Liputan6.com, Den Haag - Rusia harus membayar ganti rugi atas jatuhnya pesawat Malaysia di atas Ukraina pada tahun 2014, kata International Civil Aviation Organisation (ICAO) atau Organisasi Penerbangan Sipil Internasional PBB.
Badan penerbangan PBB itu mengatakan Rusia harus bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat Malaysia di atas Ukraina pada tahun 2014 yang menewaskan seluruh 298 penumpang dan awaknya.
Dengan 38 warga negara Australia dan 196 warga negara Belanda di dalam pesawat tersebut ketika jatuh, kedua pemerintah meminta Rusia untuk bertanggung jawab atas insiden tersebut dan membayar ganti rugi. Namun, Rusia secara konsisten membantah terlibat dalam jatuhnya pesawat tersebut.
Pada Senin (12/5) malam, ICAO mengatakan klaim Australia dan Belanda atas penembakan pesawat MH17 "didasarkan pada fakta dan hukum".
"Federasi Rusia gagal menegakkan kewajibannya berdasarkan hukum udara internasional dalam menembak jatuh Malaysia Airlines Penerbangan MH17 tahun 2014," kata ICAO dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari AFP, Selasa (13/5/2025).
Menurut hukum udara internasional, pembedaan harus dibuat antara pesawat militer dan pesawat komersial atau pesawat lainnya selama peperangan.
Namun, Moskow menolak temuan badan penerbangan tersebut pada hari Selasa (13/5).
“Rusia bukanlah negara yang berpartisipasi dalam penyelidikan insiden ini. Oleh karena itu, kami tidak menerima semua kesimpulan yang bias ini,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.
Meskipun tidak memiliki kewenangan regulasi, ICAO memiliki persuasi moral dan menetapkan standar penerbangan global yang diadopsi oleh 193 negara anggotanya.
Respons Negara Terkait Tragedi Pesawat Jatuh MH17
Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa putusan ICAO dalam kasus yang diluncurkan pada tahun 2022 tersebut merupakan "langkah penting menuju penegakan kebenaran dan pencapaian keadilan".
"Keputusan ini juga mengirimkan pesan yang jelas kepada masyarakat internasional: Negara tidak dapat melanggar hukum internasional tanpa hukuman," kata Caspar Veldkamp.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan pemerintahnya menyambut baik keputusan tersebut dan mendesak ICAO untuk segera menentukan ganti rugi.
"Kami menyerukan kepada Rusia untuk akhirnya menghadapi tanggung jawabnya atas tindakan kekerasan yang mengerikan ini dan memberikan ganti rugi atas tindakannya yang keterlaluan, sebagaimana diwajibkan menurut hukum internasional," kata Wong dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Andrii Sybiha juga menyambut baik putusan tersebut dan mengatakan keputusan tersebut merupakan langkah lain menuju "memulihkan keadilan atas kejahatan ini".
"Tidak peduli berapa banyak uang dan upaya yang dikeluarkan Rusia untuk berbohong demi menutupi kejahatannya, kebenaran menang, dan keadilan menang," tulis Menlu Sybiha di X.
Sebagai informasi, Boeing 777 Malaysia Airlines yang sedang dalam perjalanan dari Amsterdam Belanda ke Kuala Lumpur Malaysia dihantam oleh rudal permukaan-ke-udara BUK buatan Rusia di atas wilayah Donetsk di Ukraina timur, tempat separatis pro-Rusia memerangi pasukan Ukraina. Momen nahas itu terjadi pada 17 Juli 2014.
Saat itu, separatis di daerah tersebut mengklaim pesawat itu ditembak jatuh oleh jet militer Ukraina, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Ukraina memikul "tanggung jawab" atas kematian penumpang.
Sebelumnya pada tahun 2022, pengadilan Belanda sempat menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada tiga orang atas penembakan pesawat MH17, termasuk dua warga negara Rusia yang ditolak Moskow untuk diekstradisi.