Liputan6.com, Berlin - Jerman berkomitmen akan membantu Ukraina memproduksi senjata jarak jauh untuk mempertahankan diri dari serangan Rusia. Hal itu disampaikan Kanselir Friedrich Merz kepada Presiden Volodymyr Zelenskyy.
"Kami ingin berbicara soal produksi dan kami tidak akan membahas detailnya secara terbuka," ujar Merz seperti dilansir BBC ketika ditanya apakah Jerman akan memasok rudal Taurus ke Kyiv.
Merz baru menjabat awal bulan ini dan berjanji akan memperkuat dukungan Jerman untuk Ukraina. Dia mengatakan pula dalam pekan ini bahwa sekarang tidak ada lagi batasan jarak pada senjata yang dipasok oleh negara-negara Barat untuk Ukraina.
Selama berminggu-minggu, muncul spekulasi bahwa Merz akan mengizinkan pengiriman rudal Taurus buatan Jerman ke Ukraina. Rudal ini memiliki jangkauan sejauh 500 km, sehingga dapat menyerang target yang lebih jauh ke dalam wilayah Rusia dibandingkan senjata jarak jauh lainnya.
Namun, Merz tidak menyinggung soal rudal Taurus dalam konferensi persnya bersama pemimpin Ukraina itu di Berlin pada Rabu (28/5). Sementara itu, surat kabar Jerman Spiegel melaporkan bahwa sistem senjata yang sedang dikembangkan Ukraina tidak secanggih Taurus, namun memiliki keunggulan karena lebih mudah dioperasikan.
Kementerian Pertahanan Jerman mengonfirmasi Berlin akan membiayai produksi sistem senjata jarak jauh di Ukraina. Diperkirakan senjata-senjata ini sudah bisa mulai digunakan oleh militer Ukraina dalam waktu beberapa minggu saja.
Kremlin memperingatkan bahwa keputusan apa pun untuk menghapus batasan jarak pada rudal yang bisa digunakan Ukraina akan menjadi perubahan kebijakan yang sangat berbahaya dan merugikan upaya mencapai kesepakatan politik.
Namun, Merz kemudian menegaskan bahwa keputusan untuk mencabut batasan jarak tersebut sebenarnya telah diambil oleh negara-negara Barat beberapa bulan lalu.
Pertemuan Lanjutan Rusia-Ukraina
Kanselir Merz dinilai berupaya tampil jauh lebih tegas dalam mendukung Ukraina dibandingkan pendahulunya, Olaf Scholz.
Meskipun masih banyak pertanyaan mengenai rincian rencana kerja sama rudal Merz, kesediaannya untuk membuat pernyataan besar yang mungkin memancing kemarahan Kremlin sangat kontras dengan sikap hati-hati pemerintah sebelumnya.
Dalam konferensi persnya bersama Zelensky, Merz menjanjikan dukungan terus-menerus untuk Ukraina selama diperlukan, sambil memperingatkan Rusia bahwa penolakannya untuk terlibat dalam pembicaraan damai lanjutan akan menimbulkan konsekuensi nyata.
Zelenskyy telah menyerukan agar pembicaraan damai melibatkan tiga pemimpin — Trump, Putin, dan dirinya. Dia menambahkan siap menjalaninya dalam format apa pun.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov tidak langsung menolak gagasan tersebut, namun mengatakan bahwa pertemuan seperti itu hanya bisa terjadi setelah kesepakatan konkret dicapai antara kedua delegasi.
Meskipun Ukraina dan Rusia telah mengadakan pembicaraan langsung pertama mereka dalam lebih dari tiga tahun di Istanbul belum lama ini, pertemuan itu melibatkan pejabat tingkat rendah dan mereka hanya berhasil mencapai kesepakatan soal pertukaran tahanan.
Pada Rabu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengaku pihaknya siap untuk menggelar putaran kedua pembicaraan damai.
Menurut pernyataan yang dipublikasikan oleh kantor berita Tass, Lavrov mengatakan bahwa putaran pembicaraan berikutnya bisa berlangsung pada 2 Juni di Istanbul, di mana Rusia akan menyampaikan memorandum berisi syarat-syarat perdamaian.
"Kami berharap semua pihak yang sungguh-sungguh, bukan hanya kata-kata, tertarik pada keberhasilan proses perdamaian akan mendukung penyelenggaraan putaran baru perundingan langsung antara Rusia dan Ukraina," ujar Lavrov.
Lavrov menambahkan dia telah memberi penjelasan kepada mitranya dari Amerika Serikat, Marco Rubio, mengenai usulan tersebut.
Lavrov sebelumnya juga sudah menjelaskan bahwa Rusia ingin menjamin status Ukraina sebagai negara yang netral, tidak berpihak, dan non-nuklir.
Pihak Ukraina sendiri mengungkapkan mereka tidak menolak pertemuan lanjutan, namun tatap muka berikutnya harus menghasilkan sesuatu.
Ancaman Sanksi terhadap Rusia
Presiden Donald Trump baru-baru ini mengisyaratkan bahwa kesabarannya mulai habis atas pembicaraan damai Rusia-Ukraina.
Dia menyebut Presiden Vladimir Putin "bermain api" setelah serangan rudal Rusia yang menewaskan 13 warga Ukraina, termasuk anak-anak. Namun, para pejabat Rusia menilai bahwa Trump tidak cukup memahami konteks konflik.
Zelenskyy telah mendesak Washington untuk memberlakukan sanksi terhadap sektor perbankan dan energi Rusia. Dia mengatakan telah membahas isu ini dengan Trump dan menambahkan bahwa presiden AS itu telah mengonfirmasi bahwa jika Rusia tidak berhenti, sanksi akan diberlakukan.
Manuver diplomatik berlangsung di tengah eskalasi di lapangan, di mana militer Ukraina melaporkan salah satu serangan drone terbesar mereka terhadap sasaran-sasaran di Rusia dan pengakuan Zelenskyy bahwa Rusia telah meluncurkan lebih dari 900 drone selama akhir pekan.
Di darat, pertahanan Ukraina mengalami peningkatan serangan dari Rusia di bagian timur laut.
Zelensky mengklaim Rusia sedang mengumpulkan lebih dari 50.000 pasukan di sepanjang front Sumy, di mana pasukan Rusia telah merebut beberapa desa di seberang perbatasan Ukraina dalam upaya menciptakan apa yang disebut Putin sebagai zona penyangga keamanan.
Gubernur Sumy Oleh Hryhorov mengatakan pasukan Rusia telah merebut empat desa dan pertempuran masih berlangsung di dekat permukiman lainnya di wilayah tersebut.
Perang yang kini memasuki tahun keempat ini telah menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan sebagian besar wilayah timur dan selatan Ukraina. Rusia menguasai sekitar seperlima wilayah negara itu, termasuk Krimea, yang dianeksasi pada 2014.
Zelenskyy menuduh Rusia menunda-nunda proses perdamaian dan mengatakan mereka belum menyerahkan memorandum berisi syarat perdamaian sebagaimana dijanjikan dalam pembicaraan di Istanbul. Peskov bersikeras bahwa dokumen sedang dalam tahap akhir.