Liputan6.com, Jakarta Menurut Global Tuberculosis Report 2024 yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2023 ada 10,8 juta kasus baru TBC di dunia. Dari laporan itu terungkap 1,25 juta kematian akibat penyakit ini.
Sayangnya, Indonesia berada di peringkat kedua kasus TB terbanyak di dunia. Jumlahnya mencapai 10 persen dari total kasus global. Pada 2023, terdapat sekitar 1.090.000 kasus baru TB di Indonesia dengan angka kematian mencapai 130.000 jiwa, atau sekitar 17 kematian setiap jam.
Seperti kita ketahui, Tuberkulosis (TBC) atau biasa juga dipanggil TB, penyakit yang selama ini dikenal menyerang paru, ternyata juga dapat menginfeksi organ lain, termasuk otak. TBC otak, atau meningitis tuberkulosis, merupakan kondisi serius yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang otak dan selaput pelindungnya (meninges). Lebih dari setengah penderita mengalami disabilitas permanen atau meninggal dunia jika tidak ditangani segera.
Penyakit ini lebih jarang terjadi dibandingkan TBC paru, tetapi memiliki tingkat keparahan yang jauh lebih tinggi. Gejala TBC otak beragam, dan seringkali tidak langsung dikenali, sehingga diagnosis dini sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Oleh karena itu, penting untuk memahami gejala, diagnosis, dan pengobatan TBC otak agar dapat mencegah dan mengatasinya dengan efektif.
Menurut dr. Heidy Agustin, spesialis paru, "Ada cairan di jantung, itu juga biasanya penyebabnya TB juga. Pasiennya mengalami sesak napas, nyeri dada, ternyata ada cairan di jantungnya, itu perikarditis TB namanya." Pernyataan yang dikutip dari Antara, menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap gejala-gejala yang mungkin mengindikasikan TBC di luar paru-paru, termasuk TBC otak.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat terdapat peningkatan kasus tuberkulosis atau TBC pada 2023. Pad 2022 capai 724 ribu kasus TBC, lalu meningkat menjadi 809 ribu kasus pada 2023. Di kota Bekasi, ada 11 ribu lebih warga ya...
Gejala TBC Otak yang Perlu Diwaspadai
Gejala TBC otak sangat bervariasi, sehingga seringkali sulit untuk diidentifikasi pada tahap awal. Beberapa gejala umum meliputi sakit kepala hebat, demam berkepanjangan (lebih dari lima hari), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Perubahan kesadaran, mulai dari kebingungan ringan hingga penurunan kesadaran yang signifikan, juga merupakan tanda peringatan.
Gejala lainnya termasuk muntah hebat dan sering, kejang (ringan hingga berat), kekakuan leher, dan kelumpuhan saraf kranial. Kelumpuhan saraf kranial dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, menelan, dan mengunyah. Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh, bicara yang tidak koheren, disorientasi, gangguan penglihatan, dan kesulitan menggerakkan tangan atau kaki juga dapat terjadi.
Selain itu, gejala lain yang mungkin muncul adalah mulut yang mencong dan tremor (gemetar) pada tangan atau bagian tubuh lainnya. Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang akan mengalami semua gejala ini, dan beberapa gejala mungkin muncul secara bertahap.
Diagnosis TBC Otak
Diagnosis TBC otak membutuhkan pemeriksaan menyeluruh oleh dokter spesialis. Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda vital dan mencari tanda-tanda neurologis. Pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan otak) melalui lumbal pungsi (pungsi lumbal) sangat penting untuk mendeteksi bakteri M. tuberculosis, peningkatan protein, penurunan glukosa, dan peningkatan sel darah putih.
Pemeriksaan pencitraan seperti CT scan dan MRI kepala membantu melihat adanya peradangan atau kerusakan pada otak. Pemeriksaan dahak juga dilakukan untuk mendeteksi keberadaan bakteri TBC di paru-paru, karena TBC otak seringkali berhubungan dengan TBC paru. Tes cepat molekuler dapat mendeteksi DNA bakteri TBC dengan cepat dan akurat.
Dalam beberapa kasus, biopsi jaringan otak mungkin diperlukan untuk memastikan diagnosis. Semua hasil pemeriksaan ini akan dipertimbangkan oleh dokter untuk menentukan diagnosis yang tepat dan rencana pengobatan yang sesuai. Diagnosis dini sangat penting untuk meningkatkan peluang kesembuhan dan mencegah komplikasi serius.
Pengobatan Jangka Panjang dan Teratur
Pengobatan TBC otak membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan TBC paru, biasanya 9-12 bulan. Obat-obatan anti-tuberkulosis (OAT) yang umum digunakan meliputi rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Penting untuk menyelesaikan seluruh pengobatan sesuai petunjuk dokter, meskipun gejala sudah membaik.
Mengakhiri pengobatan sebelum waktunya dapat menyebabkan kekambuhan dan komplikasi serius. Selama pengobatan, pasien mungkin mengalami efek samping dari obat-obatan, seperti mual, muntah, dan ruam kulit. Dokter akan memantau kondisi pasien secara berkala dan menyesuaikan pengobatan jika diperlukan. Penting untuk mengikuti semua instruksi dokter dan melaporkan setiap efek samping yang dialami.
Pemantauan ketat selama pengobatan sangat penting untuk memastikan efektivitas terapi dan mendeteksi potensi komplikasi. Komplikasi TBC otak dapat sangat serius dan mengancam jiwa, sehingga pengobatan yang tepat dan teratur sangat penting untuk mencegahnya.
Langkah-langkah Protektif
Pencegahan TBC otak berfokus pada pencegahan TBC secara umum. Imunisasi BCG pada bayi dapat mengurangi risiko terkena TB. Deteksi dan pengobatan dini TBC paru sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi ke otak. Menjaga kebersihan dan sanitasi yang baik di lingkungan sekitar juga dapat membantu mengurangi penyebaran bakteri TBC.
Selain itu, menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan, termasuk istirahat yang cukup, pola makan sehat, dan manajemen stres yang baik, dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi risiko terkena TBC. Hindari kontak dekat dengan penderita TBC yang belum menjalani pengobatan. Jika punya riwayat kontak dekat dengan penderita TB, konsultasikan dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan dan pencegahan.
Vaksin BCG, meskipun tidak memberikan perlindungan 100%, tetap merupakan langkah penting dalam pencegahan TBC, terutama pada anak-anak. Vaksin ini dapat mengurangi keparahan penyakit dan mencegah penyebarannya. Penting untuk memahami bahwa pencegahan TBC otak bergantung pada kombinasi strategi yang komprehensif.
TBC Otak dan Dampaknya Jika Tidak Diobati
dr. Heidy Agustin juga menekankan pentingnya pengobatan teratur. "Kalau misalnya memang kena TBC, itu tetap harus wajib diobati dan harus teratur minum obatnya. Kalau tidak teratur minum obat nanti kumannya jadi kebal jadi tidak berfungsi lagi obat-obat yang biasa," katanya. Ini menyoroti bahaya jika pengobatan TBC dihentikan sebelum waktunya.
TBC yang menyerang paru dapat menular melalui batuk, dan jika tidak diobati, dapat menyebar ke organ lain, termasuk otak. Gejala awal seringkali tidak disadari, dan pasien baru mencari perawatan medis ketika gejala sudah parah, seperti batuk darah. "Paling batuk-batuk 'itu biasa lah', terus keringat-keringat malam, 'biasa, dia kok tidak terlalu tinggi juga', tidak bikin dia ingin berobat juga, gitu. Ya, kecuali sudah batuk darah," ungkap dr. Heidy.