4 Tantangan Utama Penyandang Disabilitas Bangun UMKM, Termasuk Minim Akses Kredit Perbankan

1 hour ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Penyandang disabilitas yang ingin menjalankan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia masih menghadapi empat tantangan utama. Tantangan tersebut mencakup rendahnya kepemilikan rekening bank, minimnya akses kredit perbankan, terbatasnya akses internet, serta rendahnya angka partisipasi kerja penyandang disabilitas.

Tantangan ini bisa yang menghambat perkembangan usaha dan kemandirian ekonomi. Hal ini juga menunjukkan bahwa ruang ekonomi bagi penyandang disabilitas masih belum setara dengan pelaku usaha lainnya.

Menurut Muhammad Firdaus, Asisten Deputi Bidang Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, menegaskan bahwa persoalan ini bersifat struktural.

“Masih banyak penyandang disabilitas yang belum punya rekening bank, belum bisa mendapat kredit, dan tidak terhubung internet. Ini bukan soal kemampuan mereka, tetapi soal akses yang belum merata,” ujar Firdaus ditemui  di Pesta Inklusif 2025 dengan tema “BerSEMI Bersama Menuju Indonesia Inklusif” di M Bloc Jakarta pada Kamis, 4 Desember 2025.

Data menunjukkan kesenjangan besar dalam layanan keuangan, digitalisasi, dan kesempatan kerja. Situasi ini dinilai perlu ditangani secara sistematis agar UMKM disabilitas dapat berkembang.

Tanpa Rekening Bank dan Kredit, UMKM Disabilitas Sulit Berkembang

Akses keuangan menjadi tantangan paling mendasar yang dihadapi pelaku UMKM disabilitas. Banyak penyandang disabilitas tidak memiliki rekening bank, sehingga tidak dapat menggunakan layanan keuangan dasar. 

Masalah ini menutup pintu bagi mereka untuk memulai pencatatan keuangan, menerima pembayaran digital, atau mengakses pembiayaan. Data juga menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil penyandang disabilitas yang pernah mengajukan atau menerima pembiayaan dari lembaga keuangan.

Firdaus menekankan pentingnya akses keuangan sebagai fondasi kemajuan UMKM. “Akses pembiayaan adalah pintu awal untuk menaikkan kapasitas usaha. Jika penyandang disabilitas tidak masuk sistem keuangan, maka peluang berkembangnya semakin kecil,” jelasnya.

Rendahnya akses kredit juga berkaitan dengan minimnya literasi keuangan dan kurangnya dokumen pendukung yang sering menjadi syarat perbankan. Tanpa dukungan finansial yang memadai, pelaku UMKM disabilitas kesulitan memperluas usaha maupun meningkatkan kualitas produk.

Terbatasnya Akses Internet Persempit Peluang Pemasaran

Selain hambatan finansial, pelaku UMKM disabilitas juga menghadapi tantangan digital. Banyak dari mereka belum memiliki akses internet yang stabil atau perangkat yang memadai. Kondisi ini membuat pelaku usaha disabilitas tertinggal dalam memanfaatkan media sosial, marketplace, dan pelatihan digital yang sekarang menjadi kebutuhan dasar dalam berusaha.

Kurangnya akses internet berdampak langsung pada pemasaran. Produk UMKM disabilitas sulit terlihat oleh konsumen, dan mereka tidak dapat mengikuti tren pemasaran digital yang terus berkembang. 

Firdaus menyatakan bahwa hambatan ini bukan soal kemampuan, melainkan soal fasilitas. “Banyak dari mereka sangat terampil, tetapi tanpa akses internet, peluang mereka untuk mempromosikan produk menjadi sangat terbatas,” ujarnya.

Rendahnya digitalisasi ini kemudian berpengaruh pada kesempatan memperoleh pembeli baru, kemitraan, maupun pendapatan yang lebih stabil.

Hanya 22% Penyandang Disabilitas yang Memiliki Pekerjaan

Tantangan terakhir yang dihadapi penyandang disabilitas adalah rendahnya angka partisipasi kerja. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 22% penyandang disabilitas yang memiliki pekerjaan, dan sebagian kecil terjun dalam sektor UMKM. Angka ini menunjukkan minimnya peluang kerja dan kurangnya pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Akses pendidikan dan pelatihan yang belum merata membuat penyandang disabilitas sulit memasuki dunia kerja atau mengembangkan bisnis secara mandiri. Banyak yang tidak mendapatkan pelatihan berkelanjutan yang dapat meningkatkan keterampilan teknis maupun manajerial.

Firdaus menegaskan bahwa penyetaraan kesempatan harus dimulai dari pembukaan akses. “Inklusivitas itu bukan hanya tentang menerima, tetapi memastikan setiap orang memiliki akses yang sama terhadap pelatihan, pekerjaan, dan peluang usaha,” katanya.

Tantangan besar ini menunjukkan perlunya strategi khusus untuk menciptakan ekosistem UMKM disabilitas yang benar-benar setara dan berkelanjutan.

Read Entire Article