Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terlibat ketegangan dengan Presiden Cyril Ramaphosa saat keduanya bertemu di Gedung Putih pada Rabu (21/5/2025), menyusul serangkaian klaim yang diperdebatkan tentang pembunuhan petani kulit putih di Afrika Selatan.
Pertemuan, yang pada awalnya hangat dan penuh canda, dengan cepat berubah suasana ketika Trump meminta stafnya memutar sebuah video yang menampilkan politikus oposisi Afrika Selatan, Julius Malema, melantunkan sebuah lagu yang menyerukan kekerasan terhadap petani kulit putih.
Video tersebut juga menampilkan rekaman barisan salib, yang menurut Trump adalah lokasi pemakaman petani kulit putih yang dibunuh. Selain itu, Trump juga memberikan salinan artikel kepada Ramaphosa, yang menurutnya mendokumentasikan kekejaman yang meluas terhadap minoritas kulit putih di Afrika Selatan.
Pendukung pemerintahan Trump sudah lama menggencarkan klaim tentang kekerasan terhadap minoritas kulit putih, terutama Elon Musk dan mantan pembawa acara Fox News, Tucker Carlson. Mereka menayangkan segmen-segmen tentang dugaan genosida tersebut selama masa jabatan pertama presiden.
Namun, beberapa klaim ini terbukti salah. Berikut rangkaian penjelasan klaim Trump seperti dikutip dari BBC:
Klaim Trump soal Pemakaman Petani Kulit Putih
Rekaman yang diputar Trump di Oval Office menunjukkan barisan salib putih membentang jauh di sepanjang sebuah jalan pedesaan.
Trump mengklaim, "Ini adalah situs pemakaman. Situs pemakaman. Lebih dari seribu petani kulit putih."
Faktanya, salib-salib tersebut bukan situs pemakaman.
Potongan video itu berasal dari sebuah protes menentang pembunuhan pasangan petani kulit putih, Glen dan Vida Rafferty, yang disergap dan ditembak mati di properti mereka di Normandien, KwaZulu-Natal, Afrika Selatan, pada 2020. Klip dibagikan di YouTube pada 6 September, sehari setelah protes berlangsung.
Rob Hoatson, salah satu penyelenggara protes, menuturkan kepada BBC bahwa "Ini bukan situs pemakaman, tapi itu adalah sebuah simbol peringatan."
Dia menjelaskan bahwa salib-salib didirikan sebagai "peringatan sementara" untuk pasangan itu.
Hoatson menambahkan bahwa salib-salib tersebut sudah dibongkar.
Apakah Terjadi Genosida terhadap Petani Kulit Putih?
Dalam pertemuan dengan Ramaphosa, Trump mengatakan, "Banyak orang sangat khawatir terkait Afrika Selatan … ada banyak orang yang merasa mereka sedang mengalami penganiayaan dan mereka datang ke AS, jadi kami menerima dari banyak tempat jika kami merasa ada penganiayaan atau genosida yang terjadi."
Sebelumnya, Trump beberapa kali mengklaim adanya "genosida kulit putih".
Pada konferensi pers awal bulan ini, Trump menuturkan, "Ini adalah genosida yang sedang berlangsung" - merujuk pada pembunuhan petani kulit putih di Afrika Selatan.
Afrika Selatan memiliki salah satu tingkat pembunuhan tertinggi di dunia. Tahun lalu, tercatat ada 26.232 pembunuhan menurut data Kepolisian Afrika Selatan (South African Police Service/SAPS).
Dari jumlah tersebut, 44 adalah pembunuhan terhadap orang-orang di komunitas pertanian, dan dari angka itu, delapan adalah petani.
Namun, angka-angka ini tidak dipecah berdasarkan ras dalam statistik publik yang ditemukan — dan jelas tidak mendukung klaim "genosida kulit putih" yang berulang kali dibuat oleh Trump.
