Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintahan Donald Trump tengah menggodok rencana untuk secara permanen memindahkan hingga satu juta warga Palestina dari Gaza ke Libya. Informasi ini disampaikan kepada NBC News oleh lima sumber yang mengetahui langsung upaya ini.
Dua orang yang mengetahui langsung rencana ini serta seorang mantan pejabat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, rencana ini telah mencapai tingkat pertimbangan serius, sehingga pemerintah AS telah mengadakan pembahasan dengan pimpinan Libya.
Tiga sumber menyebutkan, sebagai imbalan atas penerimaan warga Palestina yang akan dipindahkan, pemerintah AS berpotensi mencairkan dana miliaran dolar milik Libya yang telah dibekukan lebih dari satu dekade lalu.
Menurut tiga sumber, belum ada kesepakatan final yang dicapai terkait rencana ini. Pemerintah Israel disebut juga sudah mendapatkan informasi mengenai pembahasan ini dari pemerintahan AS.
Ketika dimintai komentarnya sebelum laporan ini diterbitkan, Kementerian Luar Negeri AS dan Dewan Keamanan Nasional tidak memberikan tanggapan. Namun, setelah publikasi, seorang juru bicara menyatakan kepada NBC News bahwa laporan ini tidak benar.
"Situasi di lapangan tidak memungkinkan untuk rencana semacam itu. Rencana semacam itu tidak pernah dibahas dan tidak masuk akal," ungkap juru bicara itu.
Respons Hamas
Pejabat senior Hamas Basem Naim menyatakan, pihaknya tidak mengetahui adanya pembahasan mengenai rencana pemindahan warga Gaza ke Libya.
"Warga Palestina sangat terikat dengan tanah air mereka, sangat berkomitmen terhadap tanah kelahiran mereka, dan mereka siap berjuang sampai akhir serta berkorban demi mempertahankan tanah mereka, tanah air mereka, keluarga mereka, dan masa depan anak-anak mereka," ujar Naim menjawab pertanyaan dari NBC News.
Dia menambahkan, "(Warga Palestina) adalah satu-satunya pihak yang secara eksklusif memiliki hak untuk memutuskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh rakyat Palestina, termasuk wilayah Gaza dan penduduk Gaza."
Penguasa Libya Bungkam
Libya telah mengalami ketidakstabilan dan konflik politik yang berkepanjangan selama hampir 14 tahun, sejak perang saudara meletus dan diktator Moammar Gadhafi digulingkan. Saat ini, Libya kesulitan memenuhi kebutuhan penduduknya yang ada, sementara dua pemerintahan saingan terus bersaing secara aktif dan penuh kekerasan untuk menguasai negara tersebut.
Pemerintahan di barat dipimpin oleh Abdul Hamid Dbeibah, sedangkan di timur dikendalikan oleh Khalifa Haftar.
Kementerian Luar Negeri AS saat ini menyarankan warga negaranya untuk tidak bepergian ke Libya karena berbagai risiko, seperti kejahatan, terorisme, ranjau darat yang belum meledak, kerusuhan sipil, penculikan, dan konflik bersenjata.
Baik pemerintah yang dipimpin Dbeibah maupun Haftar belum berkomentar.
Masih menjadi pertanyaan berapa banyak warga Palestina di Gaza yang bersedia secara sukarela pindah ke Libya. Menurut seorang mantan pejabat AS, salah satu gagasan yang tengah dibahas adalah memberikan insentif keuangan kepada warga Palestina, termasuk perumahan gratis dan bahkan tunjangan bulanan.
Detail mengenai kapan dan bagaimana rencana pemindahan warga Palestina ke Libya ini akan dilaksanakan masih belum jelas. Upaya untuk memukimkan hingga satu juta orang di Libya diperkirakan akan menghadapi berbagai hambatan besar.
Sebelumnya, berbagai gagasan tentang pemindahan permanen warga Palestina telah menuai kecaman dari penjuru dunia.