Liputan6.com, Beirut - Pendudukan militer Israel di sejumlah wilayah Lebanon selatan telah melemahkan upaya Beirut dalam memulihkan kedaulatan atas negaranya, yang selama puluhan tahun telah dilanda konflik. Hal ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam.
Salam berharap pemerintahan Amerika Serikat (AS) saat ini dapat memberikan tekanan kepada Israel agar menarik diri dari lima lokasi di wilayah selatan Lebanon.
Sebuah kesepakatan yang dimediasi oleh AS pada November tahun lalu telah berhasil menghentikan pertempuran selama berbulan-bulan antara militer Israel dan Hizbullah, kelompok militan yang beroperasi di Lebanon. Dalam satu tahun terakhir, Israel telah secara signifikan melemahkan kekuatan Hizbullah dengan membunuh sebagian besar pemimpin tertingginya dan menghancurkan kekuatannya melalui serangan udara besar-besaran.
Menurut Salam, Lebanon telah menjalankan komitmennya terhadap kesepakatan November, dan militer Lebanon kini tengah mengonsolidasikan kontrol atas wilayah selatan negara itu serta perbatasannya.
"Hizbullah berkomitmen pada kesepakatan yang menegaskan bahwa militer Lebanon adalah satu-satunya otoritas yang diizinkan membawa senjata," kata Salam dalam wawancaranya dengan CNN. "Namun, Israel belum memenuhi komitmennya."
Salam menambahkan, "Kehadiran Israel di Lebanon adalah pelanggaran sangat serius ... bukan hanya bagi Hizbullah saja."
"Argumen Israel adalah sebagai berikut … Mereka perlu berada di lima titik ini untuk dapat memantau situasi di Lebanon selatan dengan lebih baik … Namun kita tidak sedang berada di zaman Perang Dunia I … Kita hidup di era citra satelit, drone dengan kamera. Mereka punya balon-balon yang memantau wilayah tersebut, belum lagi jaringan mata-mata yang beroperasi di darat."
"Kehadiran Israel secara politik kontraproduktif. Ini melemahkan pemerintahan saya… kami ingin Israel keluar kemarin, bukan besok."
Tujuan Pemerintahan Salam
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan pada Maret bahwa militernya akan tetap berada di lima titik di wilayah Lebanon tanpa batas waktu, untuk melindungi penduduknya di wilayah utara – terlepas dari negosiasi apa pun di masa depan.
AS, bersama Prancis dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), turut memantau pelaksanaan gencatan senjata Hizbullah-Israel.
"Saya yakin mereka dapat memberikan kesaksian bahwa Lebanon telah memenuhi komitmennya, sementara Israel tidak," ujar Salam mengenai negara-negara mediator.
Salam, yang sebelumnya dikenal secara internasional setelah memimpin Mahkamah Internasional (ICJ) dalam kasus gugatan genosida Afrika Selatan terhadap Israel, ditunjuk sebagai perdana menteri Lebanon pada Januari lalu.
Secara luas dianggap sebagai seorang reformis, Salam menyatakan bahwa mandat pemerintahannya memiliki sejumlah prioritas yang jelas, termasuk mengakhiri korupsi institusional serta memulihkan kedaulatan penuh atas wilayah negaranya dengan cara melucuti senjata Hizbullah dan faksi-faksi Palestina lainnya.
"Tujuannya … adalah bahwa negara harus memiliki monopoli eksklusif atas senjata, di seluruh wilayahnya," tegas Salam.