Hari Ibu Tanggal Berapa 2025: Kuatnya Budaya Patriarki Masih Bayangi Dunia Kerja Perempuan

1 week ago 9

Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Hari Ibu 2025 kembali menjadi momentum refleksi bagi perlindungan dan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Lantas, Hari Ibu tanggal berapa 2025? Mengacu pada ketetapan nasional, Hari Ibu diperingati setiap 22 Desember, sehingga pada 2025 peringatan ini jatuh pada Senin, 22 Desember 2025.

Dalam rangka Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengambil langkah konkret dengan meluncurkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3). Inisiatif ini hadir sebagai respons atas masih kuatnya budaya patriarki yang membayangi dunia kerja perempuan, mulai dari diskriminasi hingga kekerasan.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO KemenPPPA, Prijadi Santoso, menyatakan bahwa RP3 dirancang sebagai layanan terdekat dan mudah diakses oleh pekerja perempuan yang membutuhkan perlindungan, baik secara hukum maupun psikologis.

"RP3 tidak harus berbentuk bangunan fisik, tapi juga akan dikembangkan dalam bentuk layanan digital agar lebih mudah dijangkau pekerja perempuan. Yang terpenting adalah akses pertama yang cepat, aman, dan dekat," ujar Prijadi Santoso seperti dikutip dari kemenpppa.go.id pada Selasa, 16 Desember 2025.

Menurut Prijadi, kekerasan terhadap perempuan pekerja masih menjadi persoalan serius yang kerap tidak terungkap. Relasi kuasa antara pemberi kerja dan pekerja, serta stigma terhadap korban, membuat banyak kasus memilih untuk tidak dilaporkan.

Perempuan Korban Kekerasan di Tempat Kerja

Data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menunjukkan bahwa 25,6 persen perempuan bekerja mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual.

Sementara itu, SIMFONI PPA mencatat 1.308 perempuan dewasa menjadi korban kekerasan di tempat kerja sepanjang 2020–2024.

Prijadi menyoroti bahwa kuatnya budaya patriarki masih menjadi tantangan terbesar dalam upaya mewujudkan keadilan gender di dunia kerja.

"Budaya patriarki membuat posisi perempuan sering kali lebih rendah di dunia kerja. Ketimpangan ini terlihat dari rasio partisipasi angkatan kerja yang sejak 2005 masih di kisaran 55 berbanding 85. Padahal, jika perempuan mendapat peluang yang sama, pertumbuhan ekonomi nasional bisa jauh lebih cepat," ujarnya.

Isu Perempuan Fokus Semua Pihak

Dia menegaskan isu perempuan bukan semata tanggung jawab perempuan. Kelompok rentan, termasuk pekerja perempuan, harus diperjuangkan bersama oleh seluruh elemen masyarakat.

Untuk memperkuat perlindungan, pemerintah juga telah mengembangkan UPTD PPA sesuai amanat UU TPKS. RP3 berperan sebagai jembatan antara perusahaan dan layanan pemerintah.

Kasus ringan dapat ditangani langsung di RP3, sementara kasus sedang hingga berat akan dirujuk ke UPTD PPA untuk penanganan komprehensif.

Dukungan terhadap RP3 juga datang dari dunia usaha. Vice President PT Evoluzione Tyres, Sigit Wibisono, menilai RP3 sebagai langkah strategis untuk melindungi pekerja perempuan, terutama di wilayah yang rentan terhadap diskriminasi dan kekerasan.

"RP3 menyediakan ruang pengaduan yang aman dan rahasia, fasilitas pendukung seperti pemindahan otomatis pekerja hamil ke posisi non-shift, sistem antar-jemput 24 jam, hingga edukasi rutin bagi pekerja laki-laki," ujar Sigit Wibisono.

Menurutnya, implementasi RP3 tidak hanya melindungi pekerja perempuan, tapi juga meningkatkan kepuasan karyawan, menurunkan turnover, dan memperkuat keberlanjutan perusahaan.

Read Entire Article