Liputan6.com, Jakarta - Autisme bukanlah satu kondisi tunggal yang mudah dikenali hanya dari satu tanda. Dalam dunia medis saat ini, autisme dikenal sebagai gangguan spektrum autisme (GSA)—sebuah istilah yang mencerminkan ragam kondisi dan tingkat keparahan yang bisa sangat berbeda pada setiap anak. Inilah sebabnya, menurut dr. Citra Raditha, Sp.A(K), dokter spesialis anak subspesialis neurologi anak dari RSAB Harapan Kita, orang tua perlu peka sejak dini untuk mengenali ciri-cirinya.
“Autisme itu ada spektrumnya, ada derajatnya. Mungkin yang dulu kita ketahui bahwa autisme itu anaknya tidak mau bicara, seperti punya dunia sendiri. Tapi sekarang, ternyata autisme itu memiliki spektrum. Jadi ada yang ringan, sedang, berat,” jelas dr. Citra dalam talkshow “Peka Sejak Dini, Kenali Autisme pada Anak!” bersama Kementerian Kesehatan RI, dikutip Kamis (29/5)
Gejala Tak Selalu Jelas di Awal
Menurut dr. Citra, anak dengan autisme ringan seringkali tampak "baik-baik saja", karena mereka masih memiliki kemampuan untuk berinteraksi atau berkomunikasi—walaupun dengan kualitas yang berbeda. Di sinilah tantangan diagnosis berada: gejala yang samar dapat membuat orang tua, bahkan tenaga kesehatan, melewatkan ciri-ciri awal.
Gangguan spektrum autisme sendiri didefinisikan sebagai gangguan pada perkembangan dan perilaku, yang ditandai oleh dua hal utama:
- Gangguan interaksi dan komunikasi dua arah, serta
- Perilaku atau minat yang terpaku dan berulang-ulang.
“Dia memiliki suatu keterpakuan atau obsesi yang berlebihan terhadap sesuatu—gerakan, minat, rutinitas. Kita bilangnya repetitive and restricted behavior, atau perilaku yang terpaku dan berulang-ulang,” lanjutnya.
Contohnya, anak bisa menunjukkan kegemaran ekstrem pada benda tertentu, memainkan mainan dengan cara yang sama berulang-ulang, atau sangat terganggu ketika rutinitas hariannya berubah sedikit saja.
Masalah Sensorik Juga Sering Menyertai
Tak hanya itu, anak dengan autisme juga bisa mengalami gangguan pemrosesan sensorik, yang membuat mereka terlalu peka atau justru kurang responsif terhadap rangsangan dari lingkungan.
“Bisa terlalu berlebihan responnya (hypersensitif) atau dia kurang peka (hyposensitif),” kata dr. Citra.
Misalnya, anak mungkin menutup telinga saat mendengar suara vacuum cleaner atau justru tidak merasa terganggu sama sekali saat lingkungan sekitarnya berisik.
Diagnosis Harus Teliti dan Multidisiplin
Mengenali gejala-gejala tersebut hanyalah langkah awal. Untuk diagnosis yang akurat, dibutuhkan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu.
“Spesialis anak bisa. Tapi autisme itu multidisiplin—dokter anak, psikiater, psikolog, rehabilitasi medis—semua harus bekerjasama,” tegas dr. Citra.
Diagnosis dini sangat penting agar anak segera mendapat intervensi atau terapi yang sesuai. Terapi ini bisa membantu anak mengembangkan kemampuannya secara optimal, termasuk dalam komunikasi, perilaku, dan keterampilan sosial.
Angka Diagnosis Semakin Meningkat, Ini Tanda Positif?
Di Indonesia, belum ada data nasional yang benar-benar komprehensif mengenai prevalensi autisme. Namun, menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kasus autisme secara global menunjukkan tren peningkatan.
Menariknya, menurut dr. Citra, kenaikan angka ini bisa jadi bukan karena kasusnya makin banyak, tetapi karena makin banyak anak yang akhirnya terdiagnosis—terutama yang masuk spektrum ringan.
“Sekarang ini kan autisme kita bagi sebagai spektrum. Jadi semakin tertangkap masalah-masalah perilaku dan perkembangan yang sesuai dengan autisme,” ujarnya.
Anak-anak yang tadinya dianggap hanya “terlambat bicara” atau “punya hobi aneh” kini bisa dikenali lebih dini dan tidak lagi “hilang” dari radar diagnosis.
Jangan Anggap Remeh, Jangan Juga Terlambat
Anak yang tampak masih bisa berbicara atau berinteraksi belum tentu bebas dari spektrum autisme. Apalagi bila ada kecenderungan untuk melakukan hal yang sama berulang-ulang, sulit berkomunikasi dua arah, atau terlalu peka pada suara atau sentuhan.
Maka dari itu, orang tua perlu lebih jeli dan tidak menyepelekan tanda-tanda awal. Konsultasi ke dokter spesialis anak, terutama yang mendalami tumbuh kembang atau neurologi anak, bisa menjadi langkah awal yang menentukan masa depan si kecil.
“Kita harus pastikan dengan beberapa kriteria tersebut, karena mendiagnosis gangguan spektrum autis adalah hal yang signifikan bagi keluarga,” tutup dr. Citra.