Empat Warga Gaza yang Kelaparan Tewas Saat Serbu Gudang Makanan PBB

4 days ago 15

Liputan6.com, Gaza - Empat orang tewas saat ribuan warga Palestina menyerbu sebuah gudang milik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Gaza.

Menurut keterangan otoritas kesehatan Gaza seperti dilansir The Guardian, dua orang tewas terinjak dan dua lainnya meninggal karena luka tembak setelah kerumunan massa memaksa masuk ke gudang milik Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) di Deir al-Balah pada Rabu (28/5/2025) sore.

Belum jelas apakah tembakan berasal dari pasukan Israel, kontraktor swasta, atau pihak lainnya. Sebuah rumah sakit lapangan milik Palang Merah melaporkan bahwa korban luka dari lokasi kejadian termasuk perempuan dan anak-anak dengan luka tembak.

Rekaman video menunjukkan kerumunan besar orang berteriak dan berdesakan masuk ke dalam bangunan, sementara yang lain melemparkan kantong-kantong tepung dan kotak makanan ke arah kerumunan.

"Orang-orang yang kelaparan menyerbu gudang al-Ghafari milik WFP di Deir al-Balah, Gaza tengah, untuk mencari pasokan makanan yang sebelumnya telah diposisikan untuk didistribusikan," demikian pernyataan WFP, yang memperingatkan pula adanya kondisi yang mengkhawatirkan dan terus memburuk di lapangan.

"Kebutuhan kemanusiaan telah benar-benar di luar kendali setelah 80 hari blokade total terhadap semua bantuan makanan dan bantuan lainnya ke Gaza. Gaza membutuhkan peningkatan bantuan pangan secara segera. Hanya itu satu-satunya cara untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka tidak akan mati kelaparan."

Cerita Saksi Mata

Seorang utusan PBB membandingkan bantuan yang sangat terbatas yang diizinkan masuk ke Gaza dengan sekoci setelah kapal tenggelam. Sigrid Kaag, penjabat koordinator khusus PBB untuk Timur Tengah, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa warga Gaza yang menghadapi kelaparan sudah kehilangan harapan.

Blokade ketat yang terus berlanjut oleh Israel membuat sebagian besar penduduk Gaza mengalami kelaparan parah. Petugas medis dan pekerja bantuan kemanusiaan di wilayah Palestina yang hancur itu telah menyatakan selama berbulan-bulan bahwa kasus malnutrisi terus menyebar. Roti yang biasa diproduksi oleh WFP tak lagi tersedia karena tidak adanya gas untuk memasak dan harga bahan pangan yang masih tersedia di toko dan pasar melonjak tajam.

Insiden kematian terkait distribusi makanan yang kacau juga dilaporkan terjadi pada Selasa (27/5). Pejabat kesehatan Gaza mengonfirmasi bahwa sedikitnya satu warga sipil tewas dan 48 lainnya terluka dalam insiden terpisah di titik distribusi makanan di wilayah selatan. Pasukan Israel disebut menembaki lokasi yang baru dibuka itu ketika kerumunan besar berkumpul di sana.

Sejumlah saksi mata menuturkan pasukan Israel mulai menembak setelah ribuan warga Palestina menerobos pagar di sekitar pusat distribusi yang dikelola oleh kelompok Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Amerika Serikat (AS) dan Israel untuk menggantikan peran sistem distribusi bantuan pangan PBB di wilayah Palestina. 

Dalam pernyataan yang dirilis pada Rabu, GHF menyatakan, "Tidak ada tembakan yang diarahkan ke kerumunan warga Palestina dan tidak ada korban jiwa."

GHF mengaku ada banyak pihak yang ingin mereka gagal.

Ajith Sunghay, kepala kantor hak asasi manusia PBB untuk wilayah Palestina, menuturkan sebagian besar korban luka terluka akibat tembakan. Otoritas kesehatan Gaza menyebutkan sedikitnya satu orang tewas.

Militer Israel mengklaim bahwa mereka hanya melepaskan tembakan peringatan di dekat kompleks tersebut untuk memulihkan kendali dan membantah menembaki kerumunan orang.

Peringatan Sejak Awal

Israel memberlakukan blokade total terhadap semua pasokan bantuan pada Maret, dengan alasan bahwa Hamas mencurinya — tuduhan yang dibantah keras oleh kelompok tersebut. Awal bulan ini, lembaga pemantau kelaparan global menyatakan bahwa setengah juta orang di Gaza terancam kelaparan.

Sistem global yang digunakan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan tingkat keparahan ketidakamanan pangan di suatu wilayah, Klasifikasi Terpadu Keamanan Pangan (IPC), memperkirakan hampir 71.000 anak di bawah usia lima tahun akan mengalami malnutrisi akut, dengan 14.100 kasus di antaranya diprediksi menjadi parah dalam 11 bulan mendatang.

PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya telah sejak awal menolak sistem baru distribusi makanan versi AS dan Israel ini, dengan alasan bahwa sistem itu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan 2,3 juta penduduk Gaza dan memungkinkan Israel menggunakan makanan sebagai senjata untuk mengendalikan populasi. Mereka juga menyatakan ada risiko bentrokan antara tentara Israel dan warga kelaparan yang mencari bantuan.

Organisasi-organisasi tersebut menambahkan bahwa GHF yang baru dibentuk tidak memiliki pengalaman dan oleh karena itu tidak akan mampu menangani logistik untuk memberi makan lebih dari dua juta orang di zona perang yang hancur, sebuah prediksi yang dinilai terbukti dalam insiden berbahaya pada Selasa dan Rabu.

UNRWA: Biarkan Kami Bekerja

Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mengatakan pada Rabu bahwa model distribusi baru ini adalah pemborosan sumber daya dan pengalihan perhatian dari kekejaman yang terjadi.

"Kami sudah memiliki sistem distribusi bantuan yang efektif," kata Lazzarini. "Komunitas kemanusiaan di Gaza, termasuk UNRWA, sudah siap. Kami memiliki pengalaman dan keahlian untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan. Sementara itu, waktu terus berjalan menuju kelaparan massal, jadi pekerjaan kemanusiaan harus diizinkan untuk melakukan tugas penyelamatan nyawa sekarang juga."

Sekelompok LSM, termasuk ActionAid, menegaskan, "Bantuan yang digunakan untuk menutupi kekerasan yang sedang berlangsung bukanlah bantuan, melainkan kedok kemanusiaan bagi strategi militer yang bertujuan mengontrol dan mengusir."

Read Entire Article