Liputan6.com, Mekkah - Menjelang pelaksanaan haji 2025 yang resmi dimulai pada 4 Juni, Pemerintah Arab Saudi memusatkan perhatian pada satu tantangan utama yakni panas ekstrem.
Setelah gelombang panas tahun lalu menewaskan lebih dari 1.300 jemaah—kebanyakan di antaranya tidak memiliki izin resmi dan akses ke fasilitas pendingin—kerajaan kini meningkatkan langkah mitigasi secara besar-besaran demi memastikan keselamatan jutaan jemaah haji.
Hingga 30 Mei, lebih dari 1,3 juta jemaah telah tiba di Mekkah.
Suhu udara diperkirakan kembali melampaui 40 derajat Celsius selama pelaksanaan ibadah tahunan yang menjadi salah satu dari lima rukun Islam.
Arab Saudi mengklaim telah mengoperasikan sistem pendingin terbesar di dunia untuk haji tahun ini. Fasilitas tersebut termasuk lebih dari 400 unit pendingin udara raksasa dan perluasan area teduh hingga 50.000 meter persegi di sekitar area ibadah.
"Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menjadikan haj tahun ini lebih aman," ujar Menteri Haji Saudi, Tawfiq al-Rabiah dalam wawancara dengan AFP, seperti dikutip dari laman Straits Times, Senin (2/6/2025).
Ribuan tenaga medis juga disiagakan di berbagai titik strategis untuk memberikan penanganan cepat jika ada jemaah yang mengalami gejala kelelahan akibat panas atau dehidrasi.
Manfaatkan Teknologi AI dan Drone
Lebih dari sekadar pendingin fisik, pemerintah juga memanfaatkan kecerdasan buatan dan teknologi drone untuk mengawasi kerumunan serta mendeteksi potensi bahaya.
Sistem ini membantu mengelola aliran informasi dan rekaman video dari seluruh wilayah Mekkah guna mengambil keputusan cepat dalam situasi darurat.
Langkah ini menjadi penting mengingat kompleksitas logistik ibadah haji yang melibatkan jutaan orang dalam waktu dan lokasi yang sangat terbatas.
Salah satu faktor utama tingginya angka kematian tahun lalu adalah keberadaan jemaah tidak terdaftar yang tidak memiliki akses ke tenda ber-AC, layanan transportasi, atau bantuan medis resmi. Untuk itu, pemerintah meluncurkan kampanye besar-besaran untuk menindak jemaah ilegal.
Melalui patroli drone, razia intensif, dan peringatan SMS, pihak berwenang berusaha mencegah masuknya jemaah tanpa izin resmi. Mereka yang tertangkap tidak hanya dikenai denda dan deportasi, tetapi juga berisiko mendapat larangan masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun.