Kepala Jaksa ICC Karim Khan Mundur dari Jabatan Akibat Tersandung Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

2 weeks ago 19

Liputan6.com, Den Haag - Kepala jaksa International Criminal Court (ICC) atau Pengadilan Kriminal Internasional Karim Khan mengundurkan diri dari jabatannya sambil menunggu kesimpulan dari penyelidikan internal atas tuduhan pelanggaran terhadapnya, kata kantornya pada hari Jumat (16/5).

"Karim Khan, kepala jaksa Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, yang menghadapi tuduhan dugaan pelecehan seksual, telah mengundurkan diri sementara saat penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa memasuki tahap akhir," ICC mengumumkan pada hari Jumat (16/5) seperti dikutip dari NPR, Minggu (18/5/2025).

Seorang pejabat senior yang mengetahui kasus kepala jaksa ICC tersebut, yang berbicara secara anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara secara terbuka tentang kasus tersebut, juga mengonfirmasi kepada NPR bahwa Khan sedang dalam cuti administratif sementara Office of Internal Oversight Services/OIOS (Kantor Layanan Pengawasan Internal) PBB yang memimpin penyelidikan menyelesaikan penyelidikannya.

Pejabat senior tersebut mengatakan telah ada tekanan terhadap Khan sejak Mei tahun 2024 lalu, dan pejabat tinggi dari negara-negara pihak yang menjadi bagian dari ICC telah mendesaknya untuk mengundurkan diri.

Pesan Internal Soal Mundurnya Jaksa ICC Karim Khan

Dalam pesan internal yang dikirim kepada perwakilan negara-negara pihak ICC, Duta Besar Päivi Kaukoranta dari Finlandia menulis: "Pada tanggal 16 Mei 2025, Jaksa Penuntut Umum menyampaikan kepada [Panitera] melalui email keputusannya untuk mengambil cuti hingga akhir proses OIOS. Menurut pesan Jaksa Penuntut Umum, Wakil Jaksa Penuntut Umum akan bertanggung jawab atas pengelolaan Kantor Kejaksaan selama Jaksa Penuntut Umum tidak hadir."

Menanggapi permintaan komentar NPR, juru bicara ICC Fadi El Abdallah mengirimkan pernyataan yang mengonfirmasi cuti Khan.

International Federation for Human Rights (Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia) menyambut baik keputusan Khan untuk mengundurkan diri, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa itu adalah "satu-satunya keputusan yang bertanggung jawab" dan menyebut pengunduran dirinya sementara "penting untuk melindungi integritas pengadilan."

Karim Khan Membantah Tudingan Pelecehan Seksual

Office of Internal Oversight Services atau Kantor Layanan Pengawasan Internal PBB memulai penyelidikannya pada November 2024, dengan laporan yang mengatakan Karim Khan dituduh melakukan pelanggaran seksual terhadap seorang anggota kantornya.

Karim Khan, 55 tahun, membantah tuduhan tersebut.

Khan "menyampaikan keputusannya untuk mengambil cuti hingga akhir" penyelidikan internal PBB, dan wakil jaksanya akan menjalankan kantor tersebut saat ia tidak ada, katanya dalam sebuah pernyataan.

Pengacara Inggris tersebut mulai menjabat di pengadilan yang berpusat di Den Haag pada bulan Juni 2021.

Sepanjang kariernya -- dari ruang sidang di Inggris dan Wales, hingga memimpin kasus-kasus di hadapan pengadilan internasional -- ia telah menghadapi kontroversi atas pekerjaan hukumnya.

Tugasnya termasuk membela mantan presiden Liberia Charles Taylor terhadap tuduhan kejahatan perang di Sierra Leone, Presiden Kenya William Ruto dalam kasus kejahatan terhadap kemanusiaan di ICC yang akhirnya dibatalkan, dan putra mendiang pemimpin Libya Moamer Kadhafi, Seif al-Islam.

Karim Khan juga mengeluarkan surat perintah ICC terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu serta tokoh senior Hamas, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebagai informasi, ICC menyelidiki dan mengadili genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi. Meskipun putusannya mengikat negara-negara anggota, ICC tidak memiliki kemampuan untuk menegakkannya.

Profil Singkat Jaksa ICC Karim Khan yang Tersandung Kasus Pelecehan Seksual

Dalam profil Karim Khan di AFP, disebutkan bahwa ia lahir di Skotlandia dan belajar hukum sarjana di King's College, London, Inggris.

Ayahnya orang Pakistan, ibunya orang Inggris dan dia adalah anggota sekte minoritas Muslim Ahmadiyah.

Ia mulai berpraktik sebagai pengacara pada tahun 1992, dan kemudian mengasah kemampuannya dalam hukum internasional di bekas pengadilan kejahatan perang Yugoslavia dan Rwanda dari tahun 1997 hingga 2000.

Karim Khan kemudian mewakili para penyintas dan keluarga korban rezim Khmer Merah tahun 1970-an di Kamboja di pengadilan yang didukung PBB pada akhir tahun 2000-an.

Peran lainnya termasuk bertugas di Pengadilan Khusus untuk Lebanon yang berpusat di Den Haag, yang dibentuk untuk mengadili para pembunuh mantan PM Lebanon Rafic Hariri pada tahun 2005.

Read Entire Article