Liputan6.com, Jakarta Petugas layanan publik adalah aktor kunci dalam memberi pelayanan yang ramah disabilitas. Selain bertugas dalam menjalankan prosedur, mereka juga menjadi wajah representasi negara dalam memberikan layanan yang manusiawi dan berkualitas.
Sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di bidang layanan publik perlu memiliki pemahaman soal etika berinteraksi dan berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Berangkat dari hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyelenggarakan Knowledge Sharing: Membangun Sensitivitas Disabilitas SDM Pelayanan Publik secara hybrid dari Jakarta, Senin (30/6/2025).
"Kegiatan ini sangat penting, terutama bagi ASN (aparatur sipil negara) frontliner (garda depan) untuk memahami sensitivitas disabilitas dalam pelayanan publik. Ini dilakukan untuk memastikan agar pelayanan publik tidak diskriminatif dan pegawai dapat melayani seluruh masyarakat termasuk penyandang disabilitas secara berkeadilan," kata Plt. Asisten Deputi Standarisasi Pelayanan Publik dan Pelayanan Inklusif (Asdep SP3I) Kementerian PANRB, Nurhasni dalam kegiatan tersebut.
Dia menjelaskan, penyelenggara pelayanan publik saat ini harus terus didorong untuk menjadi tempat yang aman dan berkeadilan serta ramah bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. Hal ini sejalan dengan program Asta Cita presiden dalam membangun Indonesia yang adil, makmur, dan merata bagi seluruh rakyat.
Menurut Nurhasni, penyandang disabilitas yang rentan mengalami kesulitan dalam mengakses berbagai layanan publik juga perlu untuk diperhatikan agar bisa lebih aktif berpartisipasi. Terutama dalam mengakses layanan dasar.
"Diharapkan, dengan memberikan ruang yang luas bagi setiap individu masyarakat untuk mengakses layanan publik, maka kita dapat mewujudkan peradaban masyarakat yang lebih maju dan bermartabat," harapnya mengutip laman KemenPANRB, Rabu (2/7/2025).
Liputan6 Update Spesial Hari Disabiltas Internasional 2021 mengangkat tema Sudahkah Kita Peduli Disabilitas? Hari ini tanggal 3 Desember 2021 merupakan peringatan hari Disabilitas Internasional kali ini ada kedai kopi yang mengkampanyekan kesetar...
Aturan Layanan Publik bagi Kelompok Rentan
Kementerian PANRB sebagai Pembina Pelayanan Publik Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri PANRB No. 11/2024 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik Ramah Kelompok Rentan.
Aturan ini ditujukan untuk mendorong setiap penyelenggara pelayanan publik dalam melakukan pembinaan aspek-aspek pelayanan publik, khususnya bagi kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas.
Dalam implementasinya, Kementerian PANRB terus melakukan pengarusutamaan dan pembinaan secara berkelanjutan. Ini dilakukan untuk memastikan prinsip-prinsip inklusif terus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Prinsip Pelayanan Publik Inklusif
Selaras dengan hal tersebut, CEO Koneksi Indonesia Inklusif (KONEKIN) Marthella Sirait menjelaskan soal hal dasar dalam membangun prinsip pelayanan publik inklusif.
Prinsip ini harus dimiliki petugas pelayanan publik, salah satunya adalah perspektif inklusi. Tidak hanya memahami inklusivitas sebatas akses fisik, tetapi juga cara pandang dan sikap dalam memaknai bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kebutuhan yang berbeda.
Adapun strategi inklusi yang dapat dilakukan bagi petugas pelayanan publik bisa dimulai dari mengubah pola pikir diri sendiri dalam melayani penyandang disabilitas. Diharapkan, pegawai dapat bertanya terlebih dahulu dan tidak berasumsi pada hal lain saat harus melayani penyandang disabilitas.
"Petugas pelayanan publik juga harus memiliki komunikasi yang inklusif, di antaranya menyampaikan dengan bahasa jelas dan sederhana, menatap wajah dan kontak mata, menggunakan banyak saluran dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, seperti melalui teks, lisan, visual, dan isyarat sederhana," lanjut Marthella.
Petugas Perlu Miliki Pengetahuan Soal Disabilitas
Selain mengubah pola pikir dan komunikasi inklusif, petugas pelayanan publik juga harus memiliki pengetahuan dalam memahami akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas. Di antaranya, pemahaman dalam protokol dasar dan alat bantu, alternatif antrean prioritas dan pengisian formulir, serta memberikan informasi jelas pada waktu tunggu layanan.
Penguatan dalam membangun sensitivitas disabilitas SDM pelayanan publik juga tak lepas dari perubahan paradigma dalam memahami inklusivitas.
Penyandang disabilitas saat ini tidak lagi dituntut untuk menyesuaikan perubahan, sebaliknya, instansi penyelenggara pelayanan publik kini harus mampu memahami penyandang disabilitas dan sadar dalam memenuhi kebutuhan disabilitas yang beragam pada penyelenggaraan pelayanan publik.
Perubahan paradigma ini juga harus terus disuarakan, terutama untuk membangun ekosistem pelayanan publik yang lebih inklusif. Melalui sensitivitas disabilitas SDM pelayanan publik, pemerintah dapat memahami dan melayani masyarakat secara berkeadilan dengan sepenuh hati. Ini juga dilakukan untuk semakin menumbuhkan nilai-nilai etika, empati, dan profesionalisme dari para SDM pelayanan publik.