Gondongan dan COVID-19 Bisa Picu Sperma Kosong alias Azoospermia

1 week ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Penyakit infeksi seperti gondongan dan COVID-19 bisa memicu sperma kosong atau dalam bahasa medis disebut azoospermia. Azoospermia adalah suatu kondisi medis serius yang menjadi perhatian dalam isu infertilitas (ketidaksuburan) pria. Kondisi ini berarti tidak ditemukannya satu pun sperma pada air mani pria.

Lantas, bagaimana kaitan antara azoospermia dengan gondongan dan COVID-19?

“Jadi gini, gondongan itu adalah infeksi pada kelenjar liur, virusnya mumps. Virus mumps ini ciri khasnya adalah gampang sekali menyebar ke testis atau buah zakar. Jadi selain di kelenjar air liur, dia suka sekali di buah zakar,” kata dokter spesialis andrologi Christian Christoper Sunnu dari Eka Hospital Grand Family Pantai Indah Kapuk (PIK) kepada Health Liputan6.com dalam temu media di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Dokter yang akrab disapa Sunnu menambahkan, gondongan pada usia pubertas yakni 16 atau 17 tahun bisa sangat berbahaya. Virus mumps dapat menyebar dan menjadi mumps orchitis atau peradangan pada buah zakar. Kondisi ini ditandai dengan buah zakar sakit sebelah, merah, panas, dan nyeri.

“Itu harus segera dibawa ke dokter karena kalau dibiarkan, buah zakarnya nanti akan rusak atau terjadi atrofi, mengecil dan produksi sperma otomatis berkurang,” jelas Sunnu.

Kaitan COVID-19 dan Azoospermia  

Kaitan azoospermia dengan gondongan serupa dengan kaitannya dengan COVID-19.

“Jadi penelitian terbaru di Jepang, Timur Tengah diteliti orang-orang yang habis kena COVID itu, virusnya bisa menyebar ke buah zakar. Jadi bisa tanpa gejala, bisa ada gejalanya, nyeri di buah zakar,” ucapnya.

“Bahkan penelitian saya terakhir di UNAIR tahun 2024, pasien-pasien yang kena COVID, sudah sembuh , enam bulan kemudian cek sperma itu masih ada penurunan jumlah spermanya. Jadi ada efek jangka panjang.”

Efek jangka panjang COVID-19 atau Long COVID misa meninggalkan gejala sisa meski sudah lewat satu tahun. Termasuk gejala lemas, badan nyeri, susah tidur (insomnia), hormon turun, testosteron turun, tidak bisa ereksi, libido turun, kualitas sperma juga turun.

“Jadi memang efeknya tuh merusaknya luar biasa. Memang virusnya masuk dari saluran napas tapi bisa menyebar ke mana-mana termasuk ke buah zakar,” jelas Sunnu.

Vaksin COVID-19 dan Kemandulan

Di masa pandemi COVID-19, sempat ada isu bahwa vaksin COVID-19 menyebabkan kemandulan. Terkait hal ini, Sunnu memiliki jawaban sendiri.

“Prinsip vaksinnya itu kan kita memang diinjeksi bagian dari virus, mungkin tangannya atau kakinya atau virus yang sudah dilemahkan. Ada beberapa pasien yang imunitasnya drop, dia malah jadi gampang kena COVID walaupun tubuhnya sudah punya perisai, udah punya imun ibaratnya.”

“Itu juga masih pro kontra, karena di Amerika sendiri itu terjadi tuntutan. Jadi pasien-pasien yang sudah vaksin COVID itu banyak yang terkena stroke.”

Menurut Sunnu, vaksin COVID-19 memang diteliti secara cepat. Vaksin sudah disebarluaskan sebelum menjalani penelitian yang benar-benar mantap.

“Belum tahu efek sampingnya dalam 5 atau 10 tahun kemudian. Jadi memang butuh penelitian, bagaimana dampak vaksin ini 5, 10, 20 tahun kemudian.”

Butuh Waktu 10-15 Tahun untuk Ketahui Efek Jangka Panjang Vaksin COVID-19

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Eka Hospital PIK, Hardi Susanto, memberi tambahan soal vaksin COVID-19.

“Saat pandemi di seluruh dunia, dunia tuh panik. Waktu itu juga orang belum tahu cara mengobatinya. Lalu orang berlomba-lomba untuk bikin vaksin,” kata Hardi.

“Seharusnya dalam dunia medis, obat termasuk vaksin itu baru bisa beredar dan dipergunakan secara luas oleh umum kalau dia sudah melalui tiga tingkat penelitian, step satu, step dua, step tiga, kalau sudah di step empat baru dia dinyatakan aman. Dan itu biasanya memakan waktu yang bertahun-tahun.”

Rata-rata, sambung Hardi, penelitian satu vaksin bisa memakan waktu antara 10 sampai 15 tahun. Sehingga, diketahui secara persis fungsi hingga efek samping jangka panjangnya.

Menurut Hardi, untuk mengetahui efek jangka panjang dari vaksin COVID-19, maka perlu menunggu 10 hingga 15 tahun ke depan.

“Yang akan mengalami efek jangka panjangnya adalah kita-kita yang sudah divaksinasi. Nanti kita lihat, ini kan baru tiga tahun, kita belum tahu 10 tahun lagi bagaimana,” ujarnya.

Read Entire Article