Negosiasi Damai Rusia-Ukraina di Turki Buntu, tapi Hasilkan Pertukaran 1.000 Tawanan

7 hours ago 4

Liputan6.com, Istanbul - Lebih dari tiga tahun setelah perang paling mematikan di Eropa sejak 1945 dimulai, sebuah langkah kecil menuju diplomasi akhirnya terjadi pada Jumat (16/5/2025).

Delegasi dari Ukraina dan Rusia duduk bersama untuk pembicaraan tatap muka pertama kalinya sejak Maret 2022 — satu bulan setelah Moskow melancarkan invasi skala penuh ke negara tetangganya. Pertemuan ini berlangsung di sebuah istana era Ottoman di tepi Selat Bosphorus, Istanbul.

Tekanan dan dorongan dari Turki dan Amerika Serikat (AS) membantu menghadirkan pihak-pihak yang sedang berperang tersebut ke meja perundingan.

Tidak ada jabat tangan dan setengah dari delegasi Ukraina mengenakan seragam militer kamuflase — sebuah pengingat bahwa negara mereka sedang diserang.

Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan selaku tuan rumah mengatakan kepada para delegasi bahwa ada dua jalan ke depan — satu menuju perdamaian dan satu lagi menuju kematian dan kehancuran lebih lanjut. Demikian seperti dilansir BBC.

Pertukaran Tawanan Perang

Pembicaraan berlangsung kurang dari dua jam dan perbedaan tajam segera muncul. Kremlin, menurut seorang pejabat Ukraina, mengajukan tuntutan baru yang tidak dapat diterima. Tuntutan itu termasuk desakan agar Kyiv menarik pasukannya dari sebagian besar wilayahnya sendiri, kata dia, sebagai imbalan atas gencatan senjata.

Meskipun tidak ada terobosan dalam isu penting terkait gencatan senjata — seperti yang diperkirakan — ada satu hasil nyata yang diumumkan.

Masing-masing pihak akan mengembalikan 1.000 tawanan perang kepada pihak lain.

Pertukaran itu akan segera dilakukan, sebut Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov, yang memimpin delegasi negaranya.

"Kami sudah tahu tanggalnya," ujarnya, "Tapi kami belum akan mengumumkannya."

"Ini adalah akhir yang sangat baik untuk hari yang sangat sulit," kata Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina Serhiy Kyslytsya dan "berita yang berpotensi luar biasa bagi 1.000 keluarga Ukraina."

Umerov menambahkan bahwa langkah berikutnya seharusnya adalah pertemuan antara Volodymyr Zelenskyy dan Vladimir Putin.

Menanti Pertemuan Trump dan Putin

Kepala delegasi Rusia yang juga merupakan ajudan presiden Vladimir Medinsky menyatakan bahwa pihaknya merasa puas dengan pembicaraan yang berlangsung dan siap melanjutkan kontak.

Pernyataan Medinsky menunjukkan perubahan nada dibandingkan pada Kamis, ketika Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Zelenskyy "badut dan pecundang".

Namun, di tengah sinyal positif tersebut, muncul kekhawatiran — baik dari pihak Ukraina maupun beberapa sekutunya — bahwa Rusia mungkin menggunakan jalur diplomatik ini hanya untuk membeli waktu, mengalihkan perhatian dari tekanan internasional yang semakin besar untuk segera menyepakati gencatan senjata, dan berupaya menggagalkan putaran ke-18 sanksi dari Uni Eropa.

Uni Eropa sendiri menyatakan bahwa sanksi terbaru itu sedang dalam proses.

Sementara kedua pihak kini telah duduk di meja perundingan, Presiden Donald Trump menyampaikan bahwa satu-satunya pembicaraan yang benar-benar berarti adalah antara dirinya dan Presiden Putin.

Dalam pernyataan yang disampaikan pada Kamis saat berada di tengah penerbangan dengan Air Force One, Trump mengatakan, "Tidak akan ada yang terjadi sampai saya dan Putin bertemu."

Belum diketahui kapan pertemuan tersebut akan berlangsung.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa pembicaraan tingkat tinggi "tentu saja diperlukan", namun dia menambahkan bahwa mempersiapkan sebuah pertemuan semacam itu akan membutuhkan waktu.

Kapan pun pertemuan itu nantinya terjadi, Zelenskyy diyakini kuat tidak akan diundang.

Read Entire Article