Ratusan Mantan Pejabat Israel Desak Trump Bantu Akhiri Perang Gaza

Liputan6.com, Tel Aviv - Sekitar 600 mantan pejabat keamanan Israel, termasuk mantan kepala badan intelijen, menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mendesak Israel segera mengakhiri perang di Gaza.

"Ini adalah penilaian profesional kami bahwa Hamas tidak lagi menjadi ancaman strategis bagi Israel," kata mereka seperti dilansir BBC.

"Reputasi Anda di mata mayoritas besar warga Israel memperkuat kemampuan Anda untuk mengarahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya ke arah yang benar: Akhiri perang, kembalikan para sandera, hentikan penderitaan."

Israel melancarkan perang dahsyat di Gaza setelah serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang mereka klaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang dibawa ke Gaza sebagai sandera.

Sejak saat itu, lebih dari 60.000 warga Palestina di Gaza tewas akibat aksi brutal militer Israel.

Pada Senin (4/8/2025), otoritas kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 94 orang tewas di Gaza dalam sehari terakhir, termasuk puluhan yang meninggal akibat serangan Israel.

Sedikitnya 24 orang tewas saat berusaha mendapatkan bantuan. Laporan semacam ini telah menjadi hal yang nyaris terjadi setiap hari dalam beberapa bulan terakhir, namun sulit diverifikasi karena jurnalis internasional dilarang masuk ke Gaza oleh Israel.

Gaza juga mengalami deprivasi massal akibat pembatasan ketat yang diberlakukan Israel terhadap apa saja yang boleh masuk ke Gaza. Otoritas kesehatan Gaza mengatakan 180 orang, termasuk 93 anak-anak, telah meninggal akibat malnutrisi sejak perang dimulai.

Lembaga-lembaga yang didukung PBB menyatakan bahwa skenario terburuk berupa kelaparan kini benar-benar terjadi di Gaza.

Intervensi terbaru dari para mantan pejabat tinggi Israel ini muncul setelah video dua sandera Israel yang kurus kering dirilis oleh militan Hamas dan Jihad Islam. Video-video tersebut dikecam luas oleh para pemimpin Israel dan negara-negara Barat.

Setelah video dirilis, Netanyahu berbicara dengan keluarga kedua sandera itu, meyakinkan mereka bahwa upaya untuk memulangkan semua sandera akan terus dilakukan secara konstan dan tanpa henti.

Namun, seorang pejabat Israel — yang banyak dikutip oleh media lokal — mengatakan Netanyahu tidak berfokus pada negosiasi atau kesepakatan damai untuk membebaskan para sandera, melainkan percaya bahwa satu-satunya cara untuk membebaskan mereka adalah dengan mengalahkan Hamas secara total melalui kekuatan militer.

Kemungkinan eskalasi baru di Gaza dapat semakin memicu kemarahan sekutu-sekutu Israel yang selama ini mendesak gencatan senjata segera, terutama karena laporan tentang warga Palestina yang tewas akibat kelaparan atau malnutrisi mengguncang dunia.

Kelompok utama pendukung keluarga para sandera mengecam gagasan ofensif militer baru dengan mengatakan, "Netanyahu sedang menyeret Israel dan para sandera menuju kehancuran."

"Pada awalnya perang ini adalah perang yang adil, perang yang bersifat defensif, namun ketika semua tujuan militer telah tercapai, perang ini berhenti menjadi perang yang adil," kata mantan kepala Shin Bet, badan intelijen dalam negeri Israel, Ami Ayalon.

Para mantan pemimpin tinggi ini memimpin kelompok Commanders for Israel’s Security (CIS), yang sebelumnya telah mendesak pemerintah agar fokus pada upaya memulangkan para sandera.

"Hentikan Perang Gaza! Atas nama CIS, kelompok mantan jenderal IDF serta mantan petinggi Mossad, Shin Bet, Kepolisian, dan Korps Diplomatik terbesar di Israel, kami mendesak Anda untuk mengakhiri perang di Gaza. Anda pernah melakukannya di Lebanon. Sekarang waktunya melakukannya juga di Gaza," tulis mereka kepada Trump.

Israel semakin menghadapi isolasi di kancah internasional, seiring meluasnya kehancuran di Gaza dan penderitaan rakyat Palestina yang memicu gelombang kemarahan di seluruh dunia.

Jajak pendapat di berbagai negara menunjukkan bahwa opini publik terhadap Israel semakin negatif, yang menekan para pemimpin Barat untuk mengambil tindakan.

Namun, belum jelas tekanan seperti apa, jika ada, yang akan dipilih Trump untuk diberlakukan terhadap perdana menteri Israel itu.

Trump secara konsisten mendukung sekutunya, meski pekan lalu dia secara terbuka mengakui bahwa memang terjadi kelaparan nyata di Gaza, setelah Netanyahu bersikeras bahwa hal itu tidak terjadi.