Trump Sebut Putin 'Bermain Api', Ingatkan Risiko Sanksi Baru untuk Rusia

5 days ago 14

Liputan6.com, Washington D.C - Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan peringatan keras kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia memperingatkan agar Putin tidak "bermain api" di tengah meningkatnya tekanan bagi Washington D.C untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Moskow akibat perang yang terus berkecamuk di Ukraina.

Pernyataan Trump ini muncul setelah ia menyebut Putin sebagai sosok yang "benar-benar gila", menyusul serangan drone besar-besaran yang menewaskan warga sipil di Ukraina akhir pekan lalu. Trump juga menyinggung rasa frustrasinya terhadap proses gencatan senjata yang belum menunjukkan hasil berarti.

Rusia, yang memulai invasi ke Ukraina pada Februari 2022, berdalih bahwa langkah mereka adalah respons atas serangan Ukraina terhadap wilayah sipil Rusia. Moskow juga menuduh Kyiv berusaha mengganggu jalannya proses perdamaian. Meski begitu, para pemimpin dunia menilai Presiden Putin justru menjadi penghambat utama dalam upaya diplomatik yang belakangan ini kembali digalakkan.

“Yang tidak disadari Vladimir Putin adalah bahwa kalau bukan karena saya, banyak hal buruk sudah menimpa Rusia—dan maksud saya, benar-benar buruk. Dia sedang bermain api!” tulis Trump di media sosialnya, Truth Social, dikutip dari laman Japan Today, Rabu (28/5/2025).

Trump tidak memerinci apa yang dimaksud dengan “hal buruk” yang konon telah ia cegah menimpa Rusia, dan tidak juga menyampaikan ancaman konkret. Namun, menurut laporan dari Wall Street Journal dan CNN, Trump dan timnya tengah mempertimbangkan opsi sanksi tambahan yang bisa diumumkan dalam waktu dekat.

Kepada wartawan, Trump mengaku tengah "serius mempertimbangkan" langkah itu. Sementara itu, Gedung Putih menyatakan bahwa semua opsi tetap terbuka. "Perang ini adalah akibat dari kebijakan Joe Biden. Presiden Trump justru ingin segera ada kesepakatan damai. Tapi beliau juga secara cerdas tetap membuka berbagai kemungkinan," ujar Juru Bicara Karoline Leavitt dalam pernyataan kepada AFP.

Selama masa jabatannya, Trump memang dikenal lebih lunak terhadap Putin dibandingkan Biden. Ia bahkan kerap mengungkapkan kekagumannya kepada pemimpin Rusia tersebut. Namun, pernyataan terakhirnya menandai perubahan sikap yang cukup mencolok.

“Saya selalu punya hubungan yang baik dengan Putin. Tapi sekarang, ada yang berubah... dia benar-benar jadi gila!” tulis Trump dalam unggahan lainnya.

Serangan terbaru Rusia yang menewaskan sedikitnya 13 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, tampaknya menjadi titik jenuh bagi Trump. Padahal, hanya beberapa hari sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa Putin telah menyatakan kesiapan untuk kembali ke meja perundingan. Namun, hingga kini, belum ada langkah nyata dari pihak Rusia.

Presiden Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat dalam panggilan telepon yang panjang pada hari Selasa untuk segera menghentikan serangan terhadap energi

Rusia Belum Beri Respons

Moskow belum menanggapi langsung komentar Trump. Namun sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia sempat menuding Kyiv melakukan provokasi yang menggagalkan proses negosiasi, sambil mengklaim bahwa sistem pertahanan udara mereka telah menembak jatuh lebih dari 2.300 drone Ukraina dalam sepekan terakhir.

Sebaliknya, pihak Ukraina menegaskan bahwa justru Rusia lah yang terus menyerang warga sipil. Kepala Staf Presiden Volodymyr Zelenskyy, Andriy Yermak, menyerukan pemberlakuan sanksi tambahan terhadap Rusia. “Kita harus hentikan penantian tanpa akhir ini—Rusia perlu ditekan dengan lebih banyak sanksi,” katanya lewat Telegram.

Tekanan juga datang dari dalam negeri AS. Senator senior dari Partai Republik, Chuck Grassley, meminta Trump agar segera bertindak. “Putin harus tahu, permainannya sudah selesai,” tegasnya. Dua senator lainnya—Lindsay Graham (Republik) dan Richard Blumenthal (Demokrat)—bahkan mendesak diberlakukannya sanksi sekunder terhadap negara-negara yang masih membeli minyak dan sumber daya Rusia.

Keith Kellogg, utusan Trump untuk isu Ukraina, menyampaikan bahwa jika perundingan damai antara Rusia dan Ukraina benar-benar terjadi, kemungkinan besar akan berlangsung di Jenewa. Ia menyebut Vatikan sudah ditolak oleh pihak Moskow sebagai lokasi negosiasi.

Tujuan akhirnya, ujar Kellogg, adalah mempertemukan Trump, Putin, dan Zelenskyy dalam satu meja untuk "menyelesaikan persoalan ini".

Pemerintah Swiss belum mengonfirmasi rencana tersebut, namun menyatakan kesediaan mereka untuk menjadi tuan rumah bila dibutuhkan. “Swiss siap menawarkan jasa baiknya dan terus menjalin komunikasi dengan semua pihak,” kata Kementerian Luar Negeri Swiss kepada AFP.

Sementara itu, kontak langsung antara Rusia dan Ukraina sebenarnya sudah kembali terjalin pada awal Mei lalu di Istanbul—untuk pertama kalinya sejak lebih dari tiga tahun terakhir. Namun, harapan dunia atas perdamaian masih sangat bergantung pada bagaimana para pemimpin utama, termasuk Trump, akan melangkah ke depan.

Read Entire Article