ADHD Tingkatkan Risiko Demensia, Ini Hasil Penelitiannya

2 days ago 8

Liputan6.com, Jakarta ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) bisa terjadi pada siapapun. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif ini merupakan kondisi neurodevelopmental yang ditandai dengan kesulitan fokus, impulsif, dan hiperaktif. Kondisi ini dapat muncul sejak kanak-kanak dan berlanjut hingga dewasa, dengan gejala yang mungkin berubah seiring usia. Sebuah studi mengaitkan ADHD dengan peningkatan risiko demensia, khususnya penyakit Alzheimer.

Penelitian yang diterbitkan di JAMA Network Open tahun 2023 menemukan bahwa orang dewasa dengan ADHD memiliki risiko demensia 2,77 kali lebih tinggi. Temuan ini menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan yang tepat untuk ADHD, mengingat potensi dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan kognitif.

"ADHD adalah kondisi kronis yang menyebar. Kami berasumsi bahwa karena adanya gangguan otak pada ADHD, di usia tua ini akan muncul sebagai rendahnya ketahanan otak dan kognitif, serta meningkatkan risiko demensia," kata Michal Schnaider Beeri, PhD, direktur Pusat Penelitian Alzheimer Herbert dan Jacqueline Krieger Klein di Rutgers Brain Health Institute. 

Meskipun studi ini menunjukkan hubungan, bukan sebab-akibat, antara ADHD dan demensia, temuan ini tetap mengkhawatirkan. Oleh karena itu, penting bagi penderita ADHD untuk memahami kondisi mereka, memantau kesehatan kognitif, dan berkonsultasi dengan dokter secara teratur untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan meminimalkan risiko demensia.

Banyak orang dewasa sedih melihat orangtua mereka mengalami penurunan fungsi kognitif dan gejala demensia. Kini para ahli di Universitas Southern California mencoba memanfaatkan teknologi realitas maya, atau VR, untuk membantu mencegah atau menunda t...

Memahami ADHD

Gejala ADHD bervariasi pada setiap individu, meliputi kurang perhatian (sulit fokus, mudah terganggu), hiperaktif (gelisah, sulit diam), dan impulsif (menyela pembicaraan, bertindak tanpa berpikir). Pada anak-anak, hiperaktif lebih menonjol, sementara pada dewasa, kurang perhatian lebih dominan.

Penyebab pasti ADHD belum diketahui, namun diduga melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Riwayat keluarga ADHD, paparan zat beracun selama kehamilan, dan gangguan struktur otak dapat meningkatkan risiko.

Diagnosis ADHD dilakukan oleh profesional kesehatan mental melalui wawancara dan observasi perilaku. Tidak ada tes medis tunggal untuk mendiagnosis ADHD.

Terapi dan Penanganan ADHD

Penanganan ADHD umumnya melibatkan pendekatan multi-modal. Pengobatan, seperti stimulan dan non-stimulan, membantu menyeimbangkan neurotransmitter di otak. Terapi perilaku kognitif (CBT) mengajarkan strategi pengelolaan impuls dan peningkatan fokus.

Beeri dan rekan-rekannya berpendapat bahwa psikostimulan dapat menurunkan risiko demensia karena telah terbukti mengubah lintasan kerusakan kognitif, seperti yang telah disarankan dalam penelitian sebelumnya. 

Terapi keluarga memberikan dukungan dan pemahaman. Modifikasi lingkungan, seperti mengurangi gangguan di rumah dan sekolah, juga penting. Pola hidup sehat, termasuk tidur cukup, pola makan seimbang, dan olahraga, dapat membantu mengelola gejala.

Penting untuk diingat bahwa ADHD bukan tanda kelemahan karakter. Dengan penanganan tepat, individu dengan ADHD dapat menjalani kehidupan yang produktif dan memuaskan. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental jika Anda mencurigai diri sendiri atau anak Anda memiliki ADHD.

Potensi Pengurangan Risiko Demensia dengan Obat ADHD

Penelitian menunjukkan bahwa obat ADHD seperti Ritalin, Concerta, dan Adderall, dapat menurunkan risiko demensia. Namun obat-obatan ini tidak menunjukkan peningkatan risiko demensia yang signifikan pada studi tersebut.

"Obat-obatan ini dapat mendukung kemampuan seseorang untuk mengkompensasi (efek kognitif dari gangguan tersebut)," kata Joel Salinas, MD,  asisten profesor neurologi klinis di NYU Langone Health dan kepala petugas medis di Isaac Health. Namun, Salinas mengingatkan agar tidak salah menafsirkan temuan ini dan menekankan pentingnya konsultasi dengan dokter.

Meskipun obat-obatan ini menjanjikan, penelitian lebih lanjut, khususnya uji klinis, diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini dan memahami efek jangka panjangnya.  

“Menurut saya, setidaknya penelitian ini menunjukkan bahwa risiko orang yang menggunakan obat-obatan ini tidak meningkat secara dramatis," ujar Salinas, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, seraya memperingatkan agar tidak salah menafsirkan temuan ini.

“Saya tidak ingin seseorang meninggalkan kesan bahwa jika mereka mengidap ADHD, maka sangat penting bagi mereka untuk mengonsumsi psikostimulan untuk mengurangi risiko demensia,” katanya. 

Pendekatan Komprehensif untuk Mengelola ADHD

Pengobatan ADHD idealnya meliputi pendekatan komprehensif, tidak hanya mengandalkan obat-obatan. Psikoterapi, perubahan gaya hidup, pelatihan keterampilan kognitif, dan intervensi lainnya dapat berperan penting.

"ADHD adalah gangguan perkembangan saraf kompleks yang tidak hanya dapat merespons pengobatan, tetapi juga dapat merespons perubahan gaya hidup dan perilaku, pelatihan keterampilan kognitif, dan pendekatan lainnya. Ini adalah kunci untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat," kata Salinas.

Deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk meminimalkan dampak jangka panjang ADHD. Penderita ADHD perlu proaktif dalam memantau kesehatan mereka dan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rencana perawatan yang tepat dan komprehensif.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |