Hari Kedua Konflik, Thailand dan Kamboja Saling Serang dengan Artileri

1 day ago 5

Liputan6.com, Bangkok - Thailand dan Kamboja saling menembakkan artileri berat pada Jumat (25/7/2025), menandai eskalasi terburuk dalam lebih dari satu dekade berlanjut ke hari kedua.

"Pasukan Kamboja melakukan pengeboman berkelanjutan dengan menggunakan senjata berat, artileri lapangan, dan sistem roket BM-21," kata militer Thailand tentang bentrokan yang terjadi sejak sebelum fajar di Provinsi Ubon Ratchathani dan Surin seperti dilansir CNA.

"Pasukan Thailand merespons dengan tembakan balasan yang proporsional, disesuaikan dengan situasi taktis di lapangan."

Sebuah lembaga ranjau darat di bawah pemerintah Kamboja menuduh militer Thailand menggunakan sejumlah besar bom curah atau munisi tandan atau bom klaster. Mereka menyatakan keprihatinan atas apa yang disebut sebagai pelanggaran serius terhadap norma-norma kemanusiaan.

Pernyataan dari Cambodian Mine Action and Victim Assistance Authority itu mengutip laporan lapangan militer Kamboja pada Jumat pagi yang menyebutkan bahwa sejumlah besar munisi tandan telah digunakan dua kali dalam rentang waktu 90 menit di Preah Vihear, provinsi di perbatasan dengan Thailand, yang membahayakan komunitas di sekitarnya.

Kementerian Luar Negeri Thailand belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar terkait tuduhan tersebut.

Jumlah Korban Bertambah

Bentrokan antara Thailand dan Kamboja telah terjadi di 12 lokasi di sepanjang perbatasan yang disengketakan, kata seorang pejabat militer Thailand pada Jumat, yang mengindikasikan meluasnya konflik yang pecah sehari sebelumnya.

Kedua negara saling menyalahkan atas awal mula konflik pada Kamis (24/7) di wilayah perbatasan yang disengketakan. Bentrokan dengan cepat meningkat dari tembakan senjata ringan menjadi tembakan artileri berat di sedikitnya enam lokasi yang tersebar hingga 209 kilometer, di sepanjang perbatasan yang kedaulatannya telah dipersengketakan selama lebih dari satu abad.

Jurnalis Reuters di Provinsi Surin melaporkan mendengar dentuman ledakan yang berselang-seling pada Jumat di tengah mobilisasi besar pasukan.

Pertempuran pecah pada Kamis, hanya beberapa jam setelah Thailand memanggil pulang duta besarnya dari Phnom Penh pada malam sebelumnya dan mengusir utusan Kamboja. Tindakan itu diambil sebagai respons atas insiden di mana seorang prajurit Thailand kedua kehilangan anggota tubuh akibat ranjau darat yang, menurut Bangkok, baru saja dipasang oleh pasukan Kamboja. Kamboja membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya tidak berdasar.

Menurut Kementerian Kesehatan Thailand, jumlah korban meninggal dari pihak Thailand telah meningkat menjadi 15 orang hingga Kamis malam, di mana 14 di antaranya warga sipil. Disebutkan pula bahwa 46 orang terluka, termasuk 15 tentara.

Meth Meas Pheakdey, juru bicara administrasi Provinsi Oddar Meanchey di Kamboja, mengatakan satu warga sipil tewas dan lima lainnya terluka, dengan 1.500 keluarga dievakuasi.

F-16 Bukti Keunggulan Thailand

Thailand telah menempatkan enam jet tempur F-16 pada Kamis dalam pengerahan yang jarang terjadi, salah satunya dikerahkan untuk menyerang sasaran militer Kamboja—tindakan yang oleh Kamboja disebut sebagai agresi militer yang sembrono dan brutal.

Penggunaan F-16 oleh Thailand, menurut International Institute for Strategic Studies yang berbasis di London, menegaskan keunggulan militer mereka atas Kamboja, yang tidak memiliki pesawat tempur dan secara signifikan memiliki perlengkapan serta personel pertahanan yang lebih sedikit.

Menanggapi tuduhan bahwa wilayah sipil menjadi sasaran, militer Thailand mengatakan pada Jumat bahwa pasukannya menghindari sasaran yang dapat berdampak pada warga sipil, sesuai dengan norma-norma internasional.

Militer Thailand menuduh Kamboja menempatkan artileri dan roket di dekat permukiman atau taktik yang disebut sebagai "tameng manusia".

Amerika Serikat, sekutu perjanjian jangka panjang Thailand, menyerukan penghentian permusuhan secara segera, pelindungan terhadap warga sipil, dan penyelesaian damai.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang juga ketua ASEAN—organisasi regional yang mencakup Thailand dan Kamboja—mengatakan dia telah berbicara dengan para pemimpin kedua negara dan mendesak mereka untuk menemukan jalan damai.

"Saya menyambut baik sinyal positif dan kesediaan yang ditunjukkan baik oleh Bangkok maupun Phnom Penh untuk mempertimbangkan jalan damai ini. Malaysia siap membantu dan memfasilitasi proses ini dalam semangat persatuan dan tanggung jawab bersama ASEAN," tulisnya dalam unggahan di media sosial pada Kamis malam.

Read Entire Article