Liputan6.com, Jakarta - Indonesia resmi meluncurkan program konservasi hutan dan lahan gambut di tingkat provinsi untuk menurunkan emisi karbon sekaligus membuka akses pembiayaan internasional berbasis hasil.
Program ini didukung oleh UN-REDD dan didanai oleh pemerintah Inggris, dengan tujuan memperkuat komitmen iklim Indonesia serta mendorong pengelolaan hutan dan mata pencaharian berkelanjutan.
Program bertajuk Growing Resilience through Emissions Reductions, Community Empowerment and Ecosystem Restoration for a Nurturing Future atau GREEN for Riau ini akan difokuskan di Provinsi Riau, salah satu wilayah dengan cadangan hutan dan lahan gambut terbesar di Pulau Sumatra.
Peluncuran ini menjadi bagian dari percepatan upaya Indonesia mencapai target Enhanced Nationally Determined Contributions (eNDCs) dalam kerangka Persetujuan Paris, yakni mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen secara nasional, dan hingga 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Sektor penggunaan lahan dan kehutanan menjadi komponen utama dalam pencapaian target ini, didukung oleh kebijakan FOLU Net Sink 2030 dan Sistem Informasi Safeguard untuk REDD+.
Inisiatif Riau Hijau bertujuan membangun kesiapan REDD+ di tingkat provinsi dengan memperkuat tata kelola, transparansi, kapasitas teknis, serta keterlibatan multipihak. Program ini akan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan dan lahan gambut, mendorong ekonomi hijau, serta memastikan pembagian manfaat yang adil.
Melalui pendekatan inklusif dan sistem pemantauan yang kuat, program ini diharapkan membuka akses terhadap Pembayaran Berbasis Hasil (Results-Based Payments/RBP), sekaligus menyelaraskan upaya lokal dengan standar pengelolaan hutan internasional. Program ini juga mendapat dukungan teknis dari United Nations Environment Programme (UNEP) dan Food and Agriculture Organization (FAO).
"Riau menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mengadopsi standar pasar karbon hutan berintegritas tinggi untuk mengakses pembayaran berbasis hasil," ujar Gita Sabharwal, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia. "Langkah ini dapat menjadi model bagi provinsi dan negara lain dalam mendorong transisi hijau."
Lahan gambut di kawasan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur, terbakar pada Rabu sore. Kebakaran terus meluas hingga beberapa hektar akibat sengatan cuaca panas.
Riau Punya 4,9 Juta Hektar Lahan Gambut
Riau sendiri memiliki 4,9 juta hektar lahan gambut, menyimpan salah satu cadangan karbon terbesar di Indonesia. Namun, provinsi ini mengalami deforestasi dan degradasi besar-besaran.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, antara 1990 hingga 2020, Riau kehilangan sekitar 2,8 juta hektar hutan akibat ekspansi pertanian, pembalakan liar, dan kebakaran. Selain meningkatkan emisi karbon, kondisi ini juga berdampak pada kesehatan, ekonomi lokal, risiko bencana, mata pencaharian masyarakat, serta memicu konflik lahan.
Gubernur Riau, H. Abdul Wahid, yang menjadi tuan rumah acara peluncuran, menyatakan bahwa inisiatif ini menjadi kesempatan untuk menguji penerapan standar internasional, memperkuat keterlibatan sektor swasta, serta membuka peluang replikasi di wilayah lain. "Ini menjadi pembayaran berbasis hasil pertama yang fokus pada lahan gambut," ujarnya.
Peluncuran ini juga menjadi momentum untuk membangun visi bersama dan menyusun arah strategis pelaksanaan REDD+ di Riau, termasuk memperjelas peran lintas sektor dan memastikan partisipasi penuh dari semua pemangku kepentingan, terutama Masyarakat Adat dan komunitas lokal.
Upaya Menangani Perubahan Iklim
Dengan bergabungnya Riau, Indonesia kini memiliki beberapa provinsi—termasuk Jambi dan Kalimantan Timur—yang menerapkan pendekatan yurisdiksional untuk menangani perubahan iklim melalui pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Namun, Riau menjadi yang pertama dengan fokus restorasi lahan gambut dan penyelarasan penuh dengan standar pasar karbon internasional.
Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Matthew Downing, menyampaikan dukungannya terhadap program ini. "Inggris bangga bermitra dengan Indonesia dalam proyek penting ini untuk memperkenalkan sistem inisiatif karbon hutan berintegritas tinggi dan menciptakan pasar kredit karbon yang dinamis," ujarnya.
Downing juga menambahkan, proyek ini menandai kemajuan dalam kemitraan strategis Inggris-Indonesia yang lebih dalam, sebagaimana disepakati oleh Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Sir Keir Starmer saat bertemu tahun lalu di Inggris. "Kami berharap kerja sama ini dapat memperkuat hubungan bilateral sekaligus menciptakan pertumbuhan ekonomi dan planet yang lebih layak huni bagi masyarakat kita," tutupnya.