Studi Ini Ungkap Mengapa Beberapa Burung Punya Suara Lebih Keras dari pada yang Lain?

3 months ago 26

Liputan6.com, Jakarta - Burung bukan hanya berbeda dalam cara berkicau, tetapi juga dalam seberapa keras suara yang mereka hasilkan.

Studi global terbaru yang diterbitkan dalam Philosophical Transactions of the Royal Society B, salah satu jurnal tertua dan paling bergengsi di dunia, mengungkap fakta menarik tentang variasi volume kicauan burung dari 170 spesies di seluruh dunia, dilansir dari laman Rare Bird Alert, Selasa (5/8/2025).

Penelitian ini dipimpin oleh ahli bioakustik Henrik Brumm dan timnya, dan menjadi analisis perbandingan berskala besar pertama tentang kekuatan suara (amplitudo) kicauan burung.

Hasilnya menunjukkan bahwa kerasnya kicauan burung tidak terjadi secara acak, melainkan dipengaruhi oleh kombinasi faktor fisik, adaptasi perilaku, dan tekanan lingkungan.

Burung Dengan Kicauan Terkeras

Beberapa burung dari keluarga Thraupidae (tanagers), Icteridae (blackbird Dunia Baru), dan suboscine tertentu tercatat sebagai kicauan paling keras, bahkan mencapai lebih dari 100 desibel SPL, setara dengan suara gergaji mesin.

Sementara itu, sebagian besar burung passerine kecil menghasilkan kicauan di bawah 80 dB SPL.

Menariknya, besar kecil tubuh burung tidak selalu menentukan kerasnya suara. Beberapa spesies kecil justru menghasilkan suara yang lebih keras dari perkiraan.

Faktor lain seperti bentuk paruh, jenis lagu, dan fungsi sosial dari kicauan juga memainkan peran penting.

Burung yang menggunakan suara untuk komunikasi jarak jauh atau menandai wilayah cenderung bernyanyi lebih keras.

Meski berguna, berkicau keras bukan berarti aman. Burung berkicau keras bisa menarik perhatian predator, membutuhkan lebih banyak energi, atau mengurangi kontrol vokal.

Untuk mengimbanginya, beberapa spesies mengubah postur atau teknik pernapasan saat berkicau.

Dalam satu spesies pun, volume suara bisa berbeda tergantung konteks. Di lingkungan perkotaan yang bising misalnya, burung sering berkicau lebih keras, fenomena ini dikenal sebagai efek Lombard.

Meski demikian, studi juga menemukan adanya perbedaan dasar volume antar individu, yang dipengaruhi faktor bawaan hingga perilaku.

Volume Suara Burung

Penemuan ini menekankan pentingnya memperhatikan amplitudo dalam studi komunikasi burung.

Kicauan yang lebih keras memang bisa lebih efektif untuk menarik pasangan atau mengusir pesaing, tapi juga lebih berisiko terdengar predator.

Hal ini menciptakan “strategi volume” berbeda yang berevolusi sesuai kondisi ekologi.

Studi ini juga mengajak peneliti lain untuk menggunakan pengukuran volume yang dikalibrasi dalam analisis suara burung.

Amplitudo, yang sebelumnya jarang dibahas, kini diakui sebagai aspek penting dalam memahami evolusi suara dan perilaku burung secara lebih mendalam.

Read Entire Article