BPOM Ungkap 32 Jamu Ilegal, Diantaranya Mengandung Sildenafil yang Bisa Merusak Organ

8 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 32 bahan obat bahan alam (OBA) atau jamu yang mengandung bahan kimia obat pada pengawasan Oktober 2025.

Temuan ini diperoleh dari proses sampling dan pengujian terhadap 1.373 sampel produk OBA, obat kuasi, dan suplemen kesehatan, serta penelusuran ke fasilitas distribusi maupun fasilitas produksi.

Temuan kali ini, sebagian besar didominasi jamu dengan klaim pegal linu. Namun di dalamnya mengandung campuran bahan kimia obat seperti parasetamol.

Lalu, ada juga obat bahan alam ilegal dengan klaim penambah stamina pria yang mengandung BKO sildenafil dan tadalafil. Kemudian, ada juga OBA ilegal dengan klaim pelangsing yang mengandung BKO furosemid, bisakodil, dan sibutramin.

Untuk diketahui bahan kimia obat tidak boleh digunakan dalam produk OBA. Penggunaan produk yang mengandung BKO tanpa pengawasan tenaga kesehatan dapat menimbulkan efek samping serius.

Sildenafil misalnya, ini adalah salah satu obat keras yang ditemukan dalam jamu dengan klaim penambah stamina pria. Sildenafil diindikasikan pada penyakit disfungsi ereksi yang seharusnya hanya digunakan berdasarkan resep dokter.

Penggunaan sildenafil tanpa pengawasan dapat menimbulkan tekanan darah tidak stabil, serangan jantung, serta kerusakan hati dan ginjal.

Kepala BPOM: Ini Bentuk Kecurangan Berbahaya

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengingatkan bahaya produk-produk jamu ilegal mengandung bahan kimia obat tersebut terhadap kesehatan masyarakat.

”Ini bentuk kecurangan yang sangat berbahaya," kata Taruna dalam keterangan tertulis pada Rabu, 3 Desember 2025.

"Masyarakat beranggapan aman mengonsumsi obat herbal, yang diyakini berasal dari bahan alami, padahal ternyata ditambahkan bahan kimia obat yang tidak boleh dimasukkan dalam obat herbal, apalagi secara sembarangan,” tambahnya.

Pelaku Usaha Nakal untuk Bikin Produknya Terkesan Manjur

Taruna Ikrar pun menyebut tindakan pencampuran BKO ke dalam produk OBA dilakukan semata-mata oleh pelaku usaha yang nakal untuk meningkatkan efek produk supaya terkesan manjur atau berefek instan.

“Praktik seperti ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap produk herbal Indonesia,” tegas Taruna.