Liputan6.com, yaounde - Kepala negara tertua di dunia, Presiden Kamerun Paul Biya yang kini berusia 92 tahun, mengatakan ia akan mencalonkan diri kembali pada bulan Oktober dengan tujuan memperpanjang 43 tahun kekuasaannya.
"Yakinlah bahwa tekad saya untuk melayani Anda sepadan dengan urgensi tantangan yang kita hadapi," ujarnya dalam sebuah unggahan di X seperti dikutip dari BBC, Selasa (14/7/2025).
Ia menambahkan bahwa keputusannya untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan kedelapan mendatang setelah desakan "yang banyak dan terus-menerus" dari orang-orang dari seluruh wilayah di Kamerun dan diaspora.
Pemerintahan Paul Biya sejatinya telah menghadapi kritik atas korupsi, penggelapan, tata kelola yang buruk, dan kegagalan dalam mengatasi tantangan keamanan. Muncul juga kekhawatiran tentang kesehatan dan kemampuannya untuk memerintah.
Ketidakhadirannya dari publik selama lebih dari enam minggu tahun lalu, bahkan telah memicu spekulasi tentang kesehatannya dan rumor yang tidak berdasar bahwa ia telah meninggal dunia.
Pencalonannya memang sudah ditunggu-tunggu tetapi baru dikonfirmasi secara resmi melalui unggahan media sosial pada hari Minggu (13/7).
Paul Biya tidak pernah kalah dalam pemilu sejak berkuasa pada tahun 1982, dan jika ia memenangkan masa jabatan tujuh tahun lagi, ia bisa menjadi presiden hingga usianya hampir 100 tahun.
Seruan Mundur ke Paul Biya
Seruan dari dalam dan luar Kamerun agar Paul Biya mundur dan digantikan oleh kepemimpinan baru di negara Afrika Tengah tersebut sejatinya semakin menguat.
Pencalonan Paul Biya terjadi setelah perpisahan politiknya baru-baru ini dengan sekutu-sekutu kunci dari wilayah utara, yang berperan krusial dalam mengamankan suara dalam pemilu-pemilu sebelumnya dari wilayah tersebut.
Dua orang ini—menteri terkemuka Issa Tchiroma Bakary dan mantan Perdana Menteri Bello Bouba Maigari—baru-baru ini keluar dari koalisi yang berkuasa dan secara terpisah mengumumkan rencana untuk mencalonkan diri dalam pemilu.
Bulan lalu, Tchiroma mengatakan bahwa pemerintahan Biya yang dipimpinnya telah "merusak" kepercayaan publik dan ia beralih ke partai saingan.
Beberapa tokoh oposisi, termasuk runner-up tahun 2018 Maurice Kamto, serta Joshua Osih, Akere Muna, dan Cabral Libii, juga telah mengumumkan pencalonan mereka.
Namun, anggota Gerakan Demokratik Rakyat Kamerun yang berkuasa dan pendukung lainnya sejak tahun lalu secara terbuka mendesak Biya untuk mencalonkan diri kembali. Ia sudah menjadi kandidat de facto sebagai pemimpin partai.
Paul Biya diketahui menghapus batasan masa jabatan pada tahun 2008, yang memungkinkannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden tanpa batas waktu. Ia memenangkan pemilu 2018 dengan lebih dari 71% suara meskipun kelompok oposisi menuduh proses tersebut penuh dengan penyimpangan yang meluas.