Liputan6.com, Beijing - Perebutan warisan di China berubah jadi kisah mengejutkan usai sepasang kakak beradik yang berseteru soal harta peninggalan senilai 3 juta yuan atau sekitar Rp6,8 miliar tanpa sengaja menemukan fakta bahwa mereka bukan anak kandung dari orangtua yang telah meninggal.
Kasus ini mencuat setelah sang ayah, bermarga Sun, meninggal dunia pada Maret 2025 di Kota Tianjin, China utara, seperti dilaporkan Henan Broadcasting System, dilansir dari SCMP, Kamis (31/7/2025).
Sebelum meninggal, sang ayah telah mengalihkan kepemilikan properti senilai 3 juta yuan hanya kepada putranya.
Ia juga meninggalkan pernyataan yang meminta sang anak laki-laki untuk memberikan "kompensasi yang wajar" kepada putri angkatnya.
"Putri kami memang anak angkat, tapi kami selalu memperlakukannya seperti anak kandung sendiri. Di masa tua, putra kami yang merawat kami. Kami menyerahkan rumah itu kepadanya, dan dia berniat memberikan kompensasi kepada saudara perempuannya. Kami berharap kalian bisa tetap akur seperti saudara kandung," demikian isi pernyataan terakhir orangtua mereka.
Terbongkarnya Rahasia Keluarga
Namun, sang anak angkat menggugat warisan tersebut. Ia berargumen bahwa kontrak penyerahan rumah hanya ditandatangani oleh sang ayah, sehingga bagian milik ibunya seharusnya tetap dihitung sebagai warisan.
"Karena kontraknya hanya ditandatangani oleh ayah, maka bagian ibu saya masih termasuk dalam harta warisan. Rumah ini diberikan oleh orangtua saya, dan tidak ada yang bisa mengambilnya dari saya," ujarnya.
Putri angkat itu diadopsi oleh pasangan Sun dan istrinya pada 1966. Tujuh tahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Keduanya tumbuh besar bersama sebagai saudara.Hingga kini, belum diketahui secara pasti kapan sang ibu meninggal dunia.
Perseteruan warisan tersebut memicu sengketa hukum yang sengit di Pengadilan Rakyat Distrik Nankai, Tianjin.
Dalam persidangan, sang kakak secara mengejutkan mengajukan bukti baru. Ia menunjukkan dokumen kependudukan milik adik laki-lakinya yang tertulis sebagai "anak angkat", menandakan bahwa ia juga bukan anak kandung pasangan tersebut.
Pengakuan mengejutkan itu membuat sang adik laki-laki tak kuasa menahan tangis di ruang sidang.
Meski begitu, ia bersikeras bahwa sejak terjadi konflik keluarga soal rumah pada tahun 1990-an, sang kakak perempuan telah memutuskan hubungan dengan keluarga. Ia menyebut hanya dirinya yang merawat kedua orangtua hingga akhir hayat, sehingga menolak membagi harta warisan tersebut.
Kompensasi dan Realita Budaya Warisan
Namun hakim menjelaskan bahwa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata China, status anak angkat tidak memengaruhi hak waris secara hukum. Meskipun tidak memiliki hubungan darah, keduanya tetap diakui sebagai ahli waris yang setara.
Meski demikian, karena rumah yang dipermasalahkan sudah sah dialihkan dan dinotariskan pada tahun 2007, properti itu tidak lagi termasuk dalam harta warisan.
Setelah mediasi intensif selama tiga jam, kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan damai.
Berdasarkan kesepakatan, rumah tetap menjadi milik sang adik laki-laki. Sebagai gantinya, ia wajib memberikan kompensasi sebesar 550.000 yuan atau sekitar Rp1,2 miliar kepada kakak perempuannya.
Di China, praktik warisan tradisional selama ini cenderung mengutamakan ahli waris laki-laki, terutama jika menyangkut kepemilikan tanah dan properti.Meski kerangka hukum telah mengalami perubahan demi mendorong kesetaraan gender, norma budaya yang mengakar masih memengaruhi praktik warisan di lapangan.Akibatnya, perempuan kerap menerima bagian yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Apa Kata Netizen?
Peristiwa dramatis ini mengundang perhatian warganet di media sosial China.
"Keduanya anak angkat, tapi hanya si laki-laki yang tidak diberi tahu. Dia diperlakukan seperti anak kandung, sementara fakta soal adopsi disembunyikan darinya. Sementara sang kakak perempuan sudah tahu sejak awal. Tidak heran hubungan mereka renggang karena urusan rumah itu," tulis salah satu warganet.
"Saya kira cerita dramatis seperti ini cuma ada di sinetron," tulis warganet lain.