Ilmuwan Prediksi Oksigen Bumi akan Habis Miliaran Tahun Mendatang

9 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti dari Nexus for Exoplanet System Science (NExSS) NASA dan Universitas Toho (Toho University), Jepang, mengungkapkan sebuah temuan mengejutkan yakni, oksigen di Bumi akan habis sepenuhnya. Meskipun proses ini akan berlangsung dalam skala waktu yang sangat panjang, yakni miliaran tahun.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada Maret 2021, para ilmuwan memperkirakan bahwa atmosfer yang saat ini menopang kehidupan akan mengalami transformasi drastis dan akhirnya menjadi tidak layak huni bagi makhluk hidup aerobik, termasuk manusia. Melansir laman New Scientist pada Jumat (16/05/2025), para peneliti menjelaskan bahwa dalam waktu sekitar satu miliar tahun mendatang, bumi akan kembali menyerupai kondisi purba.

Sebuah dunia tandus tanpa atmosfer kaya oksigen, mirip dengan masa sebelum kehidupan kompleks muncul di planet ini. Proses hilangnya oksigen ini dipicu oleh perubahan interaksi antara biosfer dan atmosfer serta meningkatnya intensitas radiasi matahari seiring waktu.

Radiasi matahari yang semakin kuat akan menyebabkan peningkatan suhu global secara perlahan namun pasti. Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan tingkat pelapukan batuan, mempercepat siklus karbon dan mengurangi kadar karbon dioksida (CO₂) di atmosfer.

Padahal CO₂ sangat penting bagi proses fotosintesis tumbuhan, dan jika kadarnya menurun drastis, tumbuhan tidak lagi mampu menghasilkan oksigen. Fenomena ini akan memicu keruntuhan ekosistem secara global karena tumbuhan adalah produsen utama oksigen di atmosfer.

Ketika fotosintesis menurun, kadar oksigen mulai menyusut. Dalam simulasi para peneliti, setelah ambang batas tertentu terlampaui, penurunan oksigen akan berlangsung sangat cepat.

Diperkirakan, oksigen akan mulai hilang hanya dalam waktu sekitar 10 ribu tahun, hingga oksigen hampir lenyap sama sekali dari atmosfer. Ketika itu terjadi, kehidupan aerobik seperti manusia, hewan, dan sebagian besar tumbuhan tidak akan dapat bertahan.

Anaerob

Kehidupan akan kembali didominasi oleh mikroorganisme anaerob, seperti yang pernah terjadi miliaran tahun lalu. Hilangnya oksigen juga berarti hancurnya lapisan ozon, yang selama ini berfungsi sebagai pelindung bumi dari radiasi ultraviolet berbahaya dari matahari.

Tanpa ozon, permukaan bumi akan terbakar oleh radiasi ini. Selain itu, banyak senyawa penting seperti beton dan logam yang memerlukan oksigen dalam strukturnya akan terdegradasi.

Hal ini akan menyebabkan keruntuhan infrastruktur dan percepatan erosi kerak bumi. Lebih jauh, para peneliti juga menyoroti bahwa fenomena ini memiliki implikasi besar dalam pencarian kehidupan di planet lain.

Selama ini, oksigen dianggap sebagai salah satu penanda utama adanya kehidupan. Namun jika oksigen hanya hadir selama sebagian waktu dalam evolusi planet, maka ketidakhadirannya tidak selalu berarti planet tersebut tidak layak huni.

Tentunya, hal ini menantang pendekatan ilmiah dalam studi astrobiologi dan eksoplanet. Simulasi komputer berskala besar yang dikembangkan oleh tim peneliti ini juga memperlihatkan bahwa perubahan kadar oksigen sangat dipengaruhi oleh siklus biogeokimia jangka panjang, termasuk keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi.

Faktor-faktor geologis, seperti aktivitas vulkanik dan pergeseran lempeng tektonik, turut memengaruhi dinamika atmosfer dalam skala waktu geologis. Meskipun ancaman ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat, kesadaran akan nasib jangka panjang bumi memberi kita perspektif baru.

Bukan sekadar prediksi kiamat, tetapi pengingat bahwa kehidupan di Bumi bergantung pada keseimbangan halus yang sewaktu-waktu bisa berubah. Fakta bahwa oksigen, unsur vital yang kita hirup setiap detik—bisa menghilang, menunjukkan bahwa bahkan elemen paling mendasar dari kehidupan tidak bersifat abadi.

(Tifani)

Read Entire Article