Zohran Mamdani Ukir Sejarah sebagai Wali Kota Muslim Pertama di New York

2 days ago 4

Liputan6.com, Washington, DC - Dari seorang anggota majelis muda di Queens menjadi pemimpin kota terbesar di Amerika Serikat (AS) — Zohran Mamdani baru saja menorehkan sejarah.

Politikus berusia 34 tahun kelahiran Uganda itu akan menjadi wali kota berikutnya di New York City, menjadikannya muslim dan keturunan Asia Selatan pertama, sekaligus wali kota termuda dalam lebih dari satu abad yang memimpin kota tersebut. Demikian seperti dikutip dari kantor berita NPR.

Mamdani, seorang sosialis demokrat, berhasil mengalahkan dua pesaing tangguh: mantan Gubernur New York Andrew Cuomo, yang maju sebagai calon independen dan Curtis Sliwa, kandidat dari Partai Republik. 

Dari Politikus Muda ke Fenomena Nasional

Perjalanan Mamdani tergolong luar biasa. Saat memasuki persaingan pemilihan wali kota tahun lalu, ia hanyalah sosok yang relatif tidak dikenal — seorang anggota Majelis Negara Bagian dari Queens. Namun dalam waktu singkat, ia mampu mengubah citranya menjadi salah satu politikus paling populer sekaligus paling kontroversial di Amerika.

Dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat bulan Juni, Mamdani meraih kemenangan telak dengan selisih 12 poin. Kampanyenya yang penuh semangat dan pesannya tentang "kota yang lebih terjangkau untuk semua" menggema di kalangan pemilih muda.

Janji-janji utamanya berani dan progresif: membuat bus kota gratis, membekukan kenaikan sewa apartemen yang dilindungi undang-undang, menyediakan layanan penitipan anak gratis bagi semua keluarga, menaikkan upah minimum pada 2030, serta menurunkan biaya hidup dengan menaikkan pajak bagi korporasi besar dan 1 persen warga terkaya.

Gesekan Tajam dengan Trump

Dalam berbagai kesempatan, Mamdani berjanji akan menentang Presiden Donald Trump, yang berulang kali menyebutnya sebagai "komunis" dan mengancam akan memotong dana federal bagi New York City jika ia menang.

Bagaimanapun, kemenangan besar itu tak lepas dari kontroversi. Para pengkritik menyoroti minimnya pengalaman Mamdani dan tantangan politik besar yang mungkin ia hadapi untuk mewujudkan agenda progresifnya.

Meski ia berulang kali menolak tuduhan antisemitisme, pandangannya yang tegas terhadap pemerintah Israel dan tindakan di Gaza membuat sebagian pemilih menjauh — terutama di kota dengan komunitas Yahudi terbesar di luar Israel.

Tetapi bagi banyak warga muda New York, gaya komunikasinya yang hangat dan jujur justru menjadi daya tarik. Melalui video di media sosial dan interaksi langsung di jalan, ia tampil sebagai pemimpin yang dekat dan otentik.

Dukungan terhadap Mamdani datang dari tokoh-tokoh progresif terkenal dan puluhan ribu relawan yang ikut turun ke lapangan. Ia memimpin dua digit dalam berbagai jajak pendapat menjelang hari pemilihan.

Para analis mengatakan, pemilih muda menjadi kekuatan penentu. Mereka mendatangi tempat pemungutan suara dalam jumlah besar, mencatatkan rekor jumlah pemilih awal tertinggi dalam sejarah pemilu kota ini.

Tak butuh waktu lama untuk melihat hasilnya. Kurang dari satu jam setelah TPS ditutup, keunggulan Mamdani sudah tidak terbantahkan.

Antara Drama dan Antusiasme

Pemilihan wali kota kali ini penuh drama, kejutan, dan manuver politik tak terduga. Antusiasme pemilih luar biasa tinggi — lebih dari dua juta suara diberikan. Menurut Dewan Pemilihan New York City, itu merupakan angka tertinggi sejak 1969.

Wali Kota petahana Eric Adams, yang semula berniat mencalonkan diri untuk periode kedua meski dilanda skandal dan anjloknya tingkat kepuasan publik, sempat mengumumkan pencalonan kembali pada Juni setelah kasus korupsinya ditutup oleh pemerintahan Trump. Namun, kali ini ia maju sebagai calon independen.

Langkah itu membuatnya melewati pemilihan pendahuluan Partai Demokrat, yang kemudian dimenangkan Mamdani atas Cuomo. Kemenangan tersebut dipandang sebagai pukulan bagi kelompok politik mapan, sebab Cuomo — berusia 67 tahun — adalah putra dari tiga kali gubernur New York dan pernah memimpin negara bagian itu selama satu dekade sejak 2011.

Cuomo mundur dari jabatan gubernur pada 2021 setelah dituduh melakukan pelecehan seksual dan dikritik atas penanganan panti jompo selama pandemi COVID-19. Ia membantah semua tuduhan tersebut.

Ingin kembali ke panggung politik, Cuomo mencalonkan diri sebagai wali kota pada Maret lalu. Ia menyebut New York City sedang dalam krisis dan membutuhkan kepemimpinan yang efektif. Kampanyenya menitikberatkan pada keamanan publik, perumahan terjangkau, layanan kesehatan, dan pemberantasan antisemitisme — dengan pendekatan yang lebih moderat dibanding Mamdani.

Setelah kalah di pemilihan pendahuluan, Cuomo kembali maju sebagai calon independen, mencoba merebut suara pemilih moderat. Ia bahkan memperoleh dukungan Eric Adams setelah sang wali kota mundur dari persaingan pada akhir September.

Akhirnya, pertarungan menyisakan tiga nama besar: Mamdani, Cuomo, dan Sliwa. Sliwa, penyiar radio berusia 71 tahun dan pendiri kelompok patroli Guardian Angels, sebelumnya juga menantang Adams pada 2021. Meski peluangnya kecil, ia tetap bertahan dalam lomba ini meski didesak untuk mundur.

Kekhawatiran utama datang dari kubu Cuomo — mereka takut Sliwa akan memecah suara konservatif, sehingga membuka jalan bagi kemenangan Mamdani.

Debat publik pada Oktober pun berlangsung panas. Mamdani dan Cuomo saling serang soal integritas dan pengalaman, sementara Sliwa menuding keduanya hanya berbeda kemasan dalam ideologi yang sama.

Pemilihan kali ini menjadi ujian besar bagi New York City dan Partai Demokrat. Keduanya harus menentukan arah baru di tengah tekanan dari pemerintahan Trump, yang sering menargetkan kota-kota berhaluan liberal dengan pemotongan dana dan pengerahan pasukan Garda Nasional.

Antusiasme pemilih tampak sejak jauh hari: lebih dari 735 ribu warga memberikan suara lebih awal — lima kali lipat dari jumlah pemilih awal pada 2021.

Read Entire Article