Liputan6.com, Jakarta - Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) yang akan digelar pada November mendatang, Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Simon Stiell, menyerukan kepada seluruh negara di dunia untuk segera memperbarui laporan kontribusi iklim nasional (Nationally Determined Contributions/NDC) mereka dengan target yang lebih ambisius dan menyeluruh.
Dalam konferensi pers bersama awak media di Indonesia Net Zero Summit 2025 di Jakarta pada Sabtu (26/7/2025), Stiell menegaskan bahwa pembaruan NDC harus mencakup seluruh sektor ekonomi dan jenis gas rumah kaca, dengan tujuan kolektif untuk memangkas emisi global hingga 60 persen pada tahun 2035.
Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga kenaikan suhu bumi tetap di bawah ambang batas 1,5 derajat Celsius.
"Rencana iklim ini harus menjadi pusat dari semua kebijakan. NDC yang diperbarui bukan sekadar formalitas, melainkan kunci utama untuk membuka akses terhadap pendanaan internasional dan menarik investasi besar-besaran dalam transisi menuju ekonomi hijau," ujar Simon Stiell pada Sabtu (26/7).
Dalam kesempatan tersebut, Stiell juga menyoroti posisi unik Indonesia. Ia menyebut Indonesia berada di titik kritis, dengan tantangan besar sekaligus peluang besar dalam transisi energi. Ketergantungan pada bahan bakar fosil, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor, masih tinggi. Namun di sisi lain, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa.
"Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, namun sekaligus punya peluang besar untuk memimpin transisi ke arah yang lebih hijau. Cerita Indonesia ini unik, dan dunia memperhatikannya," ungkapnya.
Hampir 200 negara telah menandatangani kesepakatan untuk beralih dari bahan bakar fosil, pada pertemuan iklim COP28 di Dubai. Presiden KTT menyebutnya sebagai kesepakatan bersejarah - tetapi tidak semua negara merasa puas. Selengkapnya dilaporkan Jur...
Apresiasi PBB untuk Indonesia
Stiell memberikan apresiasi terhadap langkah Indonesia dalam mempercepat pengembangan energi terbarukan. Ia mencatat adanya lonjakan hingga 40 persen dalam peluncuran proyek energi bersih dalam periode terakhir. Pemerintah Indonesia juga menargetkan pencapaian 100 persen energi terbarukan dalam satu dekade ke depan.
"Ini bukan semata soal mengurangi emisi. Ini adalah kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat ketahanan ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan melalui inovasi hijau dan kebijakan cerdas iklim," lanjut Stiell.
Ia pun menekankan bahwa COP30 bukan sekadar forum negosiasi, melainkan momentum nyata untuk mempercepat implementasi kebijakan iklim. Ia mendorong semua negara untuk tidak menunda pembaruan NDC dan memastikan transisi energi yang inklusif, adil, dan berdampak positif bagi masyarakat luas.
"Waktu kita semakin sempit. Dunia butuh kepemimpinan nyata, dan NDC yang kuat adalah bukti komitmen tersebut," pungkasnya.
Apa Itu COP30?
COP30 atau Conference of the Parties ke-30 adalah pertemuan tahunan ke-30 dari negara-negara anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), sebuah perjanjian internasional yang ditandatangani pada 1992 untuk mengatasi masalah perubahan iklim secara global.
Pertemuan ini bertujuan mengevaluasi kemajuan implementasi Kesepakatan Paris, memperbarui komitmen negara-negara terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca (NDC atau Nationally Determined Contributions), serta menyepakati langkah konkret untuk menjaga suhu bumi agar tidak naik lebih dari 1,5 derajat Celsius dibandingkan era pra-industri.
COP30 dijadwalkan berlangsung pada November 2025 di kota Belém, Brasil, yang terletak di jantung wilayah Amazon. Pemilihan Belém sebagai tuan rumah memiliki makna simbolis dan strategis karena kawasan Amazon dikenal sebagai “paru-paru dunia” yang memegang peran penting dalam menyerap emisi karbon dan menjaga keseimbangan iklim global. Penyelenggaraan COP30 di Amazon juga menjadi bentuk pengakuan terhadap pentingnya melibatkan negara-negara berkembang -- khususnya di kawasan tropis -- dalam pengambilan keputusan global terkait krisis iklim.
Konferensi ini diselenggarakan oleh UNFCCC dan melibatkan hampir 200 negara anggota, serta ribuan peserta dari berbagai sektor termasuk kepala negara, menteri, ilmuwan, aktivis lingkungan, organisasi non-pemerintah, pegiat iklim muda, dan pelaku sektor swasta.
COP30 juga akan menjadi tonggak penting karena negara-negara diharapkan memperbarui target iklim mereka dengan lebih ambisius, sesuai dengan siklus lima tahunan dalam Kesepakatan Paris.
Lebih dari sekadar forum negosiasi, COP30 akan menjadi ajang penting untuk menunjukkan komitmen politik, memperkuat solidaritas internasional, serta membuka peluang pendanaan dan kolaborasi teknologi untuk mewujudkan transisi energi berkelanjutan di seluruh dunia.