Liputan6.com, Washington, DC - Ditanya oleh wartawan apakah pemerintahan Donald Trump masih sepenuhnya mendukung sifat aksi militer Israel mengingat skala serangan terbaru dan pengeboman terhadap rumah sakit di Jalur Gaza, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio malah kembali menyerukan agar Hamas menyerah dan membebaskan para sandera.
"Begini, saya baru saja berbicara dengan perdana menteri Israel hari ini. Saya tahu presiden juga telah berkomunikasi dengannya awal pekan ini. Presiden menyampaikan dalam pidatonya beberapa waktu lalu bahwa rakyat Gaza pantas mendapatkan masa depan yang lebih baik daripada yang mereka alami di bawah kekuasaan Hamas. Kami meyakini bahwa penghapusan Hamas adalah jalan menuju perdamaian. Kami juga prihatin terhadap situasi kemanusiaan di sana. Baik pihak Israel maupun AS telah mengusulkan sebuah rencana untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan yang tidak akan dialihkan atau dicuri oleh Hamas. Saya tahu ada yang mengkritik rencana itu. Kami terbuka terhadap alternatif jika ada yang menawarkan rencana yang lebih baik. Tapi intinya, kami mendukung segala bentuk bantuan yang bisa disalurkan tanpa membiarkan Hamas mencurinya dari rakyat," tutur Rubio seperti dikutip dari situs web Kementerian Luar Negeri AS usai menghadiri pertemuan para menteri luar negeri NATO di Turki.
Akhir Abadi Konflik Israel-Palestina Versi AS
Lebih lanjut, Rubio menyatakan bahwa akhir yang abadi dari konflik Israel-Palestina adalah jika Hamas bersedia menyerah.
"Hamas adalah organisasi teroris. Mereka adalah kelompok yang menculik, memperkosa, dan membunuh orang-orang tak bersalah yang sama sekali tidak terlibat dalam perang ini. Selama mereka masih ada dan terus beroperasi, perdamaian tidak akan pernah terwujud. Ini bukan kelompok yang punya niat damai. Mereka adalah pihak yang secara sengaja, pada tanggal 7 Oktober (2023) lalu, melakukan kejahatan mengerikan yang memicu konflik ini," ungkap Rubio.
"Meski begitu, kami sama sekali tidak bersikap acuh atau tidak peka terhadap penderitaan rakyat Gaza. Kami menyadari ada peluang untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada mereka. Rencana penyaluran bantuan memang telah diajukan — dan memang dikritik oleh sebagian pihak — namun rencana tersebut memungkinkan bantuan disalurkan tanpa risiko dicuri oleh Hamas. Kami akan terus bekerja untuk mewujudkan penyaluran bantuan ini melalui cara-cara yang menurut kami konstruktif dan bermanfaat."
Blokade Israel terhadap Gaza
Jalur Gaza telah berada di bawah blokade total Israel selama 10 minggu, yang mencakup larangan seluruh pasokan makanan dan bantuan kemanusiaan.
Badan khusus PBB yang bertanggung jawab untuk koordinasi masalah kesehatan global, WHO, dalam situs web-nya menyebutkan, "Seluruh penduduk Gaza, yang berjumlah sekitar 2,1 juta jiwa, saat ini tengah menghadapi krisis kekurangan pangan yang berlangsung dalam jangka panjang. Dari jumlah tersebut, hampir setengah juta orang berada dalam kondisi yang benar-benar genting — menghadapi kelaparan ekstrem, malnutrisi akut, penyakit serius, dan bahkan kematian. Situasi ini menjadikan Gaza sebagai salah satu pusat krisis kelaparan terburuk di dunia yang sedang terjadi secara nyata dan berlangsung di depan mata kita saat ini."
Sementara itu, pada saat bersamaan, pasukan Israel terus meningkatkan intensitas serangan udaranya terhadap apa yang mereka klaim sebagai target Hamas, menjelang rencana perluasan serangan darat di wilayah kantong Palestina tersebut.
Rencana AS-Israel Mengendalikan Bantuan untuk Gaza
Peluang yang disinggung Rubio dinilai merujuk pada proposal kontroversial Israel-AS untuk menggunakan organisasi amal dan perusahaan keamanan swasta guna menyalurkan bantuan di Jalur Gaza. Rencana ini telah ditolak keras PBB karena dinilai menjadikan "bantuan sebagai senjata".
Hingga Jumat (16/5/2025), Trump sendiri masih melangsungkan lawatannya di Timur Tengah dan negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel mengenai kesepakatan gencatan senjata serta pembebasan sandera masih berlangsung di Qatar.
Hamas menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghancurkan upaya mediasi melalui eskalasi militer yang disengaja.
Seorang juru bicara pemerintah Israel mengatakan bahwa Israel menginginkan negosiasi untuk pembebasan sandera berhasil, namun proses ini akan berlangsung sembari menempatkan Hamas di bawah "tekanan militer".