Dari Istana ke Penjara: Kisah Kelam Mantan Presiden dan Ibu Negara Korea Selatan

2 months ago 20

Liputan6.com, Seoul - Dalam kemunculan publik terakhirnya di kantor kejaksaan di Seoul pada Selasa (12/8/2025), Kim Keon Hee tampil dengan setelan yang didominasi hitam. Rambut panjangnya diikat, bibirnya terkatup rapat tanpa seulas senyum, dan dia kerap menunduk saat berjalan melewati kerumunan orang yang ingin melihatnya dari dekat.

Mantan ibu negara Korea Selatan, yang berusia 52 tahun itu, akan menjalani pemeriksaan perdana oleh tim jaksa khusus pada Kamis (14/8), kurang dari dua hari setelah penangkapannya atas dugaan korupsi.

Melansir kantor berita Korea Selatan, Yonhap, tim yang dipimpin mantan jaksa senior Min Joong-ki mengatakan pada Rabu (13/8), mereka telah menerima pemberitahuan dari Pusat Penahanan Seoul Selatan, tempat Kim ditahan sejak Rabu pagi, bahwa dia berencana memenuhi panggilan untuk hadir pada pukul 10.00 waktu setempat.

Kim ditangkap atas dugaan terlibat dalam manipulasi harga saham Deutsch Motors, dealer BMW di Korea Selatan, pada 2009–2012; campur tangan dalam pencalonan kandidat pada pemilu sela parlemen 2022 dan pemilihan parlemen 2024; serta menerima hadiah mewah dari pemimpin Gereja Unifikasi, termasuk perhiasan dan tas mewah, melalui seorang perantara sebagai imbalan atas mendapatkan pengaruh atau keuntungan politik.

Atas dugaan tersebut, dia dijerat dengan pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Dana Politik, dan undang-undang tentang penerimaan suap untuk mediasi. Tim jaksa khusus kemudian mengajukan permintaan penangkapan, yang dikabulkan Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada Selasa malam dengan alasan kekhawatiran Kim dapat menghancurkan barang bukti.

Siapa Kim Keon Hee?

Kim adalah istri Yoon Suk Yeol, presiden Korea Selatan yang menjabat dari Mei 2022 hingga dimakzulkan pada April 2025 akibat memberlakukan darurat militer pada Desember 2024.

Dia terlahir pada September 1972 di Provinsi Gyeonggi dengan nama Kim Myeong-sin, yang kemudian dia ganti menjadi Kim Keon-hee pada 2008.

Kim lulus dari Universitas Kyonggi dengan gelar sarjana di bidang seni. Pada 2009, dia mendirikan perusahaan pameran seni miliknya, Covana Contents, sebelum menikah dengan Yoon pada 2012.

Pasangan ini tidak memiliki anak, namun menurut laporan media lokal, mereka memelihara sekitar enam ekor anjing dan lima ekor kucing.

Ayah Kim meninggal ketika dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ibunya, Choi Eun-sun, pernah diadili dan dibebaskan dari tuduhan mengoperasikan rumah sakit perawatan lansia tanpa izin medis pada 2013–2015. Pada 2023, sang ibu divonis bersalah dalam kasus penipuan properti dan tahun lalu dilaporkaan menjalani hukuman penjara selama satu tahun.

Kim dikenal sebagai pegiat hak-hak hewan dan bertekad mengakhiri konsumsi daging anjing di Korea Selatan sebelum masa jabatan suaminya sebagai presiden berakhir.

Dia menarik perhatian para penggemar mode di seluruh dunia berkat pilihan busananya dalam berbagai pertemuan dan KTT penting, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada KTT NATO di Spanyol tahun 2022, sejumlah surat kabar Korea Selatan menjulukinya "fashionista" berkat pilihan busananya, mulai dari gaun koktail putih hingga setelan bermotif hitam-putih yang dipadukan dengan sabuk hitam.

Sejumlah kontroversi membayangi Kim.

Mengutip dari Korea JoongAng Daily dan The Korea Herald, pada akhir 2021 Kim menghadapi kritik tajam setelah terungkap adanya ketidakakuratan serius dalam resume yang dia ajukan untuk melamar posisi mengajar di beberapa universitas antara 2007 dan 2013. Dia dituduh melebih-lebihkan atau memalsukan kualifikasi akademik dan pengalaman profesionalnya.

Kontroversi ini memicu perdebatan publik tentang integritas pejabat tinggi, terutama karena terjadi saat Yoon tengah berkampanye dalam pemilihan presiden pada 2022. Menanggapi hal tersebut, Kim menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan menyatakan penyesalan karena menimbulkan kekhawatiran publik, meski tidak secara eksplisit mengakui atau membantah tuduhan tersebut.

Melansir SCMP dan The Korea Times, Kim dituding melakukan plagiarisme dalam karya akademiknya, termasuk tesis master dan disertasi doktoral. Investigasi internal universitas membenarkan pelanggaran tersebut. Pada Juni 2025, gelar master Kim dicabut dan pada Juli 2025, gelar doktoralnya juga dibatalkan.

Kedua keputusan ini memperburuk citra publiknya dan memicu diskusi luas di Korea Selatan mengenai integritas akademis di kalangan elite politik. Kasus ini juga menjadi simbol lemahnya pengawasan akademik di perguruan tinggi.

