi pandangan dan pengalamannya selama bertugas di Indonesia.

Berikut catatan Plotnikov yang bertajuk "Halaman penting dalam sejarah hubungan Indonesia - Rusia" seperti dikutip dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Liputan6.com:

Bulan Desember 1998, saya diberitahukan bahwa Kementerian Luar Negeri Rusia telah mengambil keputusan untuk mengangkat saya sebagai Duta Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia. Mendengar kabar ini, saya merasa amat gembira dan bangga. Sebelumnya, saya sudah tiga kali bertugas di Indonesia: mula-mula staf konsulat jenderal di Surabaya lantas staf kedutaan besar, dan terakhir sebagai deputy chief of mission (1993-1997) di Jakarta. Secara keseluruhan, saya bekerja di negeri indah permai itu 14 tahun. Betul-betul saya sudah kerasan di situ.

Namun demikian, saya dengan jelas dan gamblang mengerti betapa sulit mengemban misi duta besar di Indonesia yang merupakan negara dominan di kawasan Asia Tenggara dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia, serta kondisi geografis, geostrategis, dan geopolitis yang istimewa. Hal-hal tersebut menuntut persiapan matang dan menyeluruh. Guna mendapatkan bahan pemikiran, saya menghubungi beberapa anggota parlemen Rusia peserta kelompok antar parlemen untuk meningkatkan hubungan antara Rusia dan Indonesia. Kita sepakat untuk menyelenggarakan seminar atau loka karya dengan ikut sertanya para pegawai negeri, politisi, pengusaha, dan pengamat Indonesia. Kira-kira satu bulan kemudian, seminar demikian telah diadakan di Gedung Parlemen Rusia dengan jumlah peserta beberapa puluh orang. Kesimpulannya secara bulat adalah: hubungan kerja sama antara negara-negara kita sudah lama berada pada taraf yang jauh dari memuaskan. Kedua belah pihak tidak memanfaatkan potensi yang menguntungkan di bidang perdagangan, ekonomi, pertahanan, dan sosial budaya. Sebab itu, pesan bagi duta besar: mencari, mengusahakan atau menciptakan segala peluang dan kesempatan guna memulihkan dan memajukan aneka ragam kerja sama Federasi Rusia dan Republik Indonesia.

Berdasarkan pengalaman kerja di Indonesia dan negara-negara lain, saya paham bahwa perluasan serta peningkatan hubungan perdagangan dan ekonomi dapat makan waktu yang cukup lama. Sedangkan kerja sama di bidang teknik militer bisa ditingkatkan dalam waktu lebih singkat. Apalagi dengan Tentara Nasional Indonesia yang pada tahun-tahun 1990-an menghadapi pembatasan atau embargo penuh untuk suku cadang dari pihak Barat untuk semua matra TNI dan jenis pasukan.

Oleh karena itu, saya telah mengambil keputusan untuk mementingkan pada saat ini bidang pertahanan dalam pekerjaan kedutaan besar. Untuk tujuan ini, saya membentuk kelompok kerja, semacam satuan tugas, di mana anggotanya adalah duta besar, deputy chief of mission, atase militer, pejabat-pejabat dari Perwakilan Perdagangan dan Rosoboroneksport - organisasi yang mengatur kerja sama pertahanan dengan negara asing.

Dalam menjalankan kegiatan di bidang peningkatan interaksi militer antara kedua negara kita pihak Rusia berpegang teguh pada dua prinsip penting.

Prinsip pertama. Kami ingin dan berusaha memulihkan yang hilang. Rusia dan Indonesia memiliki tradisi lama dalam hubungan militer. Pada tahap awal berdirinya Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat justru peralatan militer dari Uni Soviet memperkuat posisi Indonesia di gelanggang internasional. Saya masih ingat ketika bertugas di Surabaya, saya sering kali berkunjung ke Ujung - pangalan utama Angkatan Laut TNI - untuk membantu kepada para teknisi Rusia yang mengadakan perawatan 12 kapal selam buatan Soviet. Saya sempat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa seluruh armada Indonesia waktu itu terdiri dari kapal-kapal bikinan Rusia, di antaranya kapal penjelajah, beberapa kapal perusak, kapal penyapu ranjau dan lain sebagainya. Sama halnya dengan Iswahjudi - pangkalan utama Angkatan Udara Indonesia, di mana waktu itu sekitar 70 persen pesawat terbang militer merupakan pesawat Soviet.

