Wapres Hsiao: Taiwan Tidak Akan Memicu Konfrontasi dengan China

3 months ago 41

Liputan6.com, Taipei - Taiwan tidak akan memicu konfrontasi dengan China. Hal ini disampaikan Wakil Presiden Bi-khim Hsiao pada Jumat (18/7/2025), namun pada saat bersamaan dia mengecam postur militer agresif China.

"Kami tidak menginginkan konflik. Kami tidak akan memicu konfrontasi," kata Bi-khim Hsiao seperti dilansir AP, seraya menambahkan bahwa pemerintahnya telah mendesak China untuk berkomunikasi berlandaskan kesetaraan dan saling menghormati.

Hsiao mengatakan lebih lanjut bahwa pemerintahnya telah menyaksikan peningkatan dramatis dalam upaya-upaya provokatif dan proaktif dari Partai Komunis China untuk menyusup, melakukan sabotase, dan memecah-belah masyarakat Taiwan.

Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan intimidasi militernya, dengan mengirimkan jet tempur dan kapal ke sekitar Taiwan hampir setiap hari.

China menolak untuk berbicara dengan Hsiao dan Presiden Lai Ching-te, serta telah melabeli mereka sebagai separatis garis keras pendukung kemerdekaan Taiwan.

Dalam salah satu upaya intimidasi yang mencolok dari China, pejabat intelijen Ceko bulan lalu mengatakan bahwa para diplomat China berencana memalsukan kecelakaan mobil selama kunjungan Hsiao ke negara tersebut pada 2024. Kecelakaan itu tidak pernah terjadi, namun seorang pejabat China menerobos lampu merah saat mengikuti mobil Hsiao.

Berbicara di Foreign Correspondents’ Club Taiwan di Taipei, Hsiao mengatakan bahwa dia telah mengalami berbagai tingkat tekanan dan ancaman selama bertahun-tahun, termasuk sanksi dari China.

"Namun, saya tidak akan membiarkan itu mengintimidasi saya atau menghentikan saya untuk menyuarakan pandangan saya atau menyuarakan pandangan rakyat Taiwan. Kami akan terus aktif di komunitas internasional," ujarnya.

Relasi Penting Taiwan-AS

Menanggapi laporan-laporan intelijen Amerika Serikat (AS) yang berulang kali menyebut bahwa China mungkin berencana menginvasi Taiwan sebelum 2027, Hsiao mengatakan bahwa pemerintahnya berfokus pada upaya pencegahan.

"Segala hal yang kami lakukan saat ini ditujukan untuk mencegah konflik seperti itu terjadi—bukan hanya pada 2027, namun selamanya," ungkap Hsiao.

Taiwan, sebut Hsiao, menilai bahwa sangat mendesak bagi mereka untuk segera berinvestasi dalam kemampuan pertahanan diri guna mencegah setiap kesalahan perhitungan dan segala upaya yang dapat mengganggu perdamaian serta stabilitas di Selat Taiwan.

Pada Jumat, Taiwan mengakhiri latihan militer tahunannya yang menyimulasikan skenario pertahanan terhadap kemungkinan invasi dari China. Latihan itu mencakup penguatan pelabuhan dan titik-titik pendaratan potensial dari China di pulau tersebut, serta latihan pertahanan sipil.

Sebagian besar senjata Taiwan berasal dari AS, yang berdasarkan undang-undangnya sendiri berkewajiban menyediakan sarana bagi pulau itu untuk mempertahankan diri.

Seperti kebanyakan negara lain, AS tidak mengakui Taiwan sebagai negara, namun bertindak sebagai sekutu tidak resminya yang utama. AS mendukung status quo dalam hubungan Taipei-Beijing, yang berarti bahwa kedua pihak tidak boleh bergerak menuju kemerdekaan (Taiwan) atau pencaplokan (oleh China).

Hsiao menyebut hubungan Taiwan dengan AS sangat penting dan secara historis telah bertahan di bawah berbagai pemerintahan serta mendapat dukungan bipartisan dari Kongres.

Dia menyatakan bahwa para negosiator dagang dari kedua pihak saat ini bekerja siang dan malam untuk mencapai kesepakatan yang dapat mencegah pemberlakuan tarif sebesar 32 persen atas seluruh barang asal Taiwan mulai 1 Agustus. Sebelumnya, AS telah menurunkan tarif menjadi 10 persen untuk jangka waktu 90 hari guna memberi ruang bagi proses negosiasi.

Tarif merupakan bagian dari kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump yang mulai diberlakukan sejak April, dengan sasaran hampir seluruh mitra dagang AS yang dituduh mencatat surplus perdagangan besar terhadap AS.

Read Entire Article