Liputan6.com, Jakarta Memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI), Liputan6.com selaku portal berita yang selalu mengawal isu kesetaraan mencoba mengamplifikasi inklusivitas penyandang disabilitas. Karena disadari, inklusivitas masih menjadi isu mewah yang tak kunjung terbayar lunas.
Agar publik lebih memahami tentang nilai inklusif, bertepatan pada peringatan HDI tahun ini, Liputan6.com menggelar talkshow bertajuk Leadership dan Inklusivitas di Dunia Kerja. Talkshow ini disiarkan secara livestreaming dari Gedung KLY Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024) siang.
Di awal acara, Liputan6.com menampilkan tayangan Sisi Terang, sebuah program baru berupa video dokumenter yang mengangkat beragam tema, mulai dari lingkungan, kemanusiaan, teknologi dan masalah sosial. Untuk episode perdana, Sisi Terang mengangkat tema kemandirian penyandang disabilitas berjudul Asa Tuna Daksa "Taklukkan" Ibu Kota.
Di Indonesia ada 22 juta penyandang disabilitas, di mana hampir 3 juta di antaranya berusia produktif, 15 hingga 64 tahun. Sama dengan warga lainnya, penyandang disabilitas juga mendapat jaminan dari negara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Bahkan BUMN dan BUMD diwajibkan mempekerjakan sedikitnya 2 persen dari total karyawan yang ada. Sementara, perusahaan swasta kewajibannya hanya 1 persen. Namun, tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas tak sebatas angka, apalagi bagi mereka yang ada di Jakarta.
Salah satunya dirasakan Hari Kumbara, pria muda yang sejak 10 tahun lalu mengalami kelumpuhan. Setelah mengalami kecelakaan fatal, dokter memvonis Hari seumur hidup tak bisa lepas dari kursi roda. Namun, apa pun kondisinya, Hari sadar kalau hidup harus terus berjalan.
Pasti tidak mudah bagi para penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di Ibu Kota. Tapi Hari terus merawat mimpi, hingga kemudian dia bergabung dengan PT Media Onsu Perkasa, salah satu perusahaan yang peduli pada pemberdayaan penyandang disabilitas.
Di perusahaan ini Hari bekerja sebagai seorang konten kreator yang tampil percaya diri di depan kamera. Di tengah semua keterbatasan, dia mencoba membuktikan bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat dan bisa hidup mandiri di tengah kerasnya hidup di metropolitan.
Sekarang Hari juga bergabung dengan Yayasan Cheshire di Kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Yayasan ini menyediakan kesempatan bagi penyandang disabilitas, terutama tuna daksa untuk mengembangkan potensinya. Harapannya, mereka dapat hidup mandiri dan mampu berkarya.
Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Elin Yunita Kristanti mengatakan, untuk episode selanjutnya, Sisi Terang akan mengakomodir berbagai tema berupa konten positif yang juga diharapan bisa menggandeng sponshorship.
Bertepatan pada Hari Disabilitas Internasional, Liputan6.com meluncurkan Sisi Terang, program baru berupa video dokumenter yang mengangkat beragam tema.
Tantangan di Lingkungan Kerja
Menyambung tayangan Sisi Terang, pegiat cek fakta Maisty Akhdaniyah dihadirkan dalam sesi talkshow. Maisty juga seorang penyandang disabilitas yang pada 2010 silam terjatuh di kamar mandi sekolah dan membuat dirinya tidak dapat berjalan lagi seperti semula. Kini, dia membutuhkan kursi roda untuk mobilitas sehari-hari.
Menurut Maisty, penyandang disabilitas hingga kini masih banyak menghadapi tantangan dari lingkungan sekitar. Misalnya, dia masih kerap menghadapi perundungan, baik di tempat umum atau di tempat tinggal.
"Sempat putus asa, tapi setelah aku berkenalan dengan teman-teman disabilitas akhirnya aku berusaha bangkit dan ikut dalam banyak kegiatan," jelas Maisty.
Gadis kelahiran 1993 ini kemudian mengambil pekerjaan sebagai model make up dan menekuni hobinya bermain basket. Ketekunannya bermain basket membawanya menjadil Pemain Terbaik di Jakarta Swift Wheelchair Basketball pada September 2019. Maisty juga aktif berkegiatan di Yayasan Cheshire Indonesia dan pernah menjadi duta Cek Fakta Liputan6.com.
"Aktivitas sebagai pegiat cek fakta sangat membantu mengisi waktu, apalagi aku bisa bekerja dari rumah. Yang penting kita harus percaya diri bahwa sebagai penyandang disabilitas bisa mandiri dan tak merepotkan orang lain, meski pasti ada hambatan di depan kita," tegas Maisty.
Narasumber lainnya, Founder Disabilitas Kerja Indonesia yang juga seorang disabilitas daksa, Hasnita Taslim mengatakan setiap orang punya risiko menjadi disabilitas, entah karena sakit, kecelakaan atau terjadi sesuatu saat dalam kandungan. Bahkan, saat tua seseorang sebenarnya menuju menjadi disabilitas, misalnya seseorang yang tubuhnya sudah renta dan harus menggunakan kursi roda.
"Namun, berdasarkan pengalaman saya saat tinggal di luar negeri, negara maju itu memperlakukan penyandang disabilitas bukan berdasarkan fisik, tapi atas kemampuan dia bekerja dan produktif. Sementara di Indonesia, masih banyak yang beranggapan penyandang disabilitas berarti tak bisa bekerja, di rumah saja dan tak punya masa depan," jelas Hasnita.
Karena itu, Hasnita menyambut baik lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang antara lain mewajibkan setiap perusahan swasta dan asing harus memiliki karyawan penyandang disabilitas minimal 1 persen, sedangkan BUMN minimal 2 persen.
"Jadi, saat merekrut calon karyawan disabilitas jangan berdasarkan rasa iba, tapi harus melihat keterbatasan itu adalah fisiknya, bukan produktivitasnya," tegas Hasnita.
Merangkul Penyandang Disabilitas
Hal senada diungkapkan Alfa Haga Rachmady selaku Vice President Human Capital Strategic Planning di PT Hutama Karya (Persero). Menurutnya, sejak 2021 PT Hutama Karya sudah melakukan rekrutmen untuk karyawan yang penyandang disabilitas.
"Tak ada bedanya, setiap hari kami bekerja seperti biasa dan kontribusi teman-teman disabilitas juga luar biasa di kantor kami. Dari sisi inklusivitas kami sangat inklusif dan tidak membeda-bedakan, karena dari sisi kinerja mereka juga sama dengan karyawan lainnya," papar Alfa.
Alfa menjelaskan, awal rekrutmen penyandang disabilitas di BUMN Hutama Karya adalah adanya kewajiban dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham untuk membuat blueprint untuk merangkul penyandang disabilitas.
"Ditambah lagi trend global menunjukkan dunia yang semakin inklusif dan menerima perbedaan tentang penyandang disabilitas. Dan pandangan itu masuk ke korporasi yang diimplementasikan melalui blueprint tadi untuk kemudian kami jalankan dari tahun ke tahun," jelas Alfa.
Sementara itu, narasumber lainnya jurnalis Cheta Nilawaty P menyampaikan bahwa sebagai penyandang disabilitas tunanetra, dia juga menghadapi banyak tantangan dalam pejerjaannya.
"Dengan profesi sebagai jurnalis, tantangan utama saya yang juga tunanetra, tak mungkin saya bisa bertindak atau membuat berita dengan cepat, apalagi kalau itu harus doorstop," jelas Cheta melalui tayangan video.
Namun, dengan kondisi yang serba terbatas, Cheta berusaha mencari solusi untuk mempermudah pekerjaannya.
"Saya berusaha menembus dan berkomunikasi langsung dengan narasumber, sampai saya bisa mendapat wawancara eksklusif yang hasilnya lebih dalam dan lengkap. Dan yang pasti, saya tak perlu mengejar-ngejar narasumbe di lapangan," ujar Cheta yang segera menyelesaikan studi S2 Master of Communication di Murdoch University, Australia.