Ngeri, Penyakit Kebal Antibiotik Mengancam Gaza

2 months ago 25

Liputan6.com, Gaza - Gaza menghadapi ancaman baru ketika penyakit yang kebal terhadap antibiotik menyebar di seluruh wilayah yang porak-poranda. Demikian menurut hasil penelitian terbaru.

Persediaan obat sangat langka dan puluhan ribu orang terluka akibat perang yang telah berlangsung selama 22 bulan. Banyak lainnya melemah karena kekurangan gizi. Para ahli mengatakan, tingginya tingkat bakteri yang kebal terhadap obat akan menyebabkan penyakit berlangsung lebih lama dan lebih parah, penularan penyakit menular menjadi lebih cepat, serta angka kematian meningkat.

Temuan, yang dipublikasikan pada Selasa (12/8/2025) di jurnal The Lancet Infectious Diseases, ini merupakan laporan pertama sejak konflik pecah pada Oktober 2023 yang mengungkap adanya prevalensi bakteri kebal multi-obat di Gaza.

"Ini akan menyebabkan penyakit yang lebih lama dan lebih parah serta risiko tinggi penularan kepada orang lain. Artinya, risiko kematian akibat infeksi yang sebenarnya umum akan meningkat. Ini berarti lebih banyak amputasi. Gambaran yang mengerikan," kata Krystel Moussally, penasihat epidemiologi untuk Medecins Sans Frontieres sekaligus salah satu penulis studi tentang bakteri kebal antibiotik di Gaza dan zona konflik lain di Timur Tengah, yang tidak terlibat dalam penelitian ini seperti dilansir The Guardian.

Studi didasarkan pada lebih dari 1.300 sampel dari Rumah Sakit Al-Ahli, salah satu dari sedikit laboratorium mikrobiologi yang masih berfungsi di Gaza. Dua per tiga dari sampel, yang diambil dari pasien selama periode 10 bulan tahun lalu, menunjukkan keberadaan bakteri kebal multi-obat.

Bilal Irfan, salah satu penulis studi, menyebut temuan ini sebagai sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.

"Kami bahkan tidak tahu skala sebenarnya karena hampir semua laboratorium hancur dan banyak tenaga medis terbunuh, jadi mendapatkan sedikit gambaran tentang apa yang terjadi di Gaza saja sudah sangat penting," ungkap Irfan, seorang bioetikus yang melakukan penelitian di Brigham and Women’s Hospital milik Harvard dan University of Michigan.

Titik Kulminasi

Selama beberapa dekade, Gaza telah mengalami tingkat bakteri kebal multi-obat yang tinggi sebagai konsekuensi dari konflik berulang dan blokade Israel sejak 2007, ketika Hamas mengambil alih kekuasaan.

Namun, para ahli mengatakan bahwa situasi saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak hanya sistem kesehatan Gaza yang hancur total, namun sistem sanitasi juga rusak, pembuangan sampah hampir berhenti, dan kelaparan meluas di antara 2,3 juta penduduk, membuat semakin banyak orang rentan terhadap infeksi.

Pada Selasa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Israel harus mengizinkan pihaknya menyimpan persediaan medis untuk menghadapi situasi kesehatan yang katastrofe di Gaza.

"Kami ingin menimbun persediaan dan semua orang mendengar bahwa semakin banyak pasokan kemanusiaan diizinkan masuk – namun itu belum terjadi atau terjadi dengan kecepatan yang terlalu lambat," tutur Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina.

Berbicara dari Yerusalem, Peeperkorn menuturkan Gaza telah kehabisan lebih dari setengah persediaan obat-obatan dan WHO hanya mampu membawa masuk lebih sedikit pasokan daripada yang diinginkan karena prosedur yang berbelit-belit serta produk-produk yang masih ditolak untuk masuk – topik yang terus dinegosiasikan dengan otoritas Israel.

Peeperkorn mengatakan bahwa dari seluruh fasilitas kesehatan di Gaza, hanya 50 persen rumah sakit dan 38 persen pusat layanan kesehatan primer yang masih beroperasi, itupun dengan kemampuan yang sangat terbatas. Tingkat keterisian tempat tidur telah mencapai 240 persen di rumah sakit Al-Shifa dan 300 persen di Rumah Sakit Al-Ahli, keduanya di Gaza utara.

"Secara keseluruhan, situasi kesehatan tetap katastrofe," tegas Peeperkorn. "Kelaparan dan kekurangan gizi terus melanda Gaza."

Pejabat Kementerian Pertahanan Israel mengaku lebih dari 45.000 ton peralatan medis telah dikirim ke Gaza sejak awal perang dan 13 rumah sakit lapangan dengan fasilitas lengkap telah didirikan oleh organisasi bantuan internasional.

"Israel akan terus mengizinkan masuknya peralatan medis dan obat-obatan ke Gaza sesuai hukum internasional dan bekerja sama dengan komunitas internasional, sambil mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk mencegah organisasi teroris Hamas merebut bantuan tersebut dan memanfaatkannya untuk tujuan teroris dan militer," kata para pejabat itu.

Serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023 kini telah menewaskan setidaknya 61.599 warga Palestina dan melukai 154.088 lainnya.

Read Entire Article