2 Desember Hari Apa? Mengungkap Asal-usul 'Hari Nasional Bolos Sekolah' yang Viral di TikTok

Liputan6.com, Jakarta - Setiap tanggal 2 Desember, sebuah fenomena unik dan tidak resmi menarik perhatian di kalangan remaja Amerika Serikat. Hari ini dikenal sebagai Hari Nasional Bolos Sekolah, sebuah momen yang dinanti-nantikan untuk 'libur mendadak' dari rutinitas belajar mengajar.

Konsep ini, meskipun tergolong baru dan tidak memiliki tujuan resmi, telah menjadi bagian dari budaya populer remaja berkat kekuatan media sosial. Tradisi ini muncul dari serangkaian video viral di platform TikTok yang berhasil menarik jutaan pasang mata, seperti dikutip National Today pada Selasa, 2 Desember 2025.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa Hari Nasional Bolos Sekolah belum secara resmi diakui oleh otoritas pendidikan mana pun. Fenomena ini lebih merupakan tren daring yang berkembang pesat di kalangan siswa sekolah menengah, menimbulkan perdebatan tentang kehadirannya di kalender pendidikan.

Asal Mula dan Perkembangan Tradisi Bolos Sekolah

Tradisi bolos sekolah sebenarnya bukanlah hal baru dalam sejarah pendidikan, terutama di Amerika Serikat. Jauh sebelum era digital, banyak sekolah di AS secara informal membolehkan siswa melewatkan kelas sehari sebelum acara penting seperti prom.

Hari-hari tersebut dikenal dengan berbagai istilah seperti Ditch Day, Skip Day, atau Senior Skip Day. Meskipun secara hukum praktik ini tidak diizinkan, hal ini menjadi semacam ritual tidak tertulis di kalangan siswa senior untuk merayakan kebebasan sesaat sebelum kelulusan.

Namun, baru pada musim gugur tahun 2019, tradisi bolos sekolah ini mendapatkan "nama resmi" yang spesifik, yaitu Hari Nasional Bolos Sekolah. Penamaan ini tidak datang dari institusi resmi, melainkan dari inisiatif akar rumput di media sosial yang mengubah kebiasaan lama menjadi fenomena modern.

Kisah di balik penetapan 2 Desember sebagai Hari Nasional Bolos Sekolah bermula pada tanggal 31 Oktober 2019. Saat itu, sejumlah pengguna TikTok mulai mengunggah video yang secara eksplisit mengajak remaja untuk tidak masuk sekolah pada tanggal 2 Desember.

Tidak ada penjelasan pasti mengapa tanggal 2 Desember dipilih sebagai hari tersebut. Namun, spekulasi menyebutkan bahwa pemilihan tanggal ini mungkin bersifat acak atau didasari oleh faktor-faktor yang tidak terdokumentasi. Seperti banyak tren internet lainnya, video ajakan ini menyebar dengan sangat cepat dan menjadi viral dalam hitungan hari.

Video-video tersebut seringkali dilengkapi dengan musik latar yang ceria dan penuh percaya diri, menciptakan suasana yang menarik bagi para remaja. Tren ini berhasil mendominasi linemasa TikTok dengan tagar #2December, yang pada puncaknya berhasil meraih lebih dari dua juta tayangan.

Dampak viralitasnya bahkan mencapai ranah petisi daring; seorang pengguna sempat membuat petisi di Change.org untuk mendukung tren ini. Meskipun hanya mengumpulkan sekitar tiga puluh tanda tangan, fenomena ini cukup signifikan untuk masuk ke dalam Urban Dictionary, sebuah indikasi kuat akan popularitasnya di kalangan anak muda.

Meskipun tren Hari Nasional Bolos Sekolah ini sangat populer di kalangan siswa, pihak sekolah dan otoritas pendidikan tidak menyambutnya dengan antusias. Bagi mereka, melewatkan kelas tanpa izin guru tetap dianggap sebagai truancy atau ketidakhadiran tanpa izin yang memiliki konsekuensi.

Menjadikan 2 Desember sebagai hari libur resmi adalah hal yang berbeda jauh dari sekadar tren viral. Sekolah-sekolah memiliki peraturan ketat mengenai kehadiran siswa, dan pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat berakibat pada sanksi disipliner.

Konsekuensi yang mungkin dihadapi siswa yang bolos pada 2 Desember bisa beragam, mulai dari teguran, panggilan orang tua, hingga skorsing sementara. Oleh karena itu, bagi siswa yang mempertimbangkan untuk mengikuti tren ini, sangat disarankan untuk memberitahu pihak sekolah terlebih dahulu dan memahami risiko yang ada.

Daripada hanya sekadar melewatkan kelas, siswa dapat memanfaatkan hari ini secara lebih produktif. Misalnya, waktu luang dapat digunakan untuk mencari informasi beasiswa, mengembangkan keterampilan baru, atau melakukan kegiatan sukarela yang bermanfaat bagi masa depan mereka. Ini adalah cara yang lebih bijak untuk merayakan "libur mendadak" tanpa harus menghadapi konsekuensi negatif.