Kenapa Jepang Bentuk Satuan Tugas untuk Tangani Warga Asing?

9 hours ago 6

Liputan6.com, Tokyo - Jepang selama ini giat menarik kedatangan orang asing untuk mendongkrak ekonominya yang lesu. Namun, kini muncul persepsi bahwa jumlah mereka sudah terlalu banyak, sehingga memicu pembentukan satuan tugas baru di tengah memanasnya persaingan jelang pemilu nasional pada Minggu (20/7/2025).

Menjelang pemilu majelis tinggi, isu ini mengemuka dalam perdebatan politik. Salah satunya dipicu oleh partai kecil yang mendorong kebijakan "Japanese first", mirip dengan retorika nasionalis Donald Trump. Demikian seperti dilansir CNN.

Perdana Menteri Shigeru Ishiba meluncurkan satuan tugas, yang secara resmi diberi nama Kantor Promosi Masyarakat Hidup Berdampingan Secara Harmonis dengan Warga Negara Asing, tersebut pada Selasa (15/7). Dia menyebut pembentukan satuan tugas ini dilatarbelakangi oleh tindakan kriminal atau perilaku mengganggu yang dilakukan oleh beberapa warga asing dan penyalahgunaan berbagai sistem pemerintah.

Sebagai ekonomi terbesar keempat di dunia, Jepang memiliki sejarah panjang dalam hal kebijakan imigrasi yang ketat, serta kecenderungan budaya isolasionis yang kuat.

Namun, populasi yang menua dengan cepat dan angka kelahiran yang terus merosot, Jepang secara bertahap mulai membuka diri terhadap pekerja asing dan berupaya menarik lebih banyak wisatawan internasional.

Para ahli memperingatkan menutup kembali pintu masuk bisa memperparah krisis demografis dan membahayakan industri pariwisata.

Apa yang Akan Dilakukan Satuan Tugas?

Ishiba menggambarkan satuan tugas ini sebagai pusat komando yang mengoordinasikan kebijakan untuk warga negara Jepang dan warga negara asing.

"Beberapa bidang yang akan menjadi fokus meliputi imigrasi, pembelian lahan oleh warga asing, serta kasus warga asing yang menunggak pembayaran iuran layanan publik," ujar Ishiba.

Dia berjanji akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang tidak mematuhi aturan.

Belum ada rincian yang lebih konkret, namun pemerintah mengatakan bulan lalu bahwa mereka berencana untuk merevisi kebijakan agar melarang turis dan penduduk asing yang memiliki tunggakan tagihan medis untuk mendapatkan visa atau kembali ke Jepang.

Reaksi Warga Jepang atas Lonjakan Orang Asing

Meski jumlah penduduk asing di Jepang melonjak dari 2,23 juta menjadi 3,77 juta dalam satu dekade terakhir, mereka tetap hanya mewakili sekitar 3 persen dari total populasi yang lebih dari 120 juta orang.

Yang jauh lebih mencolok adalah lonjakan pariwisata dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pandemi COVID-19.

Organisasi Pariwisata Nasional Jepang menyebutkan, sebanyak 21,5 juta wisatawan asing mengunjungi Jepang pada paruh pertama tahun ini. Tahun lalu, Jepang menjadi negara kedelapan yang paling banyak dikunjungi wisatawan di dunia menurut UN Tourism dan nomor satu di Asia.

Lonjakan ini membuat banyak warga merasa terganggu karena kehidupan mereka terusik oleh wisatawan yang membanjiri lingkungan mereka untuk bersantai, berbelanja, atau sekadar berfoto.

Hal ini bahkan mendorong pihak berwenang untuk menutup sementara sebuah lokasi populer untuk melihat Gunung Fuji dari depan sebuah minimarket, menyusul banyaknya keluhan warga soal keramaian. Di waktu yang sama, sebuah kawasan pemandian air panas mengeluarkan peringatan tentang rendahnya permukaan air akibat tingginya permintaan pengunjung terhadap fasilitas mandi pribadi.

Beberapa orang menyalahkan para wisatawan karena memicu inflasi dan menyebabkan kelangkaan pasokan barang tertentu, termasuk beras — bahan makanan paling dihargai di Jepang.

Sebagian warga juga mempersoalkan dugaan bahwa penduduk asing menghindari kewajiban mengikuti asuransi kesehatan publik. Selain itu, mereka menyoroti maraknya investor asing yang membeli properti di Jepang, sehingga memicu kenaikan harga.

Seorang pensiunan di Tokyo yang dulunya bekerja di perusahaan dagang mengatakan kepada CNN bahwa dia percaya para pekerja asing telah merebut pekerjaan milik orang Jepang.

"Mereka datang ke Jepang karena tidak bisa mencari nafkah di negara mereka sendiri," kata pria berusia 78 tahun itu, yang meminta namanya dirahasiakan karena sifat pembicaraan yang sensitif.

"Karena budayanya berbeda, tidak mungkin kita hidup berdampingan."

Seorang pekerja kantoran bernama Kouyama Nanami, 23 tahun, mengatakan dia membaca laporan berita bahwa banyak bantuan kesejahteraan diberikan kepada penduduk non-Jepang.

"Saya pikir bantuan itu seharusnya lebih diprioritaskan untuk orang Jepang," ujarnya.

Kata Ahli

Shunsuke Tanabe, seorang profesor sosiologi di Universitas Waseda di Tokyo, mengatakan bahwa banyak keyakinan negatif terkait migrasi — seperti anggapan bahwa angka kejahatan meningkat — berasal dari klaim palsu dan menyesatkan yang muncul selama masa kampanye.

"Karena sekarang warga asing lebih terlihat, orang-orang mulai mengira bahwa keamanan publik pasti semakin buruk juga," tutur Tanabe kepada CNN.

"Akibatnya, kampanye negatif yang menyebar di media sosial menjadi relevan bagi banyak orang, membuat mereka berpikir bahwa partai yang berjanji akan 'melindungi' masyarakat dari ancaman yang hanya dibayangkan ini adalah pilihan yang lebih baik."

Dia mencatat bahwa angka kejahatan di Jepang telah menurun dalam 20 tahun terakhir, meskipun jumlah turis dan penduduk asing meningkat.

"Tidak ada perbedaan berarti antara warga negara Jepang dan warga asing dalam hal tingkat kriminalitas," ujarnya.

Pada 2023, menurut laporan Kementerian Kehakiman Jepang, sebanyak 9.726 warga asing ditangkap atas dugaan tindak kejahatan di Jepang. Jumlah tersebut setara dengan 5,3 persen dari total seluruh orang yang ditangkap pada tahun yang sama. Angka ini mencakup baik wisatawan asing maupun penduduk asing yang tinggal di Jepang.

Jepang Membutuhkan Pekerja Asing, Kenapa?

Tingkat kelahiran di negara itu anjlok ke titik terendah baru sebesar 1,15 pada tahun 2024, jauh di bawah angka 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi tetap stabil tanpa imigrasi. Artinya, populasi usia kerja akan terus menyusut dalam beberapa dekade ke depan. Ini semakin memperburuk prospek ekonomi Jepang yang sudah mengalami stagnasi sejak awal 1990-an.

Untuk menarik pekerja asing, pemerintah telah melonggarkan persyaratan visa dan mencoba meningkatkan kondisi kerja.

Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan menyatakan bahwa jumlah pekerja asing mencapai rekor tertinggi 2,3 juta pada Oktober lalu. Pemerintah telah menerbitkan visa "pekerja terampil khusus" bagi warga asing yang bekerja di berbagai sektor, mulai dari perawatan lansia dan perhotelan, hingga konstruksi dan penerbangan. Informasi ini tercantum di situs web Kementerian Luar Negeri Jepang.

Pada Selasa, Ishiba mengakui pentingnya Jepang untuk tetap berpikiran terbuka.

"Karena Jepang menghadapi tantangan berupa menurunnya angka kelahiran dan populasi yang terus menua, sangat penting bagi kita untuk terbuka terhadap semangat masyarakat internasional — dengan menerima sejumlah pekerja asing dan memperluas sektor pariwisata — demi memastikan transisi yang lancar menuju ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan," imbuhnya.

Read Entire Article