Serangan Rudal Israel Tewaskan 8 Anak Gaza yang Sedang Mengambil Air

19 hours ago 7

Liputan6.com, Gaza - Tragedi kembali menyelimuti Gaza. Sedikitnya delapan warga Palestina, mayoritas anak-anak, tewas dan belasan lainnya terluka di Gaza tengah pada Minggu (13/7/2025), saat mereka sedang mengambil air. Serangan udara Israel tersebut, menurut militer Israel sendiri, salah sasaran akibat kerusakan teknis.

Militer Israel mengatakan rudal yang diluncurkan sebenarnya ditujukan kepada seorang militan Jihad Islam, namun mengalami malfungsi sehingga jatuh “puluhan meter dari target”.

“IDF menyesalkan jatuhnya korban sipil tak bersalah,” bunyi pernyataan mereka, seraya menambahkan bahwa insiden ini tengah diselidiki lebih lanjut, dikutip dari laman Japan Today, Senin (14/7).

Serangan itu menghantam titik distribusi air di kamp pengungsi Nuseirat. Menurut dr. Ahmed Abu Saifan dari Rumah Sakit Al-Awda, enam anak termasuk di antara delapan korban tewas, sementara sedikitnya 17 orang lainnya mengalami luka-luka.

Kondisi kekurangan air di Gaza memang makin parah dalam beberapa pekan terakhir. Krisis bahan bakar membuat fasilitas desalinasi dan sanitasi terpaksa tutup. Warga kini bergantung pada pusat pengumpulan air, tempat mereka mengisi wadah plastik demi kebutuhan sehari-hari.

Belum lama berselang, serangan Israel lainnya di sebuah pasar Kota Gaza kembali memakan korban. Media Palestina melaporkan sedikitnya 12 orang tewas, termasuk seorang dokter ternama, Ahmad Qandil. Hingga kini, militer Israel belum memberikan tanggapan soal serangan tersebut.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan total korban tewas sejak perang pecah pada Oktober 2023 telah melampaui 58.000 jiwa, dengan lebih dari separuhnya perempuan dan anak-anak. Dalam 24 jam terakhir saja, 139 orang dilaporkan meninggal dunia.

Peluang Gencatan Senjata Kian MenipisDi tengah gelombang duka ini, utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, menyatakan pada Minggu bahwa dirinya “berharap” negosiasi gencatan senjata Gaza yang tengah berlangsung di Qatar dapat membuahkan hasil. Witkoff berencana bertemu pejabat senior Qatar di sela final Piala Dunia Antarklub FIFA.

Namun optimisme tersebut tampaknya mulai pudar. Perundingan tidak langsung di Doha yang membahas proposal gencatan senjata selama 60 hari terhambat oleh perbedaan tajam, terutama soal sejauh mana Israel akan menarik pasukannya. Kedua belah pihak justru saling menuding keras kepala.

Duka kembali menyelimuti Gaza. Warga Nuseirat, Gaza Tengah, menggelar salat jenazah dan mengantarkan korban tewas ke pemakaman setelah serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 30 orang, termasuk enam anak-anak di titik pengambilan air.

Netanyahu: Israe Tak Akan Mundur

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu malam dijadwalkan memimpin rapat kabinet untuk membahas perkembangan terakhir perundingan. Dalam video yang diunggahnya di Telegram, Netanyahu menegaskan Israel tak akan mundur dari tuntutan utama: membebaskan semua sandera, menghancurkan Hamas, dan memastikan Gaza tak lagi menjadi ancaman.

Konflik ini bermula pada 7 Oktober 2023 saat Hamas dan kelompok militan lainnya menyerbu Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang ke Gaza. Dari sekitar 50 sandera yang masih ditahan, diperkirakan hanya 20 yang masih hidup.

Keluarga para sandera terus mendesak pemerintah Israel untuk segera mencapai kesepakatan. “Mayoritas rakyat Israel sudah bersuara dengan lantang. Kami ingin ada kesepakatan, meski itu berarti mengakhiri perang ini sekarang juga,” kata Jon Polin, ayah Hersh Goldberg-Polin yang disandera Hamas dan dibunuh pada Agustus 2024.

Rencana Relokasi Menuai SorotanDalam rapat kabinet, Netanyahu juga akan membahas rencana memindahkan ratusan ribu warga Gaza ke Rafah di selatan. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebutnya sebagai bakal “kota kemanusiaan”. Namun wacana ini diprediksi bakal memicu kecaman internasional karena dinilai sebagai pemindahan paksa.

Sebuah sumber di Israel menyebut kompleks pengungsian di Rafah itu akan dibangun jika gencatan senjata tercapai. Namun, Hamas telah menolak peta penarikan pasukan yang diajukan Israel karena tetap meninggalkan sekitar 40% wilayah Gaza, termasuk Rafah, di bawah kendali Israel.

Serangan demi serangan telah menggusur hampir seluruh populasi Gaza yang berjumlah lebih dari dua juta orang. Namun warga Gaza menegaskan, tak ada tempat yang benar-benar aman.

Pada Minggu dini hari, sebuah rudal menghantam rumah di Kota Gaza yang sebelumnya dijadikan tempat mengungsi setelah keluarga itu diperintahkan meninggalkan rumah asal mereka di selatan. “Bibi saya, suaminya, dan anak-anaknya semua tewas. Apa dosa anak-anak ini hingga menjadi korban dalam pembantaian berdarah saat fajar?” ujar Anas Matar, berdiri di antara puing-puing bangunan yang rata dengan tanah.

Read Entire Article