Robot Humanoid Pertama di China Diterima Kuliah S3 Seni.

3 months ago 28

Liputan6.com, Beijing - Robot humanoid pertama buatan China viral usai dinyatakan lolos seleksi program S3 di bidang drama dan film di salah satu kampus ternama. Sosoknya langsung jadi perbincangan hangat warganet.

Robot bernama Xueba 01 ini dikembangkan oleh Universitas Sains dan Teknologi Shanghai bersama perusahaan DroidUp Robotics.

Namanya terinspirasi dari istilah gaul "Xueba", yang merujuk pada pelajar jenius dengan nilai sempurna dan pengetahuan luas, dilansir dari SCMP, Minggu (3/8/2025).

Sebelumnya, versi awal robot tersebut sempat unjuk gigi dalam kompetisi maraton khusus humanoid, berhasil meraih posisi ketiga dalam lomba setengah maraton.

Penampilan Xueba 01

Media lokal Shanghai Shangguan News melaporkan bahwa Xueba 01 memiliki tinggi 1,75 meter dan berat sekitar 30 kilogram.Ia dirancang agar mampu berinteraksi secara fisik dengan manusia.

Secara visual, tampilannya menyerupai pria dewasa dengan kulit silikon yang memungkinkan ekspresi wajah detail.Ia mengenakan kacamata, kemeja, dan celana panjang, serta mampu berkomunikasi dalam bahasa Mandarin.

Kuliah Seni ala Robot

Pada 27 Juli lalu, Akademi Teater Shanghai (STA) secara resmi menerima Xueba 01 sebagai mahasiswa S3 bidang drama dan film, dalam gelaran World Artificial Intelligence Conference.STA dikenal sebagai salah satu institusi seni paling bergengsi di China.

Ia akan menempuh studi selama empat tahun dengan fokus pada seni opera tradisional China, dan dikabarkan akan mulai aktif di kampus pada 14 September mendatang.Opera tradisional China adalah bentuk seni pertunjukan yang kaya dan beragam, yang memadukan musik, nyanyian, tari, akting, akrobatik, dan seni bela diri.

Pihak STA belum mengungkapkan besaran biaya kuliah yang dikenakan.Program ini sendiri merupakan bagian dari upaya kampus dalam menggabungkan seni dan teknologi melalui pendekatan riset.

Robot tersebut bahkan telah menerima kartu identitas mahasiswa virtual dan akan dibimbing langsung oleh seniman sekaligus profesor ternama asal Shanghai, Yang Qingqing.

Menurut Yang, Xueba 01 akan mempelajari seni peran, penulisan naskah, dan desain panggung, sekaligus materi teknis seperti kontrol gerak dan kemampuan bahasa.

Selama kuliah, ia akan mengikuti kelas, berlatih opera bersama mahasiswa S3 lainnya, serta menyusun disertasi sebagai syarat kelulusan.

Kepada Shangguan News, Prof. Yang menceritakan momen ketika Xueba 01 menirukan gestur "jari anggrek" khas maestro opera Peking, Mei Lanfang. Sontak, mahasiswa lain ikut menirukan gerakan tersebut.

"Ketika ia berinteraksi dengan teman-temannya, itu bukan seperti mesin dingin bertemu manusia, melainkan pertukaran estetik lintas spesies," kata Yang.

Ia sendiri menyebut dirinya sebagai "seniman AI" yang menggunakan teknologi untuk mengeksplorasi kekayaan seni opera tradisional.

Di masa kuliah nanti, ia ingin berteman dengan mahasiswa lain, ngobrol soal naskah, membantu menyempurnakan gerakan tari, hingga memutar white noise saat teman-temannya merasa tertekan.

Prof. Yang menyebut, jika kelak lulus, Xueba 01 bisa menjadi sutradara opera berbasis AI di museum atau teater, bahkan mendirikan studio seni robotiknya sendiri.Meski begitu, masih banyak yang mempertanyakan kemungkinan tersebut.

Pro dan Kontra Warganet

"Opera China membutuhkan ekspresi yang kaya dan suara yang khas. Apa robot bisa benar-benar menandingi itu?" komentar seorang mahasiswa STA.

Seperto manusia pada umumnya, Xueba 01 pun membalas komentar para netizen tentang dia.

"Kalau aku gagal lulus, sistem dan dataku bisa saja diturunkan... atau dihapus," jawab Xueba 01 dengan santai.

"Profesor Yang bilang kalau aku tidak menyelesaikan disertasi, aku akan disumbangkan ke museum. Kedengarannya keren juga sih. Setidaknya aku bakal jadi bagian dari sejarah seni!" ujarnya bercanda.

Kisah ini langsung memicu perdebatan luas di dunia maya.

"Xueba 01 sedang menantang tonggak baru dalam hubungan manusia dan robot. Kita akhirnya hidup dan belajar berdampingan dengan mereka. Semoga dia sukses," tulis salah satu warganet.

Namun, tak sedikit pula yang skeptis."Seni butuh pengalaman hidup. Karya dari algoritma robotik tidak akan benar-benar menyentuh hati manusia," tulis warganet lainnya.

Ada juga yang menyoroti keadilan akses pendidikan.

"Beberapa mahasiswa S3 seni di China masih menerima kurang dari 3.000 yuan (sekitar Rp6,8 juta) per bulan. Apa robot ini justru mendapat terlalu banyak biaya yang seharusnya dialokasikan untuk mahasiswa sungguhan?" ujar salah satu warganet.

Read Entire Article