Liputan6.com, Vatican City - "Makam harus berada di tanah; sederhana, tanpa hiasan khusus, hanya bertuliskan: Franciscus."
Demikianlah kutipan langsung dari wasiat Paus Fransiskus. Dalam pesan terakhirnya, pemimpin Gereja Katolik Roma itu hanya membahas makamnya.
Berikut isi surat wasiat Paus Fransiskus selengkapnya seperti dikutip dari Vatican News:
Miserando atque Eligendo
Dalam Nama Tritunggal Mahakudus. Amin.
Ketika aku merasakan senja hidup duniawiku semakin mendekat, dan dengan harapan teguh akan kehidupan kekal, aku ingin menyampaikan kehendak terakhirku semata-mata mengenai tempat peristirahatan jenazahku.
Sepanjang hidupku, dan selama pelayananku sebagai imam dan uskup, aku senantiasa menyerahkan diri kepada Bunda Tuhan kita, Santa Perawan Maria. Oleh karena itu, aku meminta agar jenazahku beristirahat—menantikan hari Kebangkitan—di Basilika Santa Maria Maggiore.
Aku berharap perjalanan terakhir duniawiku berujung tepat di tempat suci kuno Bunda Maria ini, yang selalu kusinggahi untuk berdoa di awal dan akhir setiap Perjalanan Apostolik, dengan penuh keyakinan menyerahkan segala niatku kepada Bunda yang Tak Bernoda, serta mengucap syukur atas kasih dan perlindungan keibuannya.
Aku mohon agar makamku dipersiapkan di relung pemakaman yang terletak di lorong samping, di antara Kapel Paulus (Kapel Salus Populi Romani) dan Kapel Sforza di dalam basilika, sesuai dengan rencana terlampir.
Makam tersebut harus berada di tanah; sederhana, tanpa hiasan khusus, hanya bertuliskan: Franciscus.
Biaya persiapan pemakaman akan ditanggung oleh dana dari seorang dermawan, yang telah kusiapkan untuk ditransfer ke Basilika Santa Maria Maggiore. Aku telah memberikan instruksi terkait hal ini kepada Kardinal Rolandas Makrickas, Komisaris Luar Biasa Basilika Liberian.
Semoga Tuhan menganugerahkan balasan yang layak kepada semua orang yang telah mengasihiku dan yang terus mendoakanku. Penderitaan yang menandai bagian akhir hidupku, kupersembahkan kepada Tuhan, demi perdamaian dunia dan persaudaraan antarbangsa.
Paus Fransiskus meninggal dunia di usia 88 tahun pada Senin (21/4/2025) pagi waktu Vatikan. Kabar kematian Bapa Suci diumumkan oleh Camerlengo Kardinal Kevin Farrel pada pukul 09.45 dari tempat tinggalnya di Casa Santa Marta (Domus Sanctae Marthae):
"Saudara-saudari terkasih, dengan duka yang mendalam, saya harus mengumumkan wafatnya Bapa Suci kita, Fransiskus. Pada pukul 07.35, Uskup Roma, Fransiskus, telah kembali ke Rumah Bapa. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Beliau mengajarkan kita untuk hidup setia dalam nilai-nilai Injil, penuh keberanian dan cinta kasih yang menyeluruh, khususnya kepada mereka yang paling miskin dan tersisih. Dengan hati yang penuh syukur atas teladannya sebagai murid sejati Kristus, kami percayakan jiwa Paus Fransiskus kepada kasih Allah yang Maha Pengasih, Bapa, Putra, dan Roh Kudus."
Direktur Direktorat Kesehatan dan Kebersihan Negara Kota Vatikan Dr. Andrea Arcangeli dalam pernyataan yang dipublikasikan oleh Kantor Pers Takhta Suci pada Senin malam mengungkap penyebab Paus Fransiskus meninggal, yaitu stroke, yang kemudian diikuti oleh koma dan gagal jantung.
Laporan medis menunjukkan, Paus Fransiskus memiliki riwayat gagal napas akut akibat pneumonia ganda yang disebabkan oleh berbagai mikroba, bronkiektasis multipel, hipertensi, dan diabetes tipe II. Kematiannya dipastikan melalui pemeriksaan thanatografi elektrokardiografik.
Disemayamkan hingga Sabtu pagi
Jenazah Paus Fransiskus akan dipindahkan dari Kapel Casa Santa Marta ke Basilika Santo Petrus pada Rabu (23/4), pukul 09.00 waktu setempat untuk disemayamkan. Prosesi ini dipimpin oleh Camerlengo Kardinal Kevin Farrell.
Kantor Pers Takhta Suci mengumumkan bahwa Misa Requiem atau Misa Arwah untuk Paus Fransiskus akan dilaksanakan pada Sabtu (26/4), pukul 10.00 waktu setempat, di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
Misa dipimpin oleh Dekan Dewan Kardinal, Kardinal Giovanni Battista Re, bersama para uskup, kardinal, dan imam dari seluruh dunia.
Rangkaian acara pemakaman akan ditutup dengan ritual penyerahan terakhir (ultima commendatio) dan perpisahan (valedictio), sekaligus menandai dimulainya novemdiales—sembilan hari masa berkabung dengan misa harian untuk mendoakan Paus Fransiskus. Demikian seperti dilansir Vatican News.
Setelah itu, jenazah Paus Fransiskus akan dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya di Basilika Santa Maria Maggiore.
Mengutip NY Post, setelah seorang paus meninggal, secara tradisional dia dimakamkan bersama beberapa barang, termasuk rosario, akta kematian, kantong berisi koin yang dicetak selama masa kepausannya, cincin nelayan, dan rogito - dokumen hukum yang mencatat kehidupan dan karyanya setelah dibacakan dengan lantang.
Menyimpang dari Tradisi
Kematian Paus Fransiskus, yang terlahir di Argentina dengan nama panjang Jorge Mario Bergoglio, akan menandai perbedaan signifikan tradisi pemakaman kepausan. Dia telah memutuskan menyetujui penyederhanaan upacara pemakamannya.
Sementara mayoritas pendahulunya dimakamkan dalam peti mati yang terbuat dari kayu sipres, timah, dan kayu ek, Paus Fransiskus memilih peti kayu sederhana yang dilapisi seng. Langkah serupa dipilih oleh Benediktus XVI.
Tradisi menempatkan jenazah paus di atas katafalk di dalam Basilika Santo Petrus saat dunia memberikan penghormatan terakhir juga dihapuskan. Sebagai gantinya, jenazah Paus Fransiskus akan tetap berada di dalam peti dengan tutup yang dibuka, sementara para pelayat mendoakannya.
Seperti yang tercantum dalam surat wasiatnya, Paus Fransiskus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, di mana gereja itu letaknya di kawasan Esquilino, Roma, bukan di Vatikan.
Namun, jasad Paus Fransiskus tidak akan terbaring sendiri di sana. Terdapat lima paus lainnya yang dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, yaitu Paus Pius V (1566–1572), Paus Sixtus V (1585–1590), Paus Klemens XIII (1758–1769), Paus Paulus V (1605–1621, dan Paus Klemens IX (1667–1669).
Ada pun paus terakhir yang dimakamkan di luar Basilika Santo Petrus adalah Leo XIII (1878–1903), tepatnya di Basilika Santo Yohanes Lateran.
Master Kantor Perayaan Liturgi Kepausan Monsinyur Diego Ravelli menjelaskan bahwa penyederhanaan prosesi pemakaman Paus Fransiskus dimaksudkan untuk lebih menekankan pemakaman seorang gembala dan murid Kristus — bukan upacara megah untuk seorang tokoh berkuasa di dunia.
Langkah ini bukan hal mengejutkan. Sejak awal masa kepemimpinannya pada Maret 2013, Paus Fransiskus telah menunjukkan pilihan hidup yang sederhana — termasuk ketika dia menolak tinggal di Istana Apostolik dan memilih menetap di Casa Santa Marta, guest house sederhana di dalam kompleks Vatikan.
Pesan Paskah Terakhir Paus Fransiskus
Di tengah sukacita Paskah, Paus Fransiskus tidak menutup mata terhadap penderitaan sebagaimana dia telah mencurahkan sebagian besar masa kepemimpinannya untuk menyerukan perdamaian.
Dalam pesan Paskahnya yang dibacakan oleh Monsinyur Diego Ravelli, Bapa Suci mengungkapkan kedekatannya secara khusus dengan rakyat Jalur Gaza dan komunitas Kristen di sana, di mana "konflik yang mengerikan terus menimbulkan kematian dan kehancuran serta menciptakan situasi kemanusiaan yang dramatis dan menyedihkan."
"Saya sekali lagi menyerukan," katanya, "gencatan senjata segera di Jalur Gaza, pembebasan para sandera … dan akses untuk bantuan kemanusiaan."
Paus Fransiskus mengimbau komunitas internasional untuk bertindak dan membantu rakyat yang kelaparan dan mendambakan masa depan yang damai.
Doa Paus Fransiskus juga menjangkau komunitas Kristen di Lebanon dan Suriah, yang disebutnya saat ini mengalami masa transisi yang rumit dalam sejarahnya. Dia mengajak seluruh gereja untuk terus mendoakan umat Kristen di Timur Tengah.
Dia kemudian menyoroti Yaman yang sedang mengalami salah satu krisis kemanusiaan paling serius dan berkepanjangan akibat perang, dan mengundang semua pihak untuk mencari solusi melalui dialog yang membangun.
Untuk Ukraina yang "hancur karena perang", dia memohon anugerah damai dari Kristus yang Bangkit. Paus Fransiskus berharap semua pihak terus berupaya menuju perdamaian yang adil dan langgeng.
Menyusul konflik antara Armenia dan Azerbaijan, Bapa Suci mendoakan agar tercapai perjanjian damai final.
Afrika tidak luout dalam doa Paskah Paus Fransiskus. Dia menyerukan perdamaian bagi rakyat Republik Demokratik Kongo, Sudan, Sudan Selatan, dan mereka yang terdampak kekerasan di Sahel, Tanduk Afrika, dan kawasan Danau Besar.
"Dalam menghadapi kekejaman konflik yang melibatkan warga sipil tak berdosa serta menyerang sekolah, rumah sakit, dan pekerja kemanusiaan, kita tidak boleh lupa bahwa yang diserang bukanlah target, tetapi manusia — masing-masing memiliki jiwa dan martabat," tegasnya.
Dia secara khusus mendoakan umat Kristiani yang tidak bisa menjalankan iman mereka secara bebas di benua tersebut.
"Tidak akan ada perdamaian tanpa kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berpendapat, dan penghormatan terhadap pandangan orang lain," ungkap Paus Fransiskus, menambahkan bahwa perdamaian sejati tidak mungkin terwujud tanpa perlucutan senjata yang nyata.
Meruntuhkan Dinding Pemisah
"Terang Paskah mendorong kita untuk meruntuhkan dinding-dinding yang memisahkan kita," sebut Paus Fransiskus.
Dinding itu tidak hanya fisik, namun juga politis, ekonomi, dan spiritual. Dua mengajak negara-negara untuk menggunakan sumber daya mereka bukan untuk mempersenjatai diri, melainkan untuk memerangi kelaparan, berinvestasi dalam pembangunan, dan saling peduli satu sama lain.
Dia meminta para pemimpin dunia agar tidak tunduk pada logika ketakutan, tetapi mengarahkan kekuatan dan dana untuk menolong yang membutuhkan.
Paus Fransiskus tidak melupakan rakyat Myanmar yang masih menderita akibat konflik dan, baru-baru ini, gempa dahsyat. Dia menyampaikan kesedihan mendalam atas jatuhnya ribuan korban jiwa.
Namun, dia menyampaikan secercah harapan, "Pengumuman gencatan senjata adalah tanda harapan bagi seluruh rakyat Myanmar."
Di akhir pesannya, Paus Fransiskus menyerukan agar dalam Tahun Yubelium ini, Paskah juga menjadi momen yang tepat untuk membebaskan para tahanan perang dan tahanan politik.
"Betapa besar dahaga akan kematian, akan pembunuhan, yang kita saksikan setiap hari," keluhnya, yang lalu berdoa, "Semoga prinsip kemanusiaan tidak pernah absen dari tindakan kita sehari-hari."
Pemilihan Paus Baru
Kematian atau pengunduran diri seorang paus memulai proses politik gereja untuk memilih pemimpin baru, di mana para kardinal dari seluruh dunia akan berkumpul di Vatikan untuk melaksanakan proses yang disebut konklaf.
Paus baru dipilih oleh Dewan Kardinal, yang merupakan kelompok pejabat tertinggi Gereja Katolik. Semua anggota dewan ini adalah laki-laki yang ditunjuk langsung oleh paus dan umumnya merupakan uskup yang telah ditahbiskan.
Dari total 252 kardinal Katolik saat ini, hanya 135 yang memenuhi syarat untuk memberikan suara. Kardinal yang berusia di atas 80 tahun boleh mengikuti proses diskusi, namun tidak memiliki hak suara.
Dalam masa transisi antara kematian paus dan terpilihnya penerus, Dewan Kardinal bertanggung jawab memimpin gereja. Mereka menangani urusan harian gereja meskipun dengan kewenangan yang terbatas karena sebagian besar kegiatan administrasi pusat gereja dihentikan sementara. Sebagai bagian dari proses transisi, para kepala departemen Vatikan biasanya mengundurkan diri dari posisi mereka hingga ada kepastian dari paus baru, baik untuk mengonfirmasi atau mengganti mereka.
Proses pemilihan paus baru atau konklaf dilakukan secara tertutup.
Para kardinal yang berhak memilih paus akan menjalani masa karantina selama pemilihan. Mereka sepenuhnya terisolasi dari dunia luar - tanpa akses telepon, internet, maupun surat kabar - sambil berdiskusi dan berunding untuk menentukan pemimpin baru gereja.
Konklaf berlangsung dalam kerahasiaan ketat di dalam Kapel Sistina yang terkenal dengan lukisan Michelangelo.
Untuk memilih paus baru, dibutuhkan suara mayoritas dua per tiga plus satu dari seluruh kardinal yang hadir. Karena itu, seringkali diperlukan beberapa putaran pemungutan suara. Setelah hari pertama, pemungutan suara rahasia dilakukan dua kali sehari dan proses ini bisa berlangsung selama beberapa hari.
Dalam sejarah berabad-abad sebelumnya, pemungutan suara bahkan pernah berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Beberapa kardinal tercatat meninggal dunia selama konklaf berlangsung.
Bagi dunia luar, satu-satunya petunjuk perkembangan pemilihan paus baru adalah asap yang keluar dari cerobong kapel - hasil pembakaran kertas suara para kardinal. Asap hitam menandakan belum ada keputusan, sementara asap putih mengumumkan telah terpilihnya paus baru.
Setelah asap putih muncul, paus baru lazimnya muncul dalam satu jam di balkon yang menghadap Lapangan Santo Petrus.
Kardinal senior yang ikut dalam konklaf akan mengumumkan keputusan dengan kata-kata "Habemus Papam"—bahasa Latin yang berarti, "Kita memiliki paus".
Dia kemudian memperkenalkan paus baru dengan nama kepausan pilihannya. Misalnya, Paus Fransiskus mengambil nama kepausan Fransiskus untuk menghormati Santo Fransiskus dari Asisi.