Pada Februari, seorang hakim Afrika Selatan menolak gagasan tentang genosida tersebut dengan menyatakan bahwa itu sangat jelas hanya khayalan semata dan tidak nyata.
Transvaal Agricultural Union (TAU), organisasi yang mewakili para petani, menyusun data yang memberikan gambaran tentang ras para korban. TAU mengumpulkan data ini dari laporan media, postingan media sosial, dan laporan dari anggota mereka.
Menurut data TAU untuk tahun lalu, ada 23 orang kulit putih yang terbunuh dalam serangan di pertanian, dan sembilan orang kulit hitam. Hingga tahun ini, TAU mencatat tiga orang kulit putih dan empat orang kulit hitam yang terbunuh di pertanian Afrika Selatan.
Apakah Pejabat Afrika Selatan Menyerukan Kekerasan terhadap Petani Kulit Putih?
Video yang diperintahkan Trump untuk diputar dalam pertemuan dengan Ramaphosa termasuk yang menunjukkan para peserta sebuah kampanye politik menyanyikan lagu "Kill the Boer" — sebuah lagu anti-apartheid yang kontroversial dan menurut para kritikus menyerukan kekerasan terhadap petani kulit putih.
Pengadilan Afrika Selatan pernah mengategorikan lagu tersebut sebagai ujaran kebencian, namun putusan-putusan terbaru memutuskan bahwa lagu itu bisa dinyanyikan secara legal karena menurut para hakim lagu tersebut menyampaikan pesan politik dan tidak langsung menyerukan kekerasan.
Trump mengatakan bahwa mereka yang memimpin nyanyian itu adalah "pejabat" dan "orang-orang yang sedang menjabat."
Salah satu pria yang memimpin kampanye politik dalam video dimaksud adalah Julius Malema, yang sebelumnya memimpin sayap pemuda ANC yang berkuasa. Pada 2012, dia keluar dari partai dan tidak pernah memegang posisi resmi di pemerintahan. Kini dia memimpin sebuah partai bernama Economic Freedom Fighters (EFF) yang memenangkan 9,5 persen suara pada pemilu tahun lalu, menjadi oposisi terhadap koalisi multi-partai.
Menanggapi tuduhan Trump, Ramaphosa menekankan bahwa EFF adalah "partai minoritas kecil" dan mengatakan bahwa "kebijakan pemerintahnya benar-benar bertentangan dengan apa yang dia katakan."
Pria lain dalam video yang terdengar menyanyikan lirik "shoot the Boer" pada kampanye politik yang berbeda yang berbeda adalah mantan Presiden Jacob Zuma, yang meninggalkan jabatan pada 2018. Video itu diambil pada 2012 saat dia masih presiden. ANC berjanji akan menghentikan penyanyian lagu tersebut tak lama setelahnya.
Zuma kemudian keluar dari ANC dan kini memimpin partai oposisi uMkhonto weSizwe (MK), yang memenangkan lebih dari 14 persen suara pada pemilu tahun lalu.
Dokumen Apa yang Dipresentasikan Trump Sebagai Bukti?
Selama pertemuan tersebut, Trump memegang serangkaian artikel yang menurutnya menunjukkan bukti pembunuhan petani kulit putih di Afrika Selatan.
Ada sebuah gambar yang terlihat jelas saat Trump berbicara dan mengatakan, "Lihat, ini adalah situs pemakaman di mana-mana. Ini semua adalah petani kulit putih yang sedang dikuburkan."
Namun, gambar tersebut bukan dari Afrika Selatan — sebenarnya berasal dari laporan tentang perempuan yang dibunuh di Republik Demokratik Kongo.
Kantor berita Prancis, AFP, awalnya menunjukkan gambar itu, dan BBC melakukan pencarian dan mengonfirmasi bahwa gambar tersebut berasal dari klip kantor berita Reuters yang difilmkan di Kota Goma, Republik Demokratik Kongo, pada Februari.