PBB: Operasi Penyaluran Bantuan di Gaza Hadapi Tekanan Berat

1 day ago 6

Liputan6.com, New York City - Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (23/7) melihat akses untuk mendistribusikan bantuan kepada warga Gaza yang kelaparan berada di bawah tekanan berat serta menimbulkan risiko keamanan bagi para pekerja yang menyalurkan bantuan.

Para pekerja bantuan menghadapi risiko keamanan yang signifikan. Jalur perlintasan pasokan masih belum dapat diandalkan dan pasokan yang sangat penting terus mengalami penundaan atau pemblokiran, dikutip dari laman Antara News, Jumat (25/7/2025).

Jumlah bantuan yang telah memasuki Gaza masih sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan di sana yang sangat besar, ujar Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA).

"Israel harus memungkinkan pengiriman bantuan yang aman dan tanpa hambatan, mengizinkan masuknya peralatan dan bahan bakar yang sangat penting, membuka semua perlintasan, dan memulihkan pergerakan di sepanjang rute pasokan utama. Staf kemanusiaan harus dapat beroperasi dengan aman, orang-orang harus diizinkan untuk bergerak dengan leluasa, dan pasokan, termasuk dari sektor swasta, harus menjangkau seluruh wilayah di Gaza," OCHA menjelaskan.

OCHA menyampaikan jika persyaratan itu dipenuhi, PBB akan sangat mengutamakan penyediaan makanan, air, tempat tinggal, perawatan medis, dan perlindungan bagi warga sipil Gaza yang menghadapi penderitaan tak terbayangkan dalam waktu yang sudah terlalu lama.

Badan dunia tersebut siap memanfaatkan momentum gencatan senjata untuk secara signifikan meningkatkan operasi kemanusiaan di seluruh Gaza, seperti yang telah dilakukan oleh PBB dalam jeda pertempuran sebelumnya.

OCHA memperingatkan bahwa krisis kelaparan di Gaza belum pernah separah ini. Organisasi-organisasi bantuan melaporkan bahwa seiring meluasnya kelaparan massal di seluruh Jalur Gaza, para pekerja bantuan dan masyarakat yang mereka bantu sama-sama mengalami kondisi tubuh yang memburuk.

Kementerian Kesehatan Gaza mencatat 73 warga Palestina tewas, termasuk 67 orang di perbatasan Zikim, saat menunggu distribusi bantuan. Para korban ditembaki saat antre untuk mendapatkan tepung, di tengah kelaparan ekstrem di wilayah tersebut.

Pekerja Bantuan Asing di Gaza Kelaparan dan Kelelahan

Kantor PBB tersebut mengatakan mitra-mitranya melaporkan bahwa para pekerja bantuan jatuh pingsan akibat kelaparan dan kelelahan. Kendati menghadapi kondisi yang sangat buruk, para pekerja bantuan tetap berupaya menyalurkan bantuan yang dapat menyelamatkan nyawa, kapan pun dan di mana pun hal itu memungkinkan.

Tapi, OCHA menyampaikan bahwa untuk mempertahankan operasi-operasi itu, termasuk program pemenuhan gizi, pihak berwenang Israel harus memfasilitasi pengiriman bantuan dalam jumlah yang lebih besar ke dalam dan ke seluruh area di Jalur Gaza tanpa penundaan.

Badan kemanusiaan itu mengatakan bahwa rumah sakit di Gaza kewalahan dan tidak dapat menangani lonjakan pasien, termasuk korban luka dalam pertempuran, akibat kelangkaan pasokan dan bahan bakar.

OCHA mengatakan otoritas-otoritas kesehatan setempat melaporkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, beberapa fasilitas kesehatan mereka ditutup akibat kekurangan bahan bakar. Makin banyak rumah sakit, termasuk Al Shifa, berisiko ditutup dalam beberapa hari ke depan.

Mitra-mitra kemanusiaan melaporkan bahwa warga penyandang disabilitas tidak memiliki makanan, alat bantu, dan perawatan kesehatan. Berbagai langkah harus diambil untuk melindungi warga sipil, termasuk puluhan ribu warga lanjut usia atau penyandang disabilitas.

Tantangan Logistik

Badan-badan kemanusiaan PBB mengatakan bahwa otoritas Israel merupakan satu-satunya pihak pembuat keputusan untuk menentukan siapa, bagaimana, dan apa saja yang dapat masuk ke Jalur Gaza. Tantangan logistik yang dihadapi pun sangat besar, kata mereka.

Untuk mengambil pasokan yang telah mencapai salah satu pos perlintasan yang dipagari atau dijaga ketat oleh Israel di Gaza, para pengemudi memerlukan beberapa perizinan akses, serta jeda pengeboman agar gerbang besi itu dapat dibuka, tutur OCHA.

Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Tom Fletcher mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada pekan lalu bahwa pergerakan itu harus melalui rintangan koordinasi dengan pasukan Israel, melewati titik-titik pertempuran yang aktif, melakukan perjalanan di jalanan yang rusak, dan kerap kali dipaksa menunggu di titik penampungan atau melewati area-area yang dikuasai geng kriminal.

"Acapkali, warga sipil yang mendekati truk PBB menjadi sasaran penembakan. Mengumpulkan pasokan dengan aman memerlukan jaminan yang dapat diandalkan bahwa tentara tidak akan terlibat atau ada di sepanjang rute konvoi," kata OCHA.

Berbicara di hadapan Dewan Keamanan PBB, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengumumkan berbagai langkah pembatasan terhadap staf OCHA.

Israel tidak lagi memberikan visa secara otomatis kepada staf internasional OCHA. Visa kini akan dibatasi dengan masa berlaku sebulan, Danon menjelaskan.

Kepala juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres Stephane Dujarric mengatakan bahwa tindakan punitif apa pun hanya akan menambah hambatan yang menghalangi para pekerja kemanusiaan dalam menjangkau warga yang menghadapi kelaparan, pengungsian, dan perampasan.

Read Entire Article