Trump Larang Universitas Harvard Terima Mahasiswa Asing, Kenapa?

1 week ago 21

Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintahan Donald Trump pada Kamis (22/5/2025), mencabut izin Harvard University atau Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa asing. Pemerintah memaksa mahasiswa yang sudah terdaftar untuk pindah ke universitas lain atau kehilangan status legal mereka.

Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi bahwa Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem telah memerintahkan untuk menghentikan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pertukaran Pengunjung (Student and Exchange Visitor Program) Universitas Harvard.

Noem menuduh Universitas Harvard memberi ruang bagi kekerasan, antisemitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis Tiongkok.

Universitas Harvard mengatakan langkah yang diambil pemerintahan Trump tersebut, yang berdampak pada ribuan mahasiswa, adalah ilegal dan merupakan tindakan balas dendam.

Tindakan pengetatan terhadap mahasiswa asing ini merupakan eskalasi signifikan dalam kampanye pemerintahan Trump terhadap Universitas Harvard, universitas Ivy League yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, dan yang telah menjadi salah satu target institusional paling menonjol bagi Trump.

Langkah ini diambil setelah Universitas Harvard menolak memberikan informasi yang sebelumnya diminta Noem terkait beberapa pemegang visa mahasiswa asing yang berkuliah di universitas tersebut, menurut pernyataan departemen.

Menurut statistik universitas, Universitas Harvard mendaftarkan hampir 6.800 mahasiswa asing pada tahun ajaran 2024 hingga 2025, yang mencapai 27 persen dari total pendaftarannya.

Pada 2022, menurut data universitas, warga negara China merupakan kelompok terbesar mahasiswa asing dengan jumlah 1.016 orang. Setelah itu diikuti oleh mahasiswa dari Kanada, India, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Australia, Singapura, dan Jepang.

"Adalah sebuah keistimewaan, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari pembayaran uang kuliah mereka yang lebih tinggi demi menambah dana abadi universitas yang bernilai miliaran dolar," kata Noem dalam pernyataannya.

Sikap Harvard University

Harvard menolak berbagai tuduhan Noem dan berjanji akan mendukung mahasiswa asing.

"Tindakan pemerintah ini melanggar hukum," kata pihak universitas dalam pernyataannya. "Tindakan balas dendam ini mengancam kerugian serius bagi komunitas Harvard dan negara kita, serta merusak misi akademik dan riset Harvard."

Universitas menyatakan mereka sepenuhnya berkomitmen untuk mendidik mahasiswa asing dan sedang menyusun panduan untuk mahasiswa yang terdampak.

Dalam gugatan terpisah terkait upaya Trump untuk mencabut status hukum ratusan mahasiswa asing di seluruh AS, seorang hakim federal memutuskan pada Kamis bahwa pemerintah tidak dapat mengakhiri status mereka tanpa mengikuti prosedur regulasi yang tepat.

Belum jelas bagaimana putusan tersebut akan memengaruhi tindakan terhadap Harvard.

Dalam wawancara dengan program The Story bersama Martha MacCallum di Fox News, Noem ditanya apakah dia mempertimbangkan langkah serupa di universitas lain, termasuk Universitas Columbia di New York.

"Tentu saja, kami sedang mempertimbangkannya," jawab Noem. "Ini harus menjadi peringatan bagi setiap universitas lain untuk segera memperbaiki diri."

Kebijakan Trump Menargetkan Perguruan Tinggi

Trump, seorang Republikan, telah melakukan upaya luar biasa untuk merombak perguruan tinggi dan sekolah swasta di seluruh AS. Dia menuduh institusi-institusi ini menyebarkan ideologi anti-AS, Marxis, dan radikal kiri. Secara khusus, dia mengkritik Universitas Harvard karena mempekerjakan tokoh-tokoh Partai Demokrat terkemuka dalam posisi pengajar atau kepemimpinan.

Dalam beberapa pekan terakhir, Trump membekukan sekitar USD 3 miliar dana hibah federal kepada Harvard. Tindakan ini mendorong universitas tersebut mengajukan gugatan hukum guna memulihkan pendanaan.

Kementerian Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS menyatakan pada Senin bahwa mereka menghentikan pemberian dana hibah federal sebesar USD 60 juta kepada Harvard. Alasannya, institusi Ivy League itu dianggap gagal menangani pelecehan antisemitisme dan diskriminasi etnis di lingkungan kampus.

Dalam gugatan hukum yang diajukan awal bulan ini, Harvard menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk memerangi antisemitisme dan telah mengambil sejumlah langkah guna memastikan kampusnya menjadi tempat yang aman dan ramah bagi mahasiswa Yahudi serta mahasiswa asal Israel. Harvard juga menyebut bahwa tindakan pemerintahan ini merupakan sebuah ancaman terhadap kebebasan akademik.

Aaron Reichlin-Melnick, seorang peneliti senior di American Immigration Council, yakni sebuah kelompok advokasi pro-imigrasi, mengatakan bahwa tindakan terhadap program visa mahasiswa Harvard menghukum ribuan mahasiswa yang tidak bersalah secara sia-sia.

"Tidak satu pun dari mereka melakukan kesalahan apa pun, mereka hanyalah korban sampingan dari Trump," ujarnya di media sosial Bluesky.

Trump mulai menjabat pada Januari dengan janji akan melakukan pengetatan besar-besaran terhadap imigrasi. Pemerintahannya telah mencoba mencabut visa mahasiswa dan kartu izin tinggal tetap (green card) milik mahasiswa asing yang ikut serta dalam aksi protes pro-Palestina.

Mahasiswa asing di jenjang sarjana di perguruan tinggi AS umumnya membayar uang kuliah penuh, yang menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi institusi pendidikan tinggi.

Data dari NAFSA, Asosiasi Pendidik Internasional, menunjukkan bahwa mahasiswa asing di Harvard juga berkontribusi pada perekonomian lokal. Pada tahun ajaran 2023 hingga 2024, mereka membelanjakan dana sebesar USD 384 juta dan mendukung sekitar 3.900 lapangan kerja melalui pengeluaran mereka untuk tempat tinggal, makanan, ritel, serta berbagai barang dan layanan lainnya.

Read Entire Article