Trump Minta Presiden Israel Mengampuni Benjamin Netanyahu atas Kasus Korupsi

3 days ago 10

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (12/11/2025) mengirim surat kepada Presiden Israel Isaac Herzog untuk meminta agar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu diberi grasi atas kasus korupsi yang telah lama bergulir dan memecah belah negara itu.

Langkah tersebut menjadi upaya terbaru Trump untuk ikut campur dalam kasus Netanyahu, yang memunculkan pertanyaan mengenai pengaruh Amerika Serikat terhadap urusan internal Israel. Sebelumnya, Trump juga menyerukan pemberian grasi bagi Netanyahu dalam pidatonya di parlemen Israel bulan lalu, saat ia melakukan kunjungan singkat untuk mempromosikan rencana gencatan senjatanya dalam perang di Gaza.

Dalam suratnya kepada Presiden Herzog, Trump menyebut kasus korupsi tersebut sebagai penuntutan yang politis dan tidak berdasar.

"Di tengah upaya Negara Besar Israel dan bangsa Yahudi yang luar biasa melewati masa-masa sangat sulit selama tiga tahun terakhir, saya dengan ini menyerukan kepada Anda untuk sepenuhnya memberikan grasi kepada Benjamin Netanyahu — seorang Perdana Menteri masa perang yang tegas dan tangguh, yang kini memimpin Israel menuju masa damai," tulis Trump seperti dikutip dari Associated Press. 

Netanyahu menjadi satu-satunya perdana menteri aktif dalam sejarah Israel yang diadili, setelah didakwa atas tuduhan penipuan, penyalahgunaan wewenang, dan menerima suap dalam tiga kasus terpisah yang menuduhnya menyalahgunakan jabatannya dengan memberikan keuntungan kepada para pengusaha kaya sebagai imbalan atas dukungan mereka. Dia menolak semua tuduhan tersebut dan, dengan gaya bahasa yang mirip Trump, menyebut kasusnya sebagai witch hunt atau perburuan penyihir — istilah yang berarti penargetan seseorang secara tidak adil — yang diorkestrasi media, kepolisian, dan lembaga peradilan.

Melalui unggahan di platform X, Netanyahu menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Trump, meskipun tidak secara eksplisit menyinggung permintaan grasi tersebut.

"Terima kasih, Presiden Trump, atas dukungan luar biasa Anda. Seperti biasa, Anda berbicara apa adanya," tulisnya. "Saya menantikan kelanjutan kerja sama kita untuk memperkuat keamanan dan memperluas perdamaian."

Netanyahu telah beberapa kali memberikan kesaksian selama setahun terakhir, namun persidangan berulang kali tertunda karena ia harus menangani perang dan kerusuhan yang timbul setelah serangan militan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Ahli: Grasi Berdampak Negatif bagi Netanyahu

Meskipun jabatan presiden Israel bersifat seremonial, presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi.

Herzog mengakui telah menerima surat dari Trump, namun mengatakan bahwa siapa pun yang ingin mengajukan grasi presiden harus mengajukan permohonan resmi. Ia menolak berkomentar tentang bagaimana ia akan menanggapi permintaan dari Netanyahu, hanya menyatakan bahwa persidangan tersebut menjadi sumber gangguan dan perpecahan bagi negara, serta bahwa ia lebih memilih Netanyahu dan pihak penuntut mencapai kesepakatan penyelesaian.

Ketika Trump menyerukan pemberian grasi dalam pidatonya bulan lalu, ia mendapat tepuk tangan meriah dari para sekutu Netanyahu di parlemen.

Namun, seruan itu turut menimbulkan kekhawatiran mengenai pengaruh Amerika Serikat terhadap kebijakan Israel, terutama yang berkaitan dengan keamanan di Gaza. Kekhawatiran tersebut semakin mencuat setelah serangkaian kunjungan dari pejabat tinggi Amerika Serikat, mulai dari Wakil Presiden JD Vance hingga Menteri Luar Negeri Marco Rubio.

Media Israel menyebut kunjungan-kunjungan tersebut sebagai "Bibi-sitting" — permainan kata dari baby-sitting dan julukan Netanyahu, Bibi — yang menyiratkan bahwa para pejabat Amerika Serikat datang untuk mengawasi agar Israel tetap mematuhi gencatan senjata yang rapuh. Baik Netanyahu maupun Vance membantah anggapan itu dan menegaskan bahwa hubungan kedua negara tetap erat.

Pemimpin oposisi Yair Lapid menilai grasi tersebut bisa berdampak negatif bagi Netanyahu.

"Pengingat: hukum Israel menetapkan bahwa syarat pertama untuk menerima grasi adalah pengakuan bersalah dan penyesalan atas tindakan tersebut," tulisnya di X.

Menurut hukum Israel, grasi presiden hanya dapat diberikan kepada Netanyahu jika ia mengajukan permohonan resmi, yang akan memicu prosedur panjang termasuk rekomendasi dari Kementerian Kehakiman, kata Amir Fuchs, peneliti senior di lembaga think tank Israel Democracy Institute di Yerusalem dan ahli hukum konstitusi.

Fuchs menambahkan bahwa grasi biasanya diberikan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah.

"Grasi adalah bentuk pengampunan; grasi tanpa pengakuan bersalah adalah hal yang sangat tidak biasa dan bahkan ilegal," tegas Fuchs.

Ia juga memperingatkan bahwa jika grasi diberikan setelah surat dari Trump, hal itu berisiko memberikan "lampu hijau" terhadap korupsi.

"Pesannya akan merusak supremasi hukum," imbuhnya.

Read Entire Article