Kisah Margo Bangun Ego Amote Coffee dari Nol, Hadirkan Semangat Inklusivitas Lewat Kedai Kopi

5 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari keinginan bisa bekerja, berkarya, dan merasa aman sebagai penyandang disabilitas membuat Maria Goreti mendirikan sebuah kedai  bernama Ego Amote Coffee. Wanita yang akrab disapa Margo ini tahu bahwa peluang kerja bagi difabel masih terbatas, dan kondisi fisik membuat ia kesulitan menyesuaikan diri dengan pekerjaan formal.

Alih-alih berdiam diri, ia memutuskan menciptakan ruangnya sendiri lewat sebuah kedai kopi yang kini buka di Museum Nasional Indonesia Jakarta. 

Pada awalnya, Margo bahkan tidak yakin apakah mimpinya realistis. Ia tidak memiliki modal besar, peralatan lengkap, atau pengetahuan teknis tentang kopi. Namun ia memiliki keberanian mengambil langkah pertama. Dengan uang tabungan seadanya, ia membeli peralatan sederhana dan mulai belajar meracik minuman dari berbagai sumber, termasuk pelatihan gratis dan komunitas pecinta kopi.

“Saya mulai dari nol sekali. Tapi saya selalu bilang ke diri sendiri, selama mau belajar, pasti ada jalan,” ujar Margo ditemui Pesta Inklusif 2025 “BerSEMI Bersama Menuju Indonesia Inklusif” di M Bloc Space Jakarta Selatan pada Kamis, 4 Desember 2025.

Setiap hari, Margo terus berlatih meski hasilnya belum konsisten. Ia percaya bahwa usaha kecil bisa berkembang selama dijalankan dengan ketekunan. Langkah inilah yang kemudian menjadi fondasi Ego Amote Coffee.

Tantangan Ganda Sebagai Perempuan dan Penyandang Disabilitas

Membangun Ego Amote Coffee bukan perjalanan yang mudah bagi Margo. Ia menghadapi tantangan ganda menjadi perempuan pengusaha dan penyandang disabilitas di lingkungan yang belum sepenuhnya inklusif. Akses permodalan menjadi hambatan terbesar. Margo sempat ditolak beberapa lembaga keuangan karena dianggap berisiko, sementara tabungannya terbatas untuk menutupi kebutuhan operasional.

Di sisi lain, pelatihan dan pendampingan bisnis yang tersedia tidak selalu ramah bagi penyandang disabilitas. Banyak sesi dilakukan di gedung yang tidak aksesibel, atau berlangsung dalam waktu lama sehingga sulit diikuti. Namun Margo tidak menyerah.

“Kalau pintu depan tertutup, saya cari pintu samping. Kalau itu pun nggak ada, ya saya bikin pintu sendiri,” ujarnya.

Keterbatasan fisik juga menjadi tantangan harian, terutama saat harus meracik minuman, membawa bahan baku, dan melayani pelanggan seorang diri. Meski demikian, Margo terus melatih kemampuannya dan menata kedainya agar lebih mudah diakses. Baginya, kesulitan bukan alasan untuk berhenti, melainkan alasan untuk semakin kuat.

Ego Amote Coffee sebagai Ruang Aman dan Inklusif

Seiring waktu, Ego Amote Coffee tumbuh bukan hanya sebagai bisnis, tetapi sebagai ruang aman yang diciptakan Margo untuk dirinya dan orang lain. Kedai kecil itu ia desain agar nyaman untuk berbagai kalangan, termasuk teman-teman penyandang disabilitas.

Margo percaya bahwa kedai kopi tidak harus mewah untuk menjadi tempat yang berarti cukup hangat, ramah, dan membuat pengunjung merasa diterima.

“Saya ingin orang masuk ke sini dan merasa aman. Tidak dihakimi, tidak dinilai, cukup jadi diri sendiri,” kata Margo.

Margo sering mengatakan bahwa ia ingin kedainya menjadi tempat di mana orang bisa beristirahat sejenak dari tekanan hidup. Setiap gelas kopi yang ia racik bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang menghadirkan pengalaman yang menenangkan. Ia bahkan membuka kesempatan bagi sesama difabel yang ingin belajar membuat kopi atau memahami dasar-dasar UMKM.

Ego Amote perlahan menjadi ruang komunitas kecil, tempat orang berbagi cerita dan saling mendukung. Bagi Margo, inilah nilai utama usahanya menghadirkan keberanian, bukan sekadar minuman.

Konsistensi yang Menginspirasi Pelaku UMKM Disabilitas Lain

Hingga kini, Ego Amote Coffee terus berkembang meski tidak selalu berjalan mulus. Margo menyadari bahwa perkembangan UMKM membutuhkan waktu, tetapi ia tidak pernah terburu-buru. Dengan langkah kecil namun konsisten, ia meningkatkan kualitas produk, memperbaiki pelayanan, dan memperluas jangkauan melalui media sosial.

Kisah Margo mulai dikenal oleh banyak pelaku UMKM lain. Banyak yang terinspirasi oleh kegigihannya memulai usaha dari kondisi minim, terutama para perempuan dan penyandang disabilitas yang kerap menghadapi hambatan serupa. Margo sering diminta berbagi pengalaman, tidak sebagai sosok yang sukses besar, tetapi sebagai seseorang yang terus bertahan.

“Saya bukan yang paling hebat, tapi saya tidak berhenti. Itu saja yang ingin saya ajarkan,” ungkapnya

Margo berharap kisahnya bisa menguatkan siapa pun yang sedang memulai langkah pertama. Menurutnya, keberhasilan bukan hanya tentang angka penjualan, tetapi keberanian untuk tetap bangkit meski berkali-kali gagal.

“Kalau saya bisa, kamu juga bisa,” ujar Margo.

Read Entire Article