Terpesona dengan Karakter AI, Kakek 75 Tahun di China Ingin Ceraikan Istri

2 months ago 19

Liputan6.com, Beijing - Seorang pria lanjut usia di China bikin heboh setelah meminta cerai istrinya demi seorang “gadis” yang ternyata hanyalah hasil kreasi kecerdasan buatan (AI). Kisah unik ini diungkap oleh Beijing Daily.

Pria bernama Jiang (75) itu awalnya menemukan sosok perempuan muda saat berselancar di media sosial. Bagi yang paham dunia digital, jelas kalau karakter tersebut hanyalah avatar buatan AI.

Namun, di mata Jiang yang awam teknologi, ia adalah perempuan cantik yang senang mengobrol dengannya. Bahkan, ketidaksinkronan antara gerakan bibir dan suara pun tak membuat Jiang curiga, dilansir dari Odditycentral, Jumat (15/8/2025).

Lama-kelamaan, Jiang makin terobsesi. Rutinitas favoritnya setiap hari adalah menunggu pesan baru dari sang kekasih maya. Sampai suatu hari, setelah dimarahi istrinya karena terlalu lama main ponsel, Jiang blak-blakan ingin bercerai agar bisa sepenuhnya bersama dengan gadis AI itu.

Untungnya, anak-anak Jiang berhasil menyadarkannya. Mereka menjelaskan cara kerja AI dan bahwa kekasih di layar itu tak pernah ada di dunia nyata.

Bukan Hal Biasa di China

Meski terdengar unik, kasus seperti ini bukan hal asing di China. Lansia, terutama yang kesepian atau memiliki keterbatasan mobilitas, semakin rentan terjebak bujuk rayu konten AI yang kian realistis.

Dari sosok “ahli” bersetelan jas hingga pembawa berita dan siswi imut, beragam karakter AI dibuat untuk memenuhi kebutuhan emosional penggunanya.

Banyak di antaranya didesain untuk mendorong pembelian produk yang sering dibeli para lansia tanpa pikir panjang. Tak sedikit pula yang digunakan untuk menyebarkan propaganda atau menciptakan ketergantungan emosional.

Pakar mengimbau keluarga untuk lebih memantau aktivitas online anggota lansia. Meski teknologi AI punya manfaat besar, pada kelompok rentan, ia bisa menjadi jebakan berbahaya.

Meski terdengar unik, kasus seperti ini bukan hal asing di China. Lansia, terutama yang kesepian atau memiliki keterbatasan mobilitas, semakin rentan terjebak bujuk rayu konten AI yang kian realistis.

Dari sosok “ahli” bersetelan jas hingga pembawa berita dan siswi imut, beragam karakter AI dibuat untuk memenuhi kebutuhan emosional penggunanya.

Banyak di antaranya didesain untuk mendorong pembelian produk yang sering dibeli para lansia tanpa pikir panjang.Tak sedikit pula yang digunakan untuk menyebarkan propaganda atau menciptakan ketergantungan emosional.

Pakar mengimbau keluarga untuk lebih memantau aktivitas online anggota lansia. Meski teknologi AI punya manfaat besar, pada kelompok rentan, ia bisa menjadi jebakan berbahaya.

Read Entire Article