Dalam laporan lainnya, Kim disebut menerima tas merek Christian Dior senilai sekitar USD 2.200 pada 2022 dari seorang pastor warga negara Amerika Serikat (AS)-Korea yang memimpin sebuah gereja di AS. Pemberian ini terekam dalam sebuah video yang kemudian dipublikasikan media, memicu kritik tajam dari oposisi politik dan masyarakat terkait etika penerimaan hadiah oleh keluarga presiden.

Oposisi menilai peristiwa ini melanggar norma dan aturan yang melarang pejabat publik menerima hadiah mewah yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Namun, pada Oktober 2024, kantor kejaksaan menghentikan penyelidikan dengan alasan tidak ditemukan pelanggaran hukum. Kasus ini meninggalkan jejak negatif di mata publik dan memperburuk reputasi Kim di tengah berbagai kontroversi lain yang membelitnya.

Mencetak Sejarah

Penahanan Kim mencatat sejarah di Korea Selatan bukan hanya karena dia menjadi istri mantan presiden pertama di negara itu yang ditahan, namun juga karena untuk pertama kalinya dalam sejarah Korea Selatan, mantan presiden dan pasangannya dipenjara secara bersamaan.

Surat perintah penahanan terhadap Kim dikeluarkan saat suaminya sudah lebih dulu berada di penjara.

Penahanan Yoon terjadi pada Juli 2025 setelah pengadilan mengabulkan permintaan jaksa untuk menahannya sementara menyusul keputusannya memberlakukan darurat militer untuk membubarkan parlemen, langkah yang dinilai sebagai upaya merebut kekuasaan secara tidak sah dan memicu krisis politik terbesar sejak berakhirnya rezim militer.

Yoon menghadapi dakwaan pemberontakan, penyalahgunaan wewenang, serta pengrusakan bukti, dan akan tetap berada dalam tahanan selama proses persidangan berlangsung.

Apa yang menimpa Yoon memperpanjang daftar presiden Korea Selatan yang tersandung kasus. Sejak berdiri pasca-Perang Dunia II, hampir semua presiden Korea Selatan pernah tersandung tuduhan serius — mulai dari pemakzulan, tuntutan hukum, penjara, hingga pembunuhan — dengan sedikit pengecualian seperti Moon Jae-in yang mundur tanpa kontroversi.

Berikut daftarnya:

Syngman Rhee – Berakhir di Pengasingan di Hawaii

Presiden pertama Korea Selatan ini dipuji karena perannya dalam bertahan di Perang Korea, namun dikritik atas gaya kepemimpinan otoriter, kecurangan pemilu, pembantaian di Pulau Jeju, dan pembungkaman pers. Gelombang protes besar pada 1960 memaksanya mundur. Ia hidup di pengasingan di Hawaii hingga wafat pada 1965.

Park Chung-hee – Tewas Dibunuh Anak Buahnya

Naik lewat kudeta 1961, Park mendorong industrialisasi pesat yang dikenal sebagai "Keajaiban di Sungai Han", namun memerintah secara represif. Pada 1979, dia ditembak mati oleh kepala dinas intelijen. Warisannya tetap diperdebatkan: sebagian memuji kepemimpinan ekonominya, sebagian mengingat represi politiknya.

Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo – Digulingkan dan Dipenjara

Dua jenderal ini merebut kekuasaan melalui kudeta militer tak lama setelah kematian Park Chung-hee pada 1979. Pada Mei 1980, mereka memerintahkan penumpasan brutal terhadap pemberontakan prodemokrasi di Gwangju, yang menewaskan sedikitnya ratusan warga sipil, serta menyebabkan banyak orang hilang, ditangkap, atau disiksa. Setelah lengser, keduanya diadili dan dinyatakan bersalah atas pemberontakan, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Chun dijatuhi hukuman mati — yang kemudian diubah menjadi hukuman seumur hidup sebelum akhirnya diampuni — sementara Roh divonis 22,5 tahun penjara.

Roh Moo-hyun – Bunuh Diri di Tengah Skandal

Mantan pengacara hak asasi manusia ini, yang pernah membela aktivis prodemokrasi pada era rezim militer, diduga menerima suap setelah pensiun dari jabatannya sebagai presiden. Saat tinggal di kampung halamannya pada 2009, dia mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing dekat rumahnya. Meski akhir hidupnya tragis, banyak warga tetap mengenangnya sebagai pemimpin yang bersih, sederhana, dan pembela keadilan. 

Park Geun-hye – Dimakzulkan karena Korupsi

Presiden perempuan pertama Korea Selatan, sekaligus putri Park Chung-hee, ini dimakzulkan pada 2016 karena skandal suap dan penyalahgunaan kekuasaan, memicu protes besar-besaran yang dikenal sebagai "Gerakan Lilin" — demonstrasi damai dengan massa membawa lilin — yang melibatkan jutaan orang di pusat Seoul.

Lee Myung-bak – Dipenjara setelah Lengser

Pendahulu Park Geun-hye ini ditangkap pada 2018 atas tuduhan penyuapan, penggelapan, dan penggelapan pajak.

Read Entire Article