Prinsip kedua. Indonesia, sebagai negara berdaulat, bebas membeli peralatan militernya dari negara mana pun. Kerja sama militer antara Rusia dan Indonesia tidak merugikan atau tidak untuk mengancam negara lain. Untuk menjaga perdamaian dan kedaulatannya setiap negara berhak memiliki tentara yang kuat, dilengkapi dengan peralatan militer modern.

Untuk memulihkan yang hilang pada awal mulanya proses ini mustahil menggunakan langkah-langkah besar. Pertama-tama mutlak perlu menciptakan suasana menguntungkan, opini umum positif. Guna mencapai tujuan ini selama dua tahun pertama sebagai duta besar, sering kali saya berusaha mengadakan wawancara atau memberikan komentar pada mass media Indonesia. Di Rusia pada waktu cuti tahunan saya juga berusaha mengadakan wawancara dengan mass media lokal serta bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi untuk membicarakan kesempatan peningkatan hubungan dengan Indonesia. Salah satu pertemuan demikian terjadi pada tahun 2001, ketika bersama dengan Direktur Utama pabrik pesawat Sukhoi Mikhail Pogosyan kami membahas prospek terbangnya pesawat ini di langit Indonesia.

Pada tahun 2000-2001 buah-buah pertama mulai lahir. Sesuai dengan permintaan Presiden Indonesia Bapak Abdurrahman Wahid kepada saya di Istana Negara, Rusia mengirim dua partai senjata otomatis Kalashnikov AK-101 dan AK-102 - kira-kira 10 ribu pucuk - untuk Brimob.

Pada tahun 2002 perusahaan militer Rusia di Kota Armavir menghasilkan serta mengadakan pasokan kendaraan tempur lapis baja BTR-80A.

Langkah penting selanjutnya terjadi pada tanggal 5 Oktober 2002. Pada waktu acara peringatan HUT TNI ke-57 di Balai Sudirman Kepala Staf Angkatan Udara TNI Marsekal Chappy Hakim mendekati saya dan minta waktu untuk berbicara. Kami minggir di pojok ruangan besar. Di situ agak mendadak bagi saya beliau bilang: "Saya ingin sekali melihat pesawat-pesawat Sukhoi terbang di langit Indonesia." Kata-kata ini betul-betul bikin saya kaget. Beberapa detik kemudian saya menjawab: "Sulit dibayangkan, betapa besar harapan saya untuk menyaksikan pesawat militer buatan Rusia melayang-layang di langit Indonesia." Akhirnya kami bersepakat untuk bertemu beberapa hari lagi guna melanjutkan percakapan itu.

Memang tiga hari kemudian saya dipersilahkan untuk mengunjungi Markas Besar AURI. Setelah pertemuan pertama di Cipayung, proses pembicaraan pembelian pesawat Sukhoi berjalan cukup lancar.

Halaman baru dalam sejarah hubungan bilateral dibuka oleh kunjungan resmi Presiden Republik Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri ke Rusia bulan April 2003. Kunjungan itu selama beberapa bulan dipersiapkan secara intensif baik di Moskow, maupun di Jakarta.

Pada tanggal 21 April di Kremlin, yang merupakan jantung ibu kota Federasi Rusia, Presiden Vladimir Putin dan Presiden Megawati Soekarnoputri mengadakan pembicaraan empat mata. Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia menyampaikan harapannya agar supaya kedua negara kita memperluas kerja sama bukan hanya di bidang sosial budaya, tetapi juga politik, perdagangan, dan pertahanan.

Sesudah pertemuan ini pada konperensi pers untuk menjelaskan hasil pembicaraannya dengan Putin, Ibu Megawati menekankan bahwa Indonesia dan Rusia sepakat untuk berperang bersama melawan terorisme internasional.

Sementara itu, Presiden Putin mengatakan bahwa Moskow menghargai tinggi sikap Jakarta dalam berbagai forum multilateral.

Sebagai titik kulminasi perundingan bilateral di Kremlin telah diadakan penandatanganan oleh kedua kepala negara deklarasi mengenai dasar hubungan persahabatan dan kemitraan diantara Federasi Rusia dan Republik Indonesia pada Abad ke-21. Setelah deklarasi, wakil-wakil Rusia dan Indonesia menandatangani pula kontrak pembelian dua pesawat jet tempur Sukhoi Su-27SK, dua pesawat Sukhoi Su-30MK, dan dua buah helikopter tempur Mi-35.

Perlu ditambahkan, bahwa kira-kira dua bulan kemudian pihak Indonesia mengirim enam orang penerbang militer serta 18 orang teknisi untuk belajar serta berlatih di Rusia.

Biasanya untuk pasokan peralatan militer, apa lagi yang berteknologi canggih seperti pesawat terbang modern, proses pembuatan alat-alat itu membutuhkan waktu dari satu sampai tiga tahun. Namun, pihak Indonesia telah meminta untuk mempercepat pengiriman pesawat-pesawat tersebut. Untuk mengabulkan permintaan ini pimpinan pabrik raksasa di kawasan Timur Jauh Rusia di Kota Komsomolsk pada tepi sungai Amur memutuskan untuk mengambil empat buah pesawat terbang yang perakitannya sudah hampir rampung. Untuk membuat pesawat ini layak terbang di kawasan udara Indonesia maka beberapa jenis peralatan, misanya radar, kursi lontar, diganti sesuai dengan keperluanAURI.

Pada akhir Agustus 2003, empat pesawat terbang Sukhoi tiba di Lanud Iswahjudi, Madiun, bersama dengan grup teknisi Rusia - kira-kira 40 orang - guna melaksanakan perakitan pesawat tersebut. Tampak hadir menyambut kedatangan pesawat-pesawat Sukhoi, Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto, KSAU Marsekal TNI Chappy Hakim serta Pangkoopsau II Marsekal Muda TNI Teddy Sumarno. Seusai acara penerimaan Panglima TNI menyatakan bahwa pengadaan pesawat tempur Sukhoi ini untuk menjaga dan mengamankan kedaulatan dan kehormatan bangsa Indonesia. Yang lebih penting lagi, keutuhan dan kehormatan bangsa Indonesia, tidak lagi didikte oleh negara lain manapun. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara ketiga yang menggunakan pesawat tempur Sukhoi, setelah Vietnam dan Malaysia.

Penerbangan perdana pesawat tempur Sukhoi dilaksanakan pada tanggal 20 September 2003. Untuk menghadiri acara ini saya terbang dari Jakarta ke Lanud Iswahjudi. Sekitar jam 11.00, Marsekal Muda TNI Teddy Sumarno dan saya berdiri di ujung landasan pacu untuk menyambut penerbangan Sukhoi yang pertama di kawasan udara di atas pulau Jawa.

Pada tanggal 5 Oktober 2003 untuk memperingati Hari Jadi ke-58 TNI, parade militer berlangsung di Surabaya di dermaga pangkalan ALRI Ujung. Dalam bagian demonstrasi udara parade ini ikut serta pesawat tempur Sukhoi Su-27SK dan helikopter tempur Mi-35 yang diterbangkan oleh pilot-pilot Indonesia.Menyaksikan keterampilan pilot Indonesia ini para atase militer yang mewakili negara-negara Barat tidak mau percaya, bahwa penerbang-penerbang militerIndonesia dapat mencapai tingkat kemahiran yang begitu tinggi selama dua setengah bulan berlatih di Rusia. Kepada delegasi-delegasi perusahaan negara Rusia Rosoboroneksport dan pabrik pesawat terbang dari Komsomolsk beberapa orang pemimpin TNI mengucapkan terima kasih atas pasokan peralatan militer itu dalam waktu yang begitu singkat. Dengan demikian, ditegaskan oleh mereka, Federasi Rusia sekali lagi membuktikan bahwa negara ini merupakan mitra kerja sama yang dapat diandalkan, mitra yang tidak menggunakan dalih-dalih yang dibuat-buat guna menghambat atau bahkan membatalkan pasokan peralatan pertahanan sesuai dengan kontrak-kontrak yang ditutup dengan negara asing apapun.

Memang, waktu berlalu cepat sekali. Peristiwa yang diutarakan di atas mengambil tempat lebih dari 20 tahun lalu dan sudah menjadi sejarah. Namun, menurut anggapan orang banyak halaman sejarah ini tidak boleh dilupakan dan patut dibanggakan di masa depan.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |