Gunung Es Terbesar Mulai Belayar Ke Perairan Hangat, Ini Dampaknya

5 days ago 15

Liputan6.com, Jakarta - Gunung es terbesar dan tertua di dunia mengapung dan melintasi Samudra Selatan Antartik. Gunung es yang dikenal sebagai A23a ini pecah dari Lapisan Es Filchner-Ronne di Antartika pada 1986.

A23a kemudian tertahan di dasar laut di Laut Weddell selama lebih dari 30 tahun sebelum mulai bergerak perlahan lagi pada 2020. Gunung es raksasa seluas 3.900 kilometer persegi ini memasuki 'era perputaran' dan mulai berputar tanpa tujuan sebesar 15 derajat setiap harinya.

Saat ini, A23a kembali bergerak melintasi Samudra Selatan di sekitar Antartika. Dikutip laman British Antarctic Survei pada Selasa (17/12/2024), gunung es raksasa itu akan melanjutkan perjalanannya mengikuti Arus Lingkar Kutub Antartika dan berakhir di dekat pulau sub-Antartika, Georgia Selatan.

Di sana, gunung es itu akan masuk ke perairan hangat. Para ahli memperkirakan, gunung es A23a akan pecah menjadi bagian-bagian kecil sebelum akhirnya mencair seluruhnya.

Melansir laman IFL Science pada Selasa (17/12/2024), para ilmuwan sudah mengamati bagaimana A23a memengaruhi lingkungan yang dilaluinya. Akhir tahun lalu, kapal RRS Sir David Attenborough mendokumentasikan gunung es tersebut dan mengumpulkan sampel dari pertemuan dekat tersebut untuk memahami lintasan masa depannya dan potensi dampaknya.

Para ilmuwan mengambil sampel dari A23a untuk mengetahui kandungan mineral dalam gunung es ini. Dengan sampel tersebut, mereka juga akan memperkirakan dampak gunung es A23a terhadap karbon di laut.

Para ilmuwan menyadari gunung es A23a menyediakan nutrisi bagi perairan yang dilaluinya. Gunung es ini juga menciptakan ekosistem yang berkembang pesat di area yang kurang produktif.

Mengenal Gunung Es A23a

Gunung Es A23a memiliki luas sebesar 3.900 km persegi, hampir setara dengan dua kali ukuran Kota London di Inggris. Gunung es ini Sebagian besar bagian dari gunung ini berada di bawah permukaan laut.

Gunung es A23a pada awalnya terbentuk dari bongkahan es Filchner pada 1986. Bongkahan dari lapisan tersebut terlepas dan membentuk gunung es yang saat ini dikenal sebagai A23a.

Pada 2022, A23a mulai mengalami pergerakan setelah sebelumnya berada di posisi yang sama selama 30 tahun terakhir. Gunung ini bergerak secara melayang mengikuti arus.

Gunung es A23a bahkan telah mencapai ujung utara dari Semenanjung Antartika pada November 2023. Gunung es ini diperkirakan terus bergerak sekitar 30 mil (48 km) per hari dan akan memasuki jalur gunung es menuju perairan yang lebih hangat di Antartika Selatan.

Para peneliti memperkirakan bahwa ukuran dari gunung es ini terus mengalami pencairan seiring waktu akibat dari perubahan iklim. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengamati gunung es terbesar di dunia ini, salah satunya adalah National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Dikutip dari laman NOAA pada Selasa (17/12/2024), NOAA telah melakukan pengamatan terhadap gunung es A23a melalui satelit bernama Joint Polar Satellite System (JPPS). Satelit ini mengorbit di kutub menggunakan instrumen yang disebut Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS), untuk melihat pergerakan A23a di Laut Weddell.

Apabila A23A terus hanyut, gunung es ini dapat memengaruhi arus laut dan ekosistem sekitarnya secara tidak langsung. Ukurannya yang sangat besar berfungsi sebagai penghalang alami, mengalihkan aliran air dan berpotensi memengaruhi pola cuaca.

Selain itu, pencairan A23a juga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi percepatan kenaikan permukaan air laut. Apabila A23a terus mencair maka volume air laut akan terus meningkat secara signifikan.

(Tifani)